Chapter 9

34 4 0
                                    


"Ayo kita pergi ke tempat tidak seorang pun mengenal kita."

Third mendongak dengan sorot mata waswas. "Berapa banyak yang sudah kau minum?"

"Astaga, aku tidak mabuk! Lihat? Gelas ini bahkan masih penuh." Khai tertawa, sedikit menyodorkan gelas yang berada di tangan kanannya sebagai pembuktian. Namun, Third justru mengangkat bahu tanpa perasaan bersalah.

"Kau mengatakannya secara mendadak, bagaimana mungkin aku berpikir itu bukan sekadar racauan mabuk?"

"Aku telah mendapatkan pelajaran itu dengan cara yang amat buruk," desah Khai sambil menyandarkan punggungnya ke dinding, memperhatikan orang-orang yang mengobrol dan berjoget di seputar ruang duduk Shane yang amat luas sekaligus amat berisik—Pump it oleh Black Eyed Peas sudah diputar setidaknya seribu kali. Dia menyesap bir di gelasnya, tetapi segera menghentikan diri sebelum minum terlalu banyak. "Aku hanya berpikir tempat ini terlalu ramai. Lebih baik kita mencari lokasi yang lebih tenang."

"Oh. Maksudmu itu."

Khai menoleh. "Kau berpikir aku akan mengajakmu kabur ke Kanada?"

Akhirnya, untuk pertama kalinya sejak mereka menginjakkan kaki di kediaman Shane yang mewah, Third tertawa. Tawa sungguhan, bukan sekadar gestur kesopanan yang berkali-kali dia tunjukkan malam ini di depan teman-teman mereka yang lain. Suasana hati Khai secara otomatis membaik.

"Kenapa harus Kanada? Tidak adakah tempat yang lebih dekat tanpa kita harus mengarungi samudera?"

"Mereka sudah melegalkan pernikahan sesama jenis di sana. Bukankah itu luar biasa?"

Third kembali tertawa. "Apakah hal-hal aneh semacam ini yang kau pikirkan di waktu luang?"

"Itu tidak aneh, Third. Aku memikirkan masa depan."

"Yah—bocoran saja," Third mengerling ke atas, matanya berbinar-binar jahil. "Aku tidak pernah berencana menikah muda."

Berlama-lama Khai menatap Third, pipinya yang terangkat oleh senyum serta giginya yang rapi. Malam ini dia mengenakan jin ketat belel serta kaus gombrong yang justru mengaksentuasi betapa ramping pundak serta lengannya. Tidak heran Un tanpa tahu malu mengungkapkan perasaan—sialan, bahkan tidak heran Two memanggilnya 'Tuan Putri'. Kekasihnya itu benar-benar memikat.

"Bagaimana kalau aku punya rencana untuk itu?"

"Dasar aneh." Third memutar bola mata, terkekeh sambil meneguk bir. "Sana, pergilah cari cewek untuk diajak berdansa. Kau hanya melantur bersamaku."

"Karena aku tidak tertarik pada satu perempuan pun di sini, bolehkah aku mengajakmu berdansa?"

Third menggeleng-geleng menyerah, menyebabkan Khai ikut tertawa.

"Aku serius. Aku sudah bersumpah tidak akan meninggalkanmu sendirian. Siapa yang tahu kapan bajingan itu datang lagi untuk menyergapmu."

"Kak Un tidak datang ke pesta ini, "Third menggumam dan kembali menyesap birnya. Tingkahnya masih sedikit canggung membicarakan Un, tetapi Khai tidak menyalahkannya.

"Berarti kau hanya menjadi milikku malam ini?" tanya Khai, kemudian cepat-cepat menudingkan telunjuk ke wajah Third yang dipalingkan darinya. "Ya, kan? Jawab 'ya' terlebih dulu."

Pipi Third semakin bersemu. "Aku tidak pernah menjadi milik orang lain kecuali kau."

Khai harus menahan diri untuk tidak meraup Third dalam ciuman saat ini juga. Pada mulanya dia menganggap mengiakan undangan pesta Shane merupakan keputusan terburuk dalam satu pekan, tetapi tampaknya memang masih ada celah sinar matahari di antara tumpukan awan.

That WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang