4

112 17 2
                                    


SMA tahun pertama.






Sore itu, Winter baru saja tiba di parkiran sekolah setelah pelajaran terakhir selesai. Dia mengeluarkan sepeda dari parkiran sambil mencoba menyeimbangkan beberapa buku di tangannya.

Ketika hendak memasang kunci sepeda, pandangannya tak sengaja melihat seorang gadis yang berdiri tidak jauh darinya, tepat di sebelah mobil hitam yang terparkir rapi.

Karina.

Winter tidak tahu siapa dia waktu itu, tapi sosoknya terasa... berbeda. Cahaya senja yang menyoroti rambut hitam panjang Karina membuatnya terlihat seperti lukisan yang tak nyata. Seragam sekolah yang biasa saja tiba-tiba terlihat elegan di tubuh perempuan itu. Seolah-olah waktu di sekitarnya berhenti sebentar hanya untuk memberi Winter kesempatan memperhatikan nya lebih lama.

Tanpa sadar, Winter berdiri terpaku di tempatnya. Lalu, dalam ketidaksengajaan yang khas di beberapa cerita winrina lainnya, dia tersandung kakinya sendiri saat baru saja mendorong beberapa langkah sepedanya, dan buku-buku yang dia bawa berserakan di aspal. Gadis itu, Karina, menoleh dengan alis sedikit terangkat, menatap Winter yang kini sibuk merapikan buku-bukunya di bawah tatapan bingung.

Akhirnya, Karina berjalan mendekat, membantu Winter mengambil bukunya yang terjatuh. Saat tangan mereka tak sengaja bersentuhan, Winter merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Eh.. umm, terima kasih," gumam Winter suaranya  sedikit gemetar, masih terpukau oleh sosok perempuan yang ada di hadapannya.

Karina mengangguk tanpa banyak bicara, kemudian dia berbalik dan berjalan pergi. Winter memperhatikan punggung gadis itu yang semakin menjauh, sampai menghilang saat dia masuk ke dalam mobil.

Waktu itu, bagi Winter, pertemuannya dengan Karina memunculkan sebuah perasaan baru. Yang membuat jantung nya berdetak tak karuan, kepalanya diisi oleh sosoknya seharian, dan sensasi aneh seperti kupu-kupu beterbangan di perutnya, adalah perasaan yang penting dan harus dia perjuangkan suatu saat.





~






Winter mengedipkan matanya beberapa kali, tersadar dari ingatan yang tiba-tiba muncul begitu jelas. Dia sekarang duduk di kantin kampus, ditemani secangkir kopi yang sudah dingin, dan laptop di hadapannya menyala dengan layar kosong. Menunjukkan betapa sedikitnya fokus yang dia miliki sejak tadi.

Ingatan tentang pertemuan pertama kali dengan Karina menyita kesadarannya untuk beberapa saat sampai tak sadar bahwa di balik bangunan ini, matahari semakin turun sehingga memperlihatkan langit sore yang mulai gelap. Dia segera memasukan laptop ke dalam tas kemudian pergi dari kantin.

Langkahnya terhenti ketika dia melihat gedung Psikologi. Pikirannya langsung tertuju pada Karina, apakah perempuan itu masih ada di sana?

Tangannya perlahan merogoh ke dalam saku celananya, mengeluarkan ponsel dan membuka room chatnya dengan Karina. Jemarinya ragu di atas layar. Apakah dia harus menghubungi Karina? Tidak ada salahnya kan kalau cuma bertanya dimana dia berada. Ya, semua orang melakukan itu pada temannya.

Dia menarik napas dalam-dalam, menatap layar ponselnya yang menyala lalu mulai mengetik, "Karina, kamu masih di kampus?" Tangannya sedikit gemetar sebelum akhirnya menekan tombol kirim.

Sesulit itu memulai chat dengan seseorang yang kau taruh perasaan padanya. Apalagi kalau ada typo, beuh malu nya minta ampun.


"Masih, Win. Kamu juga?"


Entah kenapa, balasan singkat itu membuat kedua sudut bibir si Kim terangkat. Dia segera mengetik balasan, "iya. Masih lama?"

Winter mengetukkan jarinya di layar ponselnya yang mati, tak sabar menunggu balasan dari Karina. Dia tidak sadar kalau senyum nya yang lebar mengundang perhatian beberapa mahasiswa psikologi yang lewat di sekitarnya.

Memang, dia berdiri di halaman gedung Psikologi, di dekat area parkir. Di tambah ini sore hari dan beberapa kelas sudah selesai. Tapi seolah itu bukan hal yang memalukan, Winter fokus pada layar ponselnya.

"Sebentar lagi sih, kamu udah selesai kelasnya?" Balasan dari Karina.

"Udah, makanya aku chat. Pulang bareng yuk, aku tunggu."

Winter bangga pada dirinya sendiri karena berhasil mengajaknya pulang bersama. Karena sebelum-sebelumnya selalu Karina yang memulai.

"Coba kamu liat dulu di parkiran, ada Jeno gak?"

Seketika Winter terdiam, jarinya berhenti bergerak di depan layar ponselnya.

Apakah kalian pernah jatuh sejatuh-jatuhnya sampai tidak kuasa untuk berdiri? Apakah kalian pernah merasa dunia tiba-tiba runtuh dan menimpa segala yang ada di dalamnya? Bar chat Karina terus dia tatap dengan sepasang retina cokelatnya yang mulai tergenang air. Jemarinya berhenti tanpa ada niatan untuk membalas. Sampai layar ponselnya mati dengan sendirinya, barulah dunia bergerak, waktu kembali berjalan.




"Winter??"





Bar chat Karina muncul di layar notifikasi, Winter memandangnya beberapa saat sebelum membalas, dia juga mengedarkan pandangannya, melihat apakah ada lelaki itu seperti yang di ucapkan Karina.

"Oh ada! Aku lupa kalo kamu sering pulang bareng dia. Maaf ya, Rin. Kalo gitu aku pulang duluan!"

Winter memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Memegang erat-erat tali tas yang ia kenakan lalu berjalan pergi meninggalkan gedung Psikologi. Mengabaikan sesuatu yang berdenyut di dadanya, menyebarkan perasaan sesak yang membuat matanya memanas.

Air mata tak bisa ia pertahankan lagi, membiarkannya jatuh perlahan melewati pipinya. Dalam hati ia mengumpat pada sang pencipta, apa maksudnya dia mengahdirkan Karina dalam hidupnya? Kenapa perasaannya begitu besar tanpa mendapat balasan sedikitpun.

Apakah semuanya mulai kelabu? Angan-angannya sudah terlampau hancur. Tak ada harapan, tak ada warna. Winter melupakan satu hal paling penting, Karina telah memiliki seseorang, dan itu bukan dirinya.

Sisa hari itu dia habiskan dengan berjalan tanpa arah, melupakan pekerjaan nya di kafe Giselle. Membiarkan kedua kakinya membawanya entah kemana.




























___

Satu lagi deh, lanjut nanti ya!


My Pleasure || Jiminjeong Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang