13

136 25 5
                                    

Chapter 13

Tiffany memasuki kabin pesawat dan mendudukkan pantatnya di kursi penumpang. Penerbangan di pagi hari selalu menjadi daya tarik tersendiri di mata Tiffany. Ia bahkan dengan sengaja melakukan web chek in melalui aplikasi tiket milik ibunya dan memilih kursi terdekat dari jendela agar bisa memandang langit Tokyo di pagi hari.

Di sebelahnya seorang pria yang memakai masker berwarna hitam dan mengenakan topi tampak tertidur atau mungkin menikmati musik melalui earphone-nya padahal pesawat belum tinggal landas.

Beberapa menit setelah pesawat tinggal landas dan lampu peringatan tanda sabuk pengaman telah di padamkan, Tiffany mengambil pensil dan kertas sketsa yang selalu di bawanya.

Tangannya dengan gemulai menggambar sketsa langit Tokyo yang ia lihat dari jendela pesawat yang berhiaskan awan-awan putih, sedangkan pria di sampingnya adalah Jonathan dan dengan bantuan Livia,  ia bisa tahu kemana Tiffany akan melanjutkan kuliah, jam berapa gadis itu terbang ke London, bahkan nomer kursi yang dipilih Tiffany dengan mudah Jonathan bisa mengetahuinya.

Hana, ibunda Tiffany adalah pemilik aplikasi berbasis penjualan tiket pesawat, hotel, dan kereta api yang bisa di akses di seluruh dunia. Aplikasi itu di buat oleh Naoki. Konon itu sebagai hadiah tanda terima kasih Naoki kepada Hana di masa lalu, sedangkan Jonathan adalah orang yang bertindak memelihara dan mengembangkan pembaruan-pembaruan pada aplikasi itu hanya melalui nomer ponsel Tiffany.

Isi ponsel Tiffany bisa Jonathan acak-acak walaupun mereka berada di belahan bumi yang berbeda. Namun, Jonathan tidak melakukan hal tidak sopan seperti itu. Ia hanya perlu mengetahui penerbangan dan kursi yang dipilih Tiffany.

Jonathan menyeringai senang. Rencananya nanti di London ia berniat membalas kekesalannya pada Tiffany yang begitu berani menolaknya. Ia mengambil ponselnya dan mengambil foto Tiffany yang  sedang membuat sketsa. Dari ekspresi gadis itu tampak sangat menikmati setiap goresan pensil yang dihasilkan di atas kertas.

Tiffany menyesap kopinya. Transit 9 jam di Doha benar-benar membuatnya bosan. Beberapa buku yang ia bawa telah habis dibacanya dan mulai memasang earphone-nya untuk mendengarkan musik dan membuka aplikasi manga di ponsel pintarnya.

“Jadi kau seorang otaku?” Suara itu mengagetkannya, karena earphone yang terpasang di telinganya dilepas secara tiba-tiba .

Refleks Tiffany menoleh dengan sedikit panik. Namun, ia segera merubah ekspresi paniknya dengan tatapan dingin khas gadis itu saat melihat siapa orang yang mengejutkannya. Sebenarnya ia lebih terkejut, karena mengetahui pria yang berada di sampingnya sepanjang perjalanannya adalah Jonathan. Ia mendadak merasa bodoh, karena sama sekali tidak menyadari kehadiran pria sok tampan itu.

Tiffany mengatupkan bibirnya dengan erat dan melanjutkan membaca manga di ponselnya.

“Di London nanti dengan siapa kau akan tinggal?” tanya Jonathan sambil menarik kursi di depan Tiffany

“Aku rasa bukan urusanmu Joe,” jawab Tiffany singkat.

“Apa salahku, Tiffany? Sejak kecil kita tumbuh bersama, tapi sejak sekolah menengah atas sikapmu berubah padaku,” ujar Jonathan serius. Ia mengambil ponsel Tiffany dan memasukkan ke dalam saku jaketnya, mencabut kabel earphone yang menempel di ponsel gadis itu.

“Sikapku biasa saja. Seiring berjalannya waktu kita tumbuh bukan lagi anak-anak yang gemar bermain bersama. Aku rasa itu wajar,” jawab Tiffany dengan santai.

Jonathan memandang wajah Tiffany. Rambutnya kini di cat kecokelatan, matanya bulat, kulitnya putih, bibirnya tipis, dan tidak suka memakai poni seperti kebanyakan gadis-gadis di Jepang. Gadis ini agak keras kepala sejak kecil dan selalu serius dalam belajar. Tiffany memang tampak lebih cantik sekarang setelah dewasa.

“Apa alasanmu menolakku?” tanya Jonathan tiba-tiba.

“Menolakmu? Kapan?” tanya Tiffany dengan sinis.

“Oooh jadi kau menerimaku?” jawab Jonathan tak kalah sinis.

"Bahkan jika semua pria dimuka bumi ini mati, aku masih tetap tidak mau menjadi pacarmu," cibir Tiffany dalam hati.

Tiffany tersenyum tipis sambil memandang Jonathan.

“Aku bukan gadis yang banyak memiliki waktu luang untuk mendengarkan bualanmu, Joe.”

“Aku tidak membual padamu.”

“Hahahaha.” Tiffany tertawa lepas. Ia bahkan sampai menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya.

“Joe, lebih baik kau simpan rayuanmu untuk para gadis di London nanti.”

“Satu-satunya gadis yang ingin aku jadikan pacar adalah kau,” jawab Jonathan serius.

“Tapi aku tidak ingin menjadi pacarmu, Joe,” jawab Tiffany datar.

“Suatu saat kau sendiri yang akan datang padaku meminta aku menjadi pacarmu dan saat itu aku sudah tidak menginginkanmu lagi,” kata Jonathan penuh percaya diri.

“Itu tidak mungkin. Jangan terlalu percaya diri!” jawab Tiffany sinis.

Tiffany merasa semakin muak dengan kata-kata yang keluar dari bibir Jonathan. Ia berdiri dan sambil mengulurkan tangannya.

“Ponselku!”

Dengan malas Jonathan mengeluarkan ponsel Tiffany dari sakunya dan mengulurkan pada gadis itu. Pandangan mata Jonathan tidak lepas dari wajah Tiffany.

Secepat kilat Tiffany menyambar ponselnya dan meninggalkan Jonathan. Gadis itu bahkan tidak peduli lagi dengan buku-buku dan tumpukan kertas sketsa miliknya. Jonathan mengemasi kertas-kertas itu dan memasukkan ke dalam tasnya.

Pesawat yang mereka tumpangi telah mendarat di London. Mereka terus bungkam tidak saling bicara lagi. Setelah melalui imigrasi dan mengambil bagasinya, Tiffany berjalan melalui Jonathan dengan acuh.

Gadis itu menghampiri seorang pria bermata biru, Tubuhnya tinggi, dan hidungnya mancung. Pria itu langsung memeluknya. Mereka bahkan berbicara dengan bahasa mandarin membiarkan Jonathan mematung melihat keakraban mereka, lalu pergi meninggalkannya begitu saja. Ada gejolak amarah di dadanya saat melihat seorang pria menjemput Tiffany. Apalagi pria itu memeluk gadis yang ia incar untuk menjadi calon pacar pertamanya.

Ingin rasanya Jonathan menghancurkan wajah pria bermata biru itu. Namun, dari postur tubuh dan wajahnya jelas bukan tandingan pria yang tampak terlihat lebih tua beberapa tahun darinya.

Jonathan mendengus kesal.

Storm of Love 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang