Saat jam makan siang tiba, kafe kecil itu seketika penuh sesak oleh para pengunjung yang datang silih berganti. Suara obrolan bercampur dengan denting cangkir dan aroma kopi yang memenuhi udara. Di balik bar, Winter dan Giselle tak henti-hentinya berjibaku meracik berbagai jenis kopi yang dipesan. Jari-jari mereka lincah bergerak di antara biji kopi yang digiling, susu yang dituang, hingga busa yang perlahan terbentuk di atas setiap cangkir.
Ryujin, dengan cekatan, melangkah dari satu meja ke meja lain, melayani pelanggan yang tak henti memanggil. Walaupun keringat mengalir di pelipisnya, mereka bertiga bekerja seolah-olah waktu tak pernah cukup untuk menyelesaikan semua.
Namun, ketika jarum jam terus bergerak hingga melewati tengah hari, suasana mulai mereda. Satu per satu pengunjung bangkit dari tempat duduk mereka, meninggalkan kafe yang perlahan kembali sunyi. Winter dan Giselle saling bertukar pandang, lelah namun puas, sementara Ryujin menyeka keringat di dahinya, tersenyum kecil saat pintu terakhir tertutup di belakang pelanggan terakhir. Jam makan siang yang sibuk pun usai, memberi ruang sejenak untuk menarik napas sebelum kesibukan berikutnya datang menyapa.
"Hahhh~"
Ryujin menghembuskan napasnya, menggunakan towel sebagai kipas sementara dirinya duduk di dua bangku yang disatukan dan meluruskan kakinya yang pegal.
"Capek ya, Win?" Ryujin bertanya sementara kepalanya dia taruh di atas meja.
"Pake nanya. Ya cape lah." Winter menjawab. Tapi gadis itu masih bekerja, mengelap gelas-gelas yang sudah Giselle cuci.
"Btw, tadi Giselle mau kemana?." Ryujin mengedarkan pandangannya ke seluruh kafe yang sudah kembali tertata rapi olehnya. Hanya menemukan satu pelanggan yang masih duduk tenang dengan laptop terbuka di hadapannya.
"Lo gak liat tadi Ningning datang? Ya dia langsung pergi." Ujar Winter. Sebenarnya Ningning sudah datang dari tadi. Tapi karena bertepatan dengan jam makan siang dan kafe tiba-tiba ramai, akhirnya dia menunggu di dalam mobil Giselle.
"Ya elah ngapel mulu, lama-lama ni kafe jadi milik kita." Ucap Ryujin. Memang, walaupun kafe ini milik Giselle (soon)–sekarang masih milik orang tuanya, tapi yang sering mengurus kafe ini kalau tidak Winter ya Ryujin. Bahkan mereka mempunyai kunci cadangan masing-masing. Jadi siapa yang datang lebih dulu ke kafe ini, dia bisa membukanya.
"Lo mau ambil alih ini kafe?" Tanya Winter, Ryujin menatapnya serius sebelum balik bertanya.
"Ide bagus. Mau ikut?" Winter terdiam beberapa saat sebelum keduanya mengangguk dan menyatukan tinju mereka.
Saat sedang memikirkan rencana untuk menggulingkan sang bos yang tak lain adalah Giselle, mereka lupa bahwa masih ada satu pelanggan yang harus di layani.
"Halo?"
Suaranya menginterupsi mereka berdua. Ryujin segera bangun dan menghampirinya sementara Winter bersiap di depan mesin kopi.
"Kopi? Jus?" Ryujin menawarkan dua pilihan selagi tangannya siap mencatat pesanan.
"Caramel Latte satu."
"Oke Caramel Latte satu, atas nama siapa?"
"Minju."
"Right, atas nama Min..." Si waiters yang sedang mencatat tiba-tiba berhenti dan menatap pelanggan yang bernama Minju dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Loh Ryujin? Kok disini?" Minju bertanya, baru menyadari jika si pelayan yang ada di hadapan nya adalah Ryujin.
Ryujin yang tersadar mengangguk patah-patah lalu dengan cepat kembali ke bar di mana Winter sudah bersiap dengan pesanan yang menghampirinya. Sementara Minju memiringkan kepalanya, bertanya-tanya kenapa bisa ada Ryujin disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Pleasure || Jiminjeong
Teen Fiction"As you like, my pleasure." Winrina story! Jiminjeong cross!