5. Pilihan Berat Jiwon

414 65 23
                                    

Gegap gempita memenuhi seluruh sudut istana. Pengumuman resmi mengenai sayembara untuk memilih permaisuri Raja Changwook akhirnya tiba. Undangan telah disebar, dan seluruh wanita bangsawan dari keluarga terhormat dipersilakan ikut serta dalam seleksi. Berita ini mengguncang seluruh kerajaan, termasuk keluarga Perdana Menteri Hong.

Jiwon, yang selama ini tenang menjalani hari-harinya dengan cinta tersembunyi untuk Soohyun, merasa dunia di sekitarnya mulai berguncang. Ayahnya, Perdana Menteri Hong Seokjin, tiba-tiba memanggilnya ke ruang kerja yang megah namun dingin. Wajah sang ayah tampak tegang, tapi terselubung oleh sikap tegas yang selalu ia tunjukkan di hadapan putrinya.

“Jiwon-ah, aku ingin kau ikut sayembara ini,” ucap Seokjin dengan nada penuh perintah, tanpa membuka ruang untuk negosiasi.

Jiwon terkejut mendengarnya. Pikirannya seketika melayang kepada Soohyun---lelaki yang selama ini menjadi cintanya. Tanpa ragu, Jiwon menjawab, “Ayah, aku tak bisa. Aku sudah punya Soohyun. Aku mencintainya dan dia mencintaiku. Aku tidak mungkin menikah dengan orang lain.”

Raut wajah Perdana Menteri Hong mengeras, matanya menajam. “Cinta masa remaja? Itu hanya omong kosong, Jiwon. Kau berpikir hubunganmu dengan Soohyun akan bertahan? Itu hanya ilusi. Tidak ada tempat untuk perasaan seperti itu di dunia yang sesungguhnya.”

Jiwon menggeleng tak percaya. Ia menatap ayahnya, merasa seperti tak mengenal lelaki yang selama ini ia hormati. “Ayah, kenapa? Aku bahkan tidak mengenal raja Changwook. Bagaimana mungkin aku harus menikah dengan seseorang yang tak kukenal, sedangkan aku memiliki seseorang yang mencintaiku dan aku juga mencintainya? Bagaimana mungkin aku harus menghancurkan perasaan Soohyun dan diriku sendiri?”

Mendengar perlawanan putrinya, Perdana Menteri Hong merasa terpojok. Namun, ia tidak akan menyerah. Di kepalanya, ambisi untuk memastikan Jiwon menjadi ratu dan memperkuat kekuasaan keluarganya lebih besar dari perasaan ayahnya. Dengan cepat, ia memutar otak dan memutuskan untuk memainkan drama yang lebih kuat.

Keesokan harinya, Perdana Menteri Hong memanggil seorang tabib yang sangat dipercaya keluarga mereka. Dengan permainan rapi, ia menyusun skenario yang akan membuat Jiwon tak punya pilihan selain tunduk.

Tabib itu kemudian mengatakan kepada Jiwon bahwa ayahnya telah lama menyembunyikan penyakit jantung yang serius. Seokjin duduk di samping ranjangnya, menatap putrinya dengan wajah yang penuh kepura-puraan kelelahan dan kesakitan. “Aku tidak ingin kau tahu, karena aku tak mau kau khawatir, Jiwon. Tapi tabib mengatakan, waktuku tak banyak lagi. Satu-satunya permintaan terakhirku adalah melihatmu menjadi ratu. Hanya itu yang kuminta untuk memastikan hidupmu dan hidup kita aman dan terhormat.”

Jiwon menatap ayahnya dengan mata yang mulai basah. Tubuhnya gemetar, tak percaya dengan apa yang didengarnya. “Ayah... kenapa baru sekarang mengatakan ini padaku?” air matanya mulai mengalir. Di satu sisi, ia masih merasa bingung dan marah karena dipaksa memilih jalan yang tak diinginkannya. Namun, di sisi lain, hatinya tak tega melihat ayahnya yang kini tampak begitu rapuh.

Dengan suara yang lemah tapi penuh manipulasi, Seokjin melanjutkan, “Changwook adalah lelaki yang baik. Ia akan menjadi suami yang baik bagimu. Kau tak perlu khawatir tentang masa depanmu. Cinta yang kau rasakan sekarang hanyalah khayalan remaja. Kau butuh seseorang yang bisa memberimu kehidupan yang stabil. Ingat, aku tak pernah meminta apa pun darimu selama ini. Ini adalah satu-satunya hal yang kupinta sebelum aku pergi...”

Perasaan Jiwon berkecamuk. Antara cinta yang ia rasakan untuk Soohyun dan permintaan ayahnya yang kini terlihat sangat memelas. Air mata terus mengalir tanpa bisa ia tahan. Meskipun hatinya sakit, ia mulai meragukan pilihannya sendiri. Akhirnya, dengan berat hati, Jiwon mengangguk pelan. “Baiklah, Ayah... Aku akan ikut sayembara itu.”

Keputusan yang diambil Jiwon bukan tanpa air mata. Malam-malam yang ia lewati setelah itu dipenuhi oleh kebingungan dan rasa bersalah yang menghantui dirinya. Namun, ia merasa tak punya pilihan lain.

Beberapa hari kemudian, Jiwon memutuskan untuk menemui Soohyun. Mereka bertemu di tempat biasa, di kebun bunga yang penuh kenangan. Wajah Soohyun terlihat cerah saat ia melihat Jiwon datang, tapi senyum itu perlahan memudar ketika ia melihat ekspresi sedih di wajah kekasihnya.

“Ada apa, Jiwon-ah?” tanya Soohyun, mencoba membaca pikirannya.

Jiwon mengambil napas dalam, hatinya terasa berat. “Aku... akan ikut sayembara untuk menjadi permaisuri Yang Mulia Raja Changwook.”

Seketika, raut wajah Soohyun berubah. Ia tampak syok, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Apa?” gumamnya, suaranya hampir tercekat. “Bukankah kau pernah bilang kau tidak menginginkan tahta? Kau bilang kau tidak peduli soal kekuasaan dan hanya ingin hidup nyaman denganku. Kenapa tiba-tiba berubah pikiran?”

Jiwon menundukkan wajahnya, tak sanggup menatap mata Soohyun yang penuh kekecewaan dan luka. “Itu... Itu hanya omong kosong, Soohyun-ah. Wanita mana yang tak ingin menjadi ratu? Siapa yang tak menginginkan tahta?”

Perkataan Jiwon itu terasa seperti pedang tajam yang menghujam hati Soohyun. Ia tak percaya dengan apa yang didengarnya. Cinta pertama yang selama ini ia pelihara dengan begitu hati-hati, kini terasa hancur berantakan di hadapannya.

“Jiwon-ah...” Soohyun berusaha mencari kata-kata, tapi semua terasa sia-sia. Hatinya hancur. Bukan hanya karena Jiwon memilih tahta, tapi karena gadis yang selama ini ia cintai begitu dalam, gadis yang ia pikir akan selalu bersamanya, kini tampaknya telah berubah. “Jadi, semua ini hanya tentang tahta? Kau lebih memilih kekuasaan daripada kita?”

Jiwon tak menjawab, hanya air mata yang mengalir pelan di pipinya. Ia ingin mengatakan yang sebenarnya, tapi lidahnya terasa kelu. Bagaimana bisa ia mengatakan bahwa ia melakukan semua ini untuk menyelamatkan ayahnya?

Soohyun merasa dikhianati. Cinta pertama yang ia miliki, harapan akan masa depan yang ia bangun bersama Jiwon, semua lenyap begitu saja dalam sekejap. Terlebih lagi, setelah ibunya harus pergi tinggal di hutan, kini Jiwon, satu-satunya orang yang bisa memberikan rasa nyaman, juga akan pergi.

Dalam keheningan yang penuh rasa sakit, Soohyun hanya bisa menatap Jiwon pergi, meninggalkannya dengan perasaan yang tak terlukiskan. Di hatinya, perasaan cinta yang tulus mulai berubah menjadi luka yang dalam.

🍀

19092024

✅Crown Of Vengeance | Kim Soohyun Kim JiwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang