RANIN - BAB 12

6 0 0
                                    

HAPPY READING

.

.

.

.

.

.

.

"Engga nyangka ya? Rasanya bisa lebih sakit dari yang gue bayangin". Tara bergumam pada dirinya sendiri, tanpa sadar seorang Perempuan dengan segelas minuman dingin berasa jeruk berdiri disebelahnya.

"Rasa sakit itu engga bisa dibayangin, Ra. Kecuali emang lo punya ilmu hitam" Anin bergurau, meski yakin tak akan sampai pada Tara, tapi usahanya diapresiasi oleh pria itu.

Hari ini, adalah hari pernikahan Anggara dan Annisa. Mereka melangsungkan pernikahan megah yang dihdariri oleh perusahan-perusahaan besar yang bekerja sama oleh keluarga Wiratama, Anin menjadi bridesmaid sedang Tara sebagai groomsmannya. Saat ini, hari sudah berganti menjadi malam, tepat dimana after party dimulai. Tersisa hanya kalangan rekan-rekan Gara dan Ica saja, sedang para petinggi lainnya berada di ruang sebelah, khusus untuk tamu kedua orangtua dari mempelai.

"Sialan lo, emang gue limbad" seloroh Tara, membuat Anin terkekeh.

"Lho, kan emang keturunannya" Kata Anin, membuat Tara menatapnya tajam.

"Rasanya gue mau maki-maki lo, Nin. Tapi, daripada itu, gue lebih butuh lo." Tara berucap dengan menatap dalam mata Anin, sesaat tatap keduanya beradu, menyelam dalam manik masing-masing. Pada keduanya terdapat rasa sakit yang telihat berbeda, satu sangat nyata, satu lagi berusaha disembunyikan.

Dalam benak Anin, apakah ia bisa sepenuhnya menyerahkan seluruh hidupnya untuk Tara? Sedang saat ini, melihat Annisa berada dipelaminan dengan senyum Bahagia saja pria itu sangat terlihat tersakiti. Apakah Anin bisa? Hidup bersama dengan lelaki yang masih terikat oleh masa lalunya? Entahlah, bahkan otak dan hatinya selalu berdebat untuk hal itu, tapi Anin tak pernah menggubris, ia akan terus berjalan dan melanjutkan rencana awalnya. Bukankah ia sudah kepalang basah?

Tara lebih dulu memutus kontak mata, pria itu menatap kearah pelaminan. Tara tersenyum sejenak, sebelum mengambil sebelah tangan Anin dan menggenggamnya erat.

"Siap temani gue? Siap jadi penguat gue?" tanya Tara, tatapannya sungguh memikat Anin. Hingga tanpa sadar Perempuan itu mengangguk dan mengikuti Langkah Tara yang membawanya naik keatas pelaminan bertemu dengan kedua mempelai.

"Congrast, Ca. Semoga jadi keluarga yang Bahagia hingga tua". Tara menjabat tangan Ica, pria itu menatap Ica dengan tatapan yang rumit. Tiba-tiba, tangannya ditarik, sesaat Tara merasakan dekapan hangat Ica, dekapan yang biasa ia dapatkan ketika Wanita itu tengah butuh dirinya, dekapan yang sama tetapi dengan perasaan yang berbeda. Ya, Tara cukup sadar dengan itu, rasanya jika ia tak ingat bahwa dia adalah seorang lelaki, dia sudah menumpahkan air matanya disini juga. Tapi, ia tahan karna masih ada dua pasang mata yang memperhatikan mereka lekat.

"Thanks ya Ra, lo selalu ada buat gue. Lo selalu jadi teman terbaik buat gue, sampai kapanpun lo yang terbaik. Terimakasih sekali lagi, Ra". Ucap Ica pada Tara yang tergugu, kemudian setelah diam beberapa saat, pria itu memberanikan diri untuk membalas pelukan Ica. Pelukan yang ia anggap, sebuah perpisahan yang nyata. Tanpa sadar, Anin melihatnya. Menyaksikan kedua sahabat berbeda jenis itu berpelukan erat, membuat Sebagian hati Anin bergejolak. Berusaha ia menguatkan seseorang, padahal ialah yang sebenarnya butuh penguat.

****

"Gue belum liat lo makan apapun, makan dulu?" Tanya Anin menyodorkan sepiring nasi pada Tara yang masih terus menatap pelaminan dengan tatapan sendu.

"Dia engga bakal Kembali Ra, meski lo selalu natap dia dari jauh sampe acara ini selesai. Karna sejujurnya, lo udah kalah dari awal." Ucapan Anin membuat Tara menatapnya, pria itu menghela nafas dan membawa piring yang dibawa Anin kehadapannya. Pria itu memakan makanannya dengan tenang, sedang Anin menyendok pudding yang ia ambil dari stand dissert tadi.

"Jadi, minggu depan udah waktunya kita untuk fitting Nin. Gue harap lo engga akan lupa". Tara berucap mengingatkan, membuat Anin menoleh padanya dan menatap Pria itu lekat.

"Lo yakin?" Tanya Anin tiba-tiba setelah diam terlalu lama.

"Maksud lo?" Tanya Tara membuat Anin menghela nafas.

"Lo yakin? Mau lanjutin semuanya? Lo gapapa?" Tanya Anin lagi, membuat Tara terkekeh.

"Lo engga lagi bayangin pernikahan normal yang bakal kita lakuin kan, Nin? Ini semua Cuma sebatas perjanjian kita lho, lo jangan kebawa perasaan". Ucap Tara disela tawanya.

Anin menatap pria yang tertawa itu, membuat Anin menghela nafas diam-diam. Pria itu memang sialan, definisi brengsek saja rasanya tidak cukup untuk pria didepannya ini. Anin menatap datar Tara, bangkit dari kursinya dan mulai meninggalkan pria itu dengan masih tertawa dibelakangnya.

Sebenarnya, Anin memang sudah gila dengan menerima tawaran pria itu untuk menikah. Nyatanya, sampai kapanpun dirinya takkan sanggup menggantikan seorang Annisa Azalea dalam hati seorang Antara Banusetya.

****

Musik mengalun merdu, pelan dan menenagkan. Membuat beberapa orang bergoyang pelan mengiringi irama lagu. Saat ini, adalah pesta dansa, semua tamu yang memiliki pasangan wajib berdansa ditempat yang sudah disediakan. Termasuk Tara dan Anin.

Kedua sejoli itu mulai berjalan ketengah ruangan, berhadapan satu sama lain dan mulai bergoyang mengikuti irama lembut music yang dimainkan. Anin yang Nampak cantik, dengan gaun out of shoulder bertabur Swarovski disekitar bajunya membuat penampilan Perempuan itu Nampak berkilau malam ini. Rambutnya yang sebahu ia ikat sedikit kebelakang dan membiarkan sisanya terurai, dengan riasan tipis yang menambah kesan cantik Anin. Tapi, rasanya Tara memang sudah buta, matanya tak dibiarkan untuk menatap Anin yang sempurna malam ini. Pria dengan setelan jas dan celana katun berwarna broken white itu, malah asyik menatap istri orang yang sedang berdansa oleh suaminya tak jauh dari tempat mereka. Benar-benar tidak tahu diri. Batin Anin dalam hati, Perempuan itu kesal dan mulai bertindak sesuai instingnya.

"Gue udah bilangkan? Kalo lo engga bakal merubah apapun, meski lo merelakan waktu untuk natap dia sampe acara ini selesai?"

Tara yang mendengar Anin bicara seperti itu menatap Perempuan itu, tatapnya masih kosong. Seakan yang berada dihadapan Anin sekarang bukanlah Tara, melainkan jelmaan setannya.

"Terus gue harus apa?" tanya Tara setelah diam beberapa detik. Anin menghembuskan nafas, mulai mendekatkan wajah mereka. Tara kaget, berusaha untuk membaca gerak-gerik Anin yang sialnya tak pernah bisa ia tebak.

Detik berikutnya, tanpa aba-aba apapun, tanpa ia sadari. Bibir Anin mendarat pada bibirnya, mengecup dengan singkat disana, sebelum sebuah senyum menghiasi bibir Anin. Riuh tepuk tangan membangunkan Tara dari rasa kagetnya, menatap sekeliling dan mulai memahami situasi. Sebelum bertindak lagi, Tara menatap Ica dan Gara yang juga tengah tersenyum menatap mereka, hingga akhirnya Tara memulai lagi ciuman yang tadi Anin mulai dengan tanpa persetujuannya.

Anin mendapatkan serangan balik, gemuruh hatinya memperingati untuk tidak terbuai. Tapi sialnya, memang hati dan pikiran tidak pernah sejalan, ketika otaknya bilang ia harus berhenti, tapi Anin malah menikmatinya dan parahnya lagi, ia membalas ciuman yang semakin panas itu.

Malam itu, pesta pernikahan Annisa dan Anggara menjadi saksi. Bagaimana perasaan keduanya yang semakin rumit untuk dimengerti, sejalan dengan Anin yang semakin meyakini perasaannya untuk Tara. Ada Pria itu yang meragukan perasaan aneh yang kian terbit seiring dalamnya ciuman mereka. 

.

.

.

.

.

BERSANBUNG

RANIN #BagiandariRASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang