Annabel mengambil ponsel yang bergetar di dalam saku.
Dia berhenti sejenak, menatap sekitar untuk memastikan bahwa dirinya aman. Ponsel itu menunjukkan notifikasi dari seseorang, dia segera melihat siapa yang mengiriminya pesan. Harapannya hanya satu, jangan sampai ada orang yang tahu jika kelakuannya lebih buruk dari yang mereka pikirkan, bahkan bukan hanya sekedar pembully."Gudang! Jangan ke toilet perempuan, tidak akan aman."
Setelah dia membaca pesan itu, lalu ia hapus lagi, seperti yang sebelum-sebelumnya. Namun belum sempat Annabel berjalan, ponsel itu bergetar kembali. Notifikasi dengan nama yang sama.
"Aku tunggu 2 menit, kalau masih belum muncul di sini, aku akan bongkar semua perilaku orang tuamu ke semua orang di sekolah ini."
Annabel semakin mempercepat langkahnya, tanpa dia sadar jika diikuti oleh Anthony Sean di belakangnya.
Perempuan itu semakin mempercepat langkahnya, dia bahkan hanya fokus ke depan tanpa menengok ke belakang.Sesampainya di gudang sekolah, Annabel mengembuskan napas lalu membuka pintunya.
Laki-laki dengan sepuntung rokok di genggamannya, menatap tajam ke arah perempuan yang baru saja membuka pintu gudang. Mereka sama-sama mematung.
Sulutan rokok terakhir telah berhasil dia isap hingga menyisakan sedikit batangnya.
Namun setelahnya dia berdiri dan membuang rokoknya ke lantai hingga apinya mati, sebab laki-laki itu menginjaknya kasar."Duduk." Titah dari suara berat laki-laki di depan Annabel, membuat bulu-bulu halus di tubuhnya kian meremang.
Jantung Annabel seolah berhenti sejenak, saat laki-laki itu berjalan mendekatinya. Sorot matanya yang menajam, tidak bisa membohongi ketakutan perempuan itu saat ini.
Laki-laki itu berlutut di depan Annabel, menatap jemari perempuan tersebut. Lalu mengeluarkan desahan kecil beserta senyuman sinis.
"Apa kau takut dengan ancamanku tadi, Anna?" Jemari lelaki itu terulur ke pipi Annabel.
"Berhenti kau mengancamku seperti itu! Berhenti.. jangan pernah sangkut pautkan orang tuaku lagi." Gertakan Annabel, tidak akan mempan membuat laki-laki biadab di depannya akan berhenti menakutinya.
"Saat kau tahu, bahwa ibumu adalah jalang murahan?" Laki-laki itu menjambak rambut Annabel. Hingga perempuan itu merintih kesakitan.
"Lepaskan tangan kotormu dari rambutku!" Laki-laki itu tertawa.
"Lebih kotor siapa? Aku, atau ibumu yang bermain belakang dengan ayahku?!" tandasnya.
Jambakan rambut dari tangan kekar milik lelaki itu semakin mengeras, sehingga Annabel sedikit terisak.
"Aku tahu ibuku salah, tapi apa kau perlu sampai seperti ini? Lepaskan tanganmu dari rambutku! Sakit, bangsat!" Annabel merintih kesakitan.
Lelaki sialan ini berhasil membuat Annabel menangis. Pada akhirnya laki-laki itu berdiri dan mendekat ke wajah Annabel. Bahkan jaraknya hanya beberapa centi saja. Jemarinya naik ke dagu si perempuan.
"Aku akan membiarkanmu bebas, tapi harus ada syaratnya."
Bahkan hingga selesai obrolan ini, Anthony Sean tidak berhenti menunjukkan ekspresi marahnya dari kejauhan.
Melihat Annabel Beatrix keluar dari gudang sekolah, Anthony terburu-buru mengambil arah yang berbeda dengan perempuan tersebut. Supaya keberadaannya tidak terlihat oleh 2 orang di sana.
[][][][]
Beberapa jam kemudian, setelah kepergian Annabel dari gudang sekolah. Greyzia masih mendiamkan perempuan tersebut, karena dia terlalu lama hanya untuk pergi ke toilet.
Sampai jam istirahat tiba, pun Greyzia hanya berjalan diam menuju kantin. Namun, tampaknya Annabel tidak menyadari itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GREYZIA
Mystery / ThrillerSebelum menemukan pelakunya, cerita ini tidak akan berakhir dan selalu menjadi tranding topic. Banyak korban yang mati dengan sangat mengenaskan, ini bukan perihal kabar buruk. Tetapi sudah melampaui batas. Dengan lugunya, Greyzia Alice Eugene bern...