Bagian 22

948 36 8
                                    

"Sebenarnya berat hati saya melepaskan kamu, Kay. Kamu guru favorit anak-anak. Betapa sedihnya mereka kalau kamu tidak di sini lagi. Belum lagi para orang tua mereka. Tapi, yang namanya perintah suami, tentu lebih utama dan wajib untuk dipatuhi," papar Ustazah Miftah, saat Kayla membicarakan perihal pengunduran dirinya dari TK tersebut.

"Iya, Ustazah." Kayla mengangguk-angguk dan tersenyum tipis.

Kalau boleh jujur, ia pun keberatan meninggalkan anak-anak tersebut. Namun, Kayla juga tidak punya pilihan lain. Apalagi, Erik bukan hanya sekali memintanya berhenti mengajar. Itu sudah kali kedua dan Kayla tidak mungkin membantah lagi.

"Jika suami saya mengizinkan, saya masih boleh ikut kajian di tempat Ustazah, kan?"

"Tentu saja boleh, Kayla. Kenapa tidak? Eumm ... oh, ya, bagaimana kabar Asya? Saya belum sempat menjenguknya."

"Alhamdulillaah, baik, Ustazah. Operasinya lancar dan isnyaa Allah jika kondisinya sudah dinyatakan stabil, maka dia akan diizinkan pulang."

"Syukur alhamdulillaah kalau begitu. Insyaa Allah, kalau dia sudah pulang ... saya jenguk ke rumah saja."

Lagi-lagi Kayla mengangguk dan tersenyum.

Tiba-tiba Ustazah Miftah memperhatikan raut wajah Kayla dengan saksama. "Bagaimana pernikahanmu, Kay? Kamu menjalaninya dengan baik, kan?"

"Saya sedang mencoba dan juga sedang belajar, Ustazah. Walau memang tidak mudah dengan posisi saya saat ini. Namun, ketika sudah memutuskan sesuatu, artinya kita memang dituntut untuk menjalaninya sepenuh hati, bukan?"

"Benar. Semoga pernikahan resmi kalian bisa disegerakan agar semuanya jelas dan kamu tidak perlu lagi mendengar tudingan-tudingan miring di luar sana."

"Aamiin. Terima kasih doanya, Zah."

"Sama-sama."

***

Saat orang tua murid bertanya kenapa Kayla mengundurkan diri, ia hanya beralasan akan menikah dalam waktu dekat. Beberapa orang murid ada yang menangis saat tahu Kayla akan pergi. Hal itu membuat Kayla pun tak kuasa menahan air mata. Namun, keputusan yang telah ia buat, adalah demi rasa patuhnya pada Erik. Lelaki yang telah berstatus sebagai suaminya.

"Banyak banget kadonya, Kay," komentar Erik, ketika ia menjemput Kayla hari itu. Hari di mana sekolah mengadakan pesta perpisahan kecil-kecilan untuknya. Kayla sudah menolak pesta tersebut, tetapi tidak dengan Ustazah Miftah. Kata beliau, itu adalah sebagai ucapan terima kasih atas pengabdian Kayla selama ini.

Kayla hanya tersenyum sekilas menanggapi komentar Erik. Lalu menutup pintu pintu mobil bagian belakang setelah menaruh hadiah-hadiah itu. Matanya yang tampak sembab dan merah, terasa perih. Menandakan kalau tadi ia telah banyak menangis.

Erik terenyuh melihat raut wajah sang istri, setelah perempuan itu duduk di sampingnya. Ada rasa bersalah karena telah merebut dunia Kayla, tetapi Erik melakukan itu semata-mata demi kebaikan sang istri.

Suasana sekolah terlihat sudah sepi. Pandangan Kayla tak lepas dari gedung sederhana yang telah mengajarkannnya banyak hal selama ini. Tempat yang  membuatnya nyaris mampu melupakan Erik, karena tenggelam dengan dunia anak-anak.

"Maafkan aku, Kay!"

Erik menyentuh jemari Kayla, membuat perempuan itu terkesiap dan langsung menoleh.

"Aku telah membuatmu sedih."

"Abang, bicara apa?" Kayla menarik pelan tangannya dari genggaman Erik, kemudian ia yang menggenggam jemari suaminya.

"Sedih ini hanya sementara. Nanti juga hilang seiring waktu sampai aku terbiasa. Bukankah dengan menikah, artinya aku tidak boleh egois dengan diriku sendiri? Ada seorang imam yang harus kupatuhi perintahnya. Ada seorang lelaki yang harus kupenuhi setiap keinginan-keinginan baiknya."

Dikhitbah Masa Lalu (Dalam Proses Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang