Chapter 8
Sesampainya mereka berdua di London, Olivia masih mengalami jetlag. Ia hanya berguling-guling di atas tempat tidurnya dan mulai frustasi karena tidak bisa memejamkan matanya. Akhirnya ia memutuskan untuk mandi meskipun waktu telah menunjukkan jam 12 malam ia merendam tubuhnya di air hangat dan setelah mandi Olivia mencoba memejamkan matanya kembali dan akhirnya berhasil tertidur.
Paginya setelah membuat sarapan untuk Derren dan dirinya, gadis itu bergegas pergi ke kampus tanpa memedulikan Derren yang belum keluar dari kamarnya.
“Miranda, apa kabarmu?” sapa Olivia pada sahabatnya sambil duduk di samping temannya.
“Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?” kata Miranda.
“Baik. Miranda, apa kau telah mengumpulkan tugasmu?”
Miranda mengerutkan keningnya. “Tugas? Tugas apa?”
“Mata kuliah Anatomi, bukankah minggu lalu....”
“Tidak ada tugas, Olivia."
“Sial!” jerit Olivia dengan suara tertahan dan mengusap sebelah wajahnya. Derren menipunya!
“Kenapa?” tanya Miranda benar benar bingung.
“Miranda, mulai besok aku akan tinggal di asrama. Aku akan menemui kepala asrama hari ini juga, bisakah kau membantuku?”
“Benarkah?” Miranda begitu antusias.
“Ya. Aku serius,” jawab Olivia yakin untuk mengakhiri semua penderitaannya yang disebabkan oleh Derren.
Hari itu juga Olivia mengurus semua hal-hal yang diperlukan untuk tinggal di asrama dan sore harinya kembali ke apartemen lalu mengemas seluruh barang-barangnya. Ia bergegas memanggil taksi menuju asrama putri, gadis itu bahkan tidak lagi bisa menunggu besok untuk segera pindah. Olivia tidak ingin melihat wajah Derren lagi.
Perasaan bencinya pada Derren telah sampai ke ubun-ubun dan Olivia bersumpah akan menganggap Derren sebagai orang yang tak pernah ia kenal.
Sesampainya di kamar asramanya tanpa merapikan barang-barangnya Olivia masuk ke dalam selimutnya mulai memejamkan matanya. Namun, Ponselnya tidak berhenti berdering. Derren tak henti-hentinya meneleponnya hingga ingin rasanya ingin membanting ponselnya.
***
Di tempat tinggalnya, Derren menyadari kamar Olivia tampak sepi tidak ada pergerakan. Ia membuka pintu kamar gadis itu dan menyalakan lampu kamar, alangkah terkejutnya semua barang gadis itu tidak ada, Olivia melarikan diri.
Berbagai perasaan takut tiba-tiba menyeruak. Derren takut Olivia pergi bersama pria yang meneleponnya melalui video call beberapa hari yang lalu ketika mereka berada di Tokyo. Apalagi Olivia tidak menjawab panggilannya dan telah mematikan ponselnya.
Paginya ia bergegas pergi ke kampus untuk menemui Olivia dan menyeretnya kembali tinggal bersamanya, tapi sayangnya ia tak mendapatkan keberadaan gadis itu hingga sore hari.
Sementara Oliva sedang merapikan barang-barangnya, memasak, dan membuat kue bersama Miranda lalu keduanya memanjakan diri mereka merawat kulit wajah wajah dan rambut mereka. Saking asyiknya Olivia sampai lupa tidak menyalakan ponselnya hari itu hingga keesokan paginya saat pergi ke kampus dan seorang pria menjulang tinggi menatapnya dengan pandangan dingin bercampur amarah berdiri tepat di depannya.
Olivia melewatinya seolah melewati udara dan masuk ke kelasnya. Ketika jadwal kelas berakhir Olivia pergi ke kantin bersama Miranda, di sana ia bertemu Theo dan segera bergabung.
“Kau terlalu lama bolos di kegiatan club paduan suara,” kata Theo.
“Maafkan aku, Theo! Aku masih ada 1 kelas lagi nanti setelah kelas berakhir aku akan datang ke ruang club,” kata Olivia
“Kami menunggumu,” kata Theo. “Miranda, apa kau ingin bergabung?”
“Terima kasih,Theo. Tapi, aku rasa aku tidak memiliki bakat bernyanyi,” kata Miranda
Tiba tiba sebuah tangan besar mencengkram pergelangan tangan Olivia dan menyeretnya.
“Derren!" pekik Olivia.
“Kembali bersamaku!”
“Aku masih ada kelas jam 1 siang.”
Derren tidak memedulikan dan tetap membawa Olivia menuju parkir dan dengan paksa memasukkan Olivia ke dalam mobilnya. Sementara Theo dan Miranda kebingungan menyaksikan pemandangan Derren yang terkenal dingin dan acuh pada mahasiswi terlihat sedang menyeret seorang gadis berwajah asia ke mobilnya.
“Jadi, kau tinggal bersama pria itu?” tanya Derren dengan nada sinis.
“Kalau iya kenapa?” Olivia menjawab dengan nada suara tinggi.
“Akan aku laporkan pada Papi,” ancam Derren.Ia dan Jonathan biasa memanggil ayah Olivia dengan panggilan seperti Olivia memanggil ayahnya.
“Laporkan saja! Aku tidak peduli lagi pula kau tidak ada urusan denganku, Derren bodoh!” Olivia selalu membalas kata-kata Derren dengan nada tinggi, karena sangat emosi mengingat kejailan Derren yang membuatnya mengerjakan tugas palsu.
“Aku bertugas menjagamu selama kau berada di sini, Olivia bodoh,” kata Derren dengan nada tidak senang.
“Aku bukan anak kecil. Aku tidak perlu dijaga olehmu, orang yang selalu memanfaatkanku!" kata Olivia sambil melotot galak.
“Minggu depan Keiko datang ada kompetisi piano. Dia akan tinggal bersama kita selama kompetisi berlangsung,” kata Derren nada suaranya telah kembali datar.
“Aku telah memutuskan untuk tinggal di asrama.Aku tidak ingin tinggal bersamamu. Kau tahu aku sangat membencimu, Derren. Dan masalah Keiko datang, aku juga tidak ada urusan!” Olivia tidak sedikit pun menurunkan nada suaranya malah semakin galak.
“Baiklah. Masalah tugas palsu itu aku minta maaf," kata Derren dengan lembut.
Olivia tertawa sumbang. “Apa? Seorang Derren meminta maaf?"
Derren menyeringai licik. “Kembali, atau kau ku seret paksa?”
“Aku lebih suka tinggal di asrama. Tolong hargai keputusanku!”
“Olivia, kau benar-benar membuatku marah.” Derren menggeretakkan giginya kesal.
“Derren, kau benar-benar pria pemaksa. Asal kau tahu, aku tidak mau peduli padamu,” kata Olivia seraya membuka pintu mobil. “Oh iya, Derren, aku benci kau!" kata Olivia sambil membanting pintu mobil dengan kencang lalu berlari menjauhi mobil itu.
***
Sore hari ketika Olivia kembali ke asrama, Miranda menyambutnya dengan tatapan meminta penjelasan.
“Miranda, hubungan kami bukan seperti yang kalian kira,” kata Olivia sambil menghempaskan tubuhnya di sofa.
“Kau diam-diam mengenal pria idola nomer satu di kampus, bahkan aku yakin kalian sangat dekat”
“Aku mengenalnya sejak balita, karena kami bersepupu.”
“Apa?” Miranda sangat terkejut.
“Miranda, kau berlebihan. Kami bersepupu. Papiku dan Mommy Derren mereka kakak beradik.”
“Tapi wajahmu Asia dan Derren....”
“Tentu saja berbeda. Ayahnya Derren berdarah Eropa. Dan Derren adalah musuh terbesarku sejak kecil. Aku membencinya dan dia juga membenciku. Aku sangat membenci Derren dan ingin mencekiknya hingga mati,” racau Olivia lalu menceritakan seluruh keburukan Derren yang membuatnya muak.
Miranda tertawa karena sikap Olivia menceritakan semua keburukan Derren dengan begitu menggebu-gebu dan seolah-olah benar benar ingin mencekik saudara sepupunya itu.
“Aku yakin wanita yang menjadi istrinya kelak akan menjadi wanita yang paling malang di muka bumi ini,” kata Olivia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Storm of Love 21+
RomanceZona panas 21++++!!! Cerita dewasa! "Olivia, dengarkan penjelasanku" kata Derren sambil mendekati Olivia "Jangan mendekat" kata Olivia dinginsaraya menggelengkan kepalanya pelan. "Olivia, aku bisa jelaskan, oke? Mari bicara baik-baik, bujuk Derren. ...