PROLOG

76 23 3
                                    

"Kenapa si maa? Semua ga harus diselesaiin sekarang." ucap Nadlyne sambil memegang gagang sapu ijuk.

"Haa ga selesai sekarang? Masakan mama ga mateng tau rasa. Lagian, kakak nyapu mulu dari tadi ga selesai-selesai megang HP mulu. Nyapu cuma sebentar kak, waktu kamu nyapu sama main HP 1:70. Masih ga ikhlas aja ninggal HP. Kakak kan-" cerewet Safa.

"Huss ma, masih pagi udah pidato aja." sela Relga.

"Ini juga anak cowok. Ke dapur, mata masih belekan. Apa ga malu sama istri nanti, ke mana-mana mata masih belekan. Mimpi apa mama punya anak kayak kalian." Relga ikut kena semprot.

"YANG ADA KAMI YANG MIMPI APA PUNYA MAMA KAYAK MAMA." ucap mereka bersamaan seraya ber-tos ria di meja makan.

"MABEL RELGA UANG SAKU KALIAN ILANG SEMINGGU."

"Astaghfirullah halladzim." ucap Reynald duduk disebelah mama.

"Ini lo pa, masak mama gamau kasih uang jajan buat adek sama kakak." melas Nadlyne

Reynald melirik sebentar, "Yaudah minta ke sebelah aja."

"Lah kan ga ada rumah disebelah rumah tempat kita tinggal pa, trus minta siapa? bicara sendiri dong?"

"Kaka kan udah kelas 2 SMA? ko kaka masih bodoh si? Udah jelas kita ga dapet uang saku dong." Relga berbicara santai.

Sebenarnya, perdebatan panjang ini akan sulit diakhiri.

Mama memasak ayam kecap kesukaan mereka, jika terlalu lama berdebat akan membuat mereka terlalu banyak menyiakan waktu.

Perdebatan ini sudah biasa terjadi di meja makan.

"Selalu enak masakan mama." pujian dilontarkan papa.

Dan diakhiri dengan memuji masakan mama.

∆∆∆

1 tahun kemudian.

"Gamau pa. kaka gamau kuliah di UI, maunya di UGM kayak Meisya."

Nadlyne mulai menentukan univ pilihannya. Karna ia terdaftar siswa eligible. Tentu Nadlyne ingin mencoba SNBP. Rezeki kan lewat dari mana saja, lewat meteor muter jedog mendarat juga bisa.

"Apa salahnya nurut sama papa? UI deket dari rumah kamu bisa PP. kalo di UGM kamu jauh dari rumah kak, papa ga bisa mantau kakak."

Nadlyne sepertinya kurang berbakat dalam merayu. Bagaimana Reynald akan memberi izin dengan mudah? Sedangkan Nadlyne pribadi yang sembrono. Nadlyne memang tidak bodoh, tapi ia sembrono.

Sekarang mereka serumah. Urusan Nadlyne lupa akan meletakkan barang, mencari baju yang ingin dipakai. Persoalan ini mudah karna ada mama.

Hanya dimana meletakkan topi putih abu saja dia lupa. Padahal, topi itu sudah nangkring cantik diatas kepalanya. Tidak bisa dibayangkan seberapa heboh Nadlyne saat itu.

Nah, jika Nadlyne kuliah diluar kota? Siapa yang akan dijadikan bahu senderan? Siapa yang dapat membantunya? Siapa yang dapat dipercaya?

Relga ikut menyahut, "Udah, ini kan ga ada yang setuju di UI maupun UGM. Gimana kalo kakak kuliah di Unpad aja? Relga denger dari temen, katanya toganya bagus."

"Lah emangnya tau toga gimana?" tanya Nadlyne penasaran.

"Gatau, yang penting katanya bagus. Satu pujian bagus, kan berarti udah pasti bagus." Relga seenaknya.

"Noh! Kan Relga belum ngerti, jadi jangan buat kakak pindah haluan."

Mendengar begitu keras kepalanya Nadlyne. Safa ikut nimbrung,"Mama setuju sama papa, kaka kuliah di UI aja. Udah paling enak di UI."

"Nah biar kaka ga bingung. Ini kan udah deket jadwal waktu pelaksanaan SNBP. Univ yang kaka mau, papa sama mama ga setuju. univ kemauan papa sama mama, kaka yang ga setuju. Jadi biar kita sama-sama clear, kaka kuliah di Unair."

Reynald dan Safa saling lempar pandang cukup lama. Sepertinya Nadlyne juga sama seenaknya dengan Relga. Univ yang dipilih juga mempengaruhi minat pengerjaan tugas yang berlaku. Bagaimana jika anak ini seenaknya?

"Oke setuju. Apa salahnya kuliah di kota pahlawan? Toh keluarga besar kita, belum ada yang berkuliah di Surabaya." senyum Reynald mengembang.

"Oke mama setuju."

•••

"Hasilnya ijo maaa."

"Alhamdulillah, selamat menempuh kesenangan di Surabaya sayang."

•••

Terpaan RenungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang