Kediaman Herhardt
Acara minum teh bersama yang di selenggarakan Ellysse berjalan lancar. Para bangsawan tengah berbincang ringan seputar bisnis ataupun perhiasan. Mereka semua nampak menikmati acara jamuan yang di selenggarakan oleh Ducess Arvis itu.
Lain halnya dengan Claudine. Hanya gadis itu lah yang nampak tak bersemangat pada acara ini. Gadis itu menghela napas panjang, sebelah tanggannya menopang dagu dan sebelahnya lagi mengaduk-aduk teh dalam cangkir tanpa minat.
"Aku bosan sekali." Claudine merengek. Ia benar-benar tidak tahan berada di tengah para orang tua.
"Claudine, jaga sikap mu," tegur Nyonya Brandt karena meresa sifat anaknya sudah tidak sopan. Namun Claudine acuh. Dia menaruh kepalanya diatas meja sambil terus merengek. Hal itu tentu saja membuat Nyonya Brandt geram dan merasa tak enak pada bangsawan lain.
"Astaga anak ini."
"Kau bosan, ya?" Suara lembut Ellysse terdengar. Wanita yang tengah memangku anjing putih kesayangan nya itu nampak cantik di usianya yang sudah tak muda lagi.
"Ah, tidak nyonya. Dia han—"
"Benar nyonya, saya bosan. Apakah anda mengizinkan saya untuk bermain? Saya dengar hutan Arvis terkenal dengan keindahan nya." Claudine menyela ucapan ibunya.
Ellyse tersenyum tipis, ia memaklumi sikap Claudine barusan karena ia masih anak-anak. "Tentu, pergilah ke hutan. Aku akan meminta para pengawal dan pelayan untuk menemanimu."
"Tidak perlu, nyonya. Aku akan pergi sendiri, lagipula aku hanya akan melihat-lihat sebentar," kata Claudine menolak halus tawaran Ellysse.
oo00oo
Angin berhembus pelan, suara kicauan burung dan aliran sungai yang tak jauh membuat Claudine merasakan ketenangan di tempat ini. Banyak pohon-pohon yang menjulang tinggi, dan beberapa tanaman berry yang merambat serta berbuah lebat. Pantas saja orang-orang menyebut tempat ini adalah bagian dari surga.
Claudine terus berjalan memasuki hutan. Kakinya membawa gadis itu ke sekitar tanaman berry. Tak jauh dari tanaman itu ia melihat seorang gadis kecil tengah memetik berry, di sampingnya terdapat sebuah keranjang yang sudah penuh dengan bery-bery.
Claudine tentu tidak asing dengan gadis berambut pirang tersebut. Meskipun ini adalah pertemuan pertama mereka, namun di kehidupan sebelumnya ia sudah mengenal betul gadis itu.
Lalyla Llewellyn. Dia adalah salah satu dari orang-orang yang merebut kebahagiaanya.
"Layla Llewellyn." Suara Claudine memanggil Layla, membuat gadis itu terperanjat dan menjatuhkan bery-bery di tangannya.
"Lady." Layla segera bangun dan menunduk hormat saat tahu bahwa yang memanggilnya barusan adalah Claudine. Salah satu bangsawan kelas atas yang paman nya sempat ceritakan tempo lalu.
Claudine terdiam. Mata birunya itu menyorot Layla dengan dingin. Sementara Layla masih bertahan dengan posisinya.
"Apa kau ingin membuat bery-berry di Arvis punah karena ulah mu?" Claudine menatap ke arah keranjang milik Layla yang penuh akan berry, kemudian menyeringai tipis.
"Maafkan saya, Lady. Saya tidak bermaksud begitu." Layla semakin menunduk takut. Sungguh, saat ini ia merasa seperti pencuri yang tertangkap basah. Melihat Layla yang ketakutan, Claudine jadi merasa iba.
Layla adalah gadis polos yang tidak tahu apa-apa. Justru dia adalah korban atas kebrengsekan Matthias. Namun entah kenapa setiap kali melihat Layla, Claudine selalu merasa kesal.
Claudine menghela napas panjang. "Ambil lah berry sesuka mu, Layla. Aku tahu, kau pasti membutuhkan nya untuk membuat selai." Perkataan Claudine barusan membuat Lalyla cukup terkejut. Bagaimana Claudine bisa tau kalau nantinya bery-bery ini akan di buat selai?
KAMU SEDANG MEMBACA
A SECOND CHANCE
Fanfiction"Jika aku tidak bisa memiliki mu, maka orang lain pun tidak bisa." - Matthias Von Herhardt "Claudine, aku menyukai mu. Ku harap, kau juga memiliki perasaan yang sama." - Riette Von Lindman "Harusnya tidak serumit ini? Tapi mengapa semuanya jadi rumi...