Edwin berjalan sendirian sembari menggendong tas sekolahnya. Hari ini dia pulang sendirian karena teman-temannya berpencar untuk mengerjakan urusan mereka masing-masing. Taufan daftar olimpiade, Ndaru kontrol cideranya, dan Yudha sedang kumpulan di tempat SSB.
Sesekali Edwin menyapa santri lain yang lewat. Ia tersenyum ceria sepanjang jalan.
"Edwin, lo ikut lomba dakwah bahasa Arab, ya?" tanya salah satu santri yang menghampirinya.
Edwin berhenti berjalan dan menjawab, "Iya, gue ikut."
Kedua santri itu menahan tawa setelah mendengar jawaban Edwin. Edwin terdiam dan merasa kebingungan.
"Kenapa?" tanya Edwin.
Orang yang bertubuh tinggi berkata.
"Yakin? Lo aja udah lomba berkali-kali dan kalah mulu."
Senyum Edwin tetap ada walaupun dirinya diremehkan. Sakit hati? Tentu, tapi untuk apa menunjukkannya? Tidak penting.
"Doain aja kali ini menang."
"Tapi, emang lo beneran bisa? Nanti lo disuruh masuk mobil warna putih buat berangkat ke tempat lomba, malah masuk mobil kuning."
Mereka berdua menertawakan Edwin. Respons Edwin masih sama, hanya tersenyum saja.
"Gue usahain kagak salah masuk, deh!"
"Apa kata lo aja, dah. Yang terbaik buat lo."
Edwin menganggukkan kepalanya sembari berkata, "Aamiin, makasih udah doain."
Mereka berdua pergi dari hadapan Edwin. Senyum Edwin luntur, ia menundukkan kepalanya dan berjalan cepat menuju kamarnya.
Saat hendak masuk ke dalam kamar, ada yang memanggil dari belakang.
"Assalamualaikum, Edwin!"
Edwin menoleh dan menunjukkan senyuman ramah kepada orang yang memanggilnya, dia adalah santri kamar sebelah bernama Fahad.
"Waalaikumsalam, Fahad. Ada apa? Sini duduk dulu jangan berdiri aja."
Edwin menunjuk kursi yang ada di teras kamar. Fahad duduk di sana sebelum bercerita.
"Kayak sama siapa aja, gak usah terlalu sopan sama aku."
Edwin duduk di kursi yang masih kosong.
"Terbiasa begini. Jadi ada perlu apa?"
"Jadi begini, Win. Punya uang 20 ribu gak? Mau pinjam buat beli sabun. Kalau gak ada juga gak apa-apa, gak maksa."
Edwin terkekeh dan merogoh kantung jas seragamnya. Ia mengeluarkan uang 20 ribu dari kantungnya dan memberikannya kepada Fahad.
"Nih, gak usah diganti, ya."
Fahad terkejut, baru kali ini ada orang diminta meminjam uang tetapi santai dan malah tidak mau dikembalikan.
"Gak enak sama kamu. Nanti aku ganti sehabis dapet kiriman."
Edwin menggelengkan kepalanya.
"Gak usah, cuma 20 ribu. Kalau butuh apa-apa bilang aja, ya."
Fahad menggaruk tengkuknya.
"Win, jangan keseringan begitu, nanti kamu dimanfaattin."
"Gak apa-apa, berarti gue bermanfaat buat orang lain."
Fahad kebingungan sendiri menghadapi sikap Edwin. Baru kali ini ia kenal orang seperti Edwin, calon-calon kuburan luas dan masuk surga di akhirat nanti.
Aamiin ....
"Ya udah, makasih banget, ya. Aku pergi dulu mau beli sabun. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, hati-hati, ya!"

KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Kalangan Bawah.
Ficção Adolescente"KITA JUGA PUNYA CITA-CITA!" Hidup memang tidak selalu berpihak pada kita. Kekayaan dan privilege menjadi salah satu senjata bagi orang-orang menggapai impiannya. Lalu, jika ada yang tidak memiliki itu semua, apa akan tetap bisa menggapai impiannya...