sembilan belas

850 30 1
                                    

Allesia merasakan pintu mobil terbuka, artinya mereka telah sampai dan aska tidak punya niatan untuk membangunkan adik cantiknya itu. Allesia memutar kepala—melihat bangunan megah dihadapannya, indah sekali. Kemudian lirikannya terpaku pada suasana sunyi di daerah ini, tiba-tiba auranya menjadi gelap sekali.

"Kau akan masuk atau menunggu disitu sampai kaki mu patah. " ucap tegas aska—allesia sangat cantik bahkan dalam keadaan bingung sekalipun. Untuk itu dirinya harus segera menyadarkan gadis itu dari lamunannya.

Dengan tergesa gadis itu bergerak mengikuti aska didepannya. Ketika pintu utama dibuka terlihat beberapa orang menyambut mereka dengan tertunduk. Tak jauh dari sana nampak sosok gadis bergaun mini hitam mencolok yang terlihat—tak menyambut mereka sama sekali. Dan mungkin allesia salah lihat karna wanita itu terlihat cukup mirip dengan dirinya.

Diujung bibirnya terdapat puntung rokok yang dirinya hisap perlahan. Terkekeh sinis atas tamu baru yang akan hadir dikediamannya. Ujung jarinya kemudian menarik rokok itu dan membantingnya kearah lantai.

Aska menatap gadis itu dingin, "antarkan gadis ini kekamarnya naina." Ucapnya tegas.

Ujung bibir gadis itu tertarik—kemudian dengan langkah cepat pergi meninggalkan mereka, tanpa memperdulikan perintah aska.

Allesia bingung, ini pertama kalinya ia bertemu wanita itu. Wanita yang bisa ia pastikan bukan pacar kakaknya. Teman wanita atau apa, dirinya sama sekali tidak mengenal perempuan tadi. Dan bahkan ini pertama kalinya ia melihat wanita yang bertindak tidak sopan seperti itu pada aska.

Dan ya, dirinya berakhir dengan diantarkan beberapa maid ke kamar utama—tepat disebelah kamar aska.

*************

Dimalam gulita tampak satu sosok gadis yang tampak kacau, sesekali mengusap kasar wajahnya. Entah sudah botol keberapa vodka yang diminumnya. Sungguh sebenarnya dirinya muak harus seperti ini terus-terusan, namun hanya dengan botol haram ini dirinya bisa mengusir pikiran-pikiran kacau dikepalanya.

Satu, dua, tiga, empat atau entah sudah botol keberapa. Hanya dirinya sendiri, tak ada orang selain dia disini. Bibirnya terkekeh—merasa kekacauan mulai hinggap dihatinya.

Bukan hanya keluarga, tapi jabatan, hak, kecantikan, reputasi juga tidak ada. Dirinya sendiri, tidak punya apa-apa. Dia hanya punya aska—sebelum pria itu membawa hama dirumah mereka. Hamil diluar nikah, pergaulan bebas dan semua keburukan telah ia jajaki, dan hal paling brengsek yang pernah ia lakukan adalah jatuh cinta pada aska.

Entah mantra apa yang dipunyai oleh pria gila itu sampai-sampai wanita tidak waras seperti dirinya juga ikut terseret. Dulu sekali dirinya adalah teman satu sekolah dengan pria itu dan dari sana mereka berkenalan. Dan entah karna apa pria itu dulu mendekatinya dan menolongnya.

Dulu dirinya pernah hamil dan satu-satu orang yang menolongnya pada saat itu adalah aska, entah apa maksud dari tindakan pria itu, naina tidak mau mengerti.

"Sudah cukup." Tangan yang tadinya ingin menuangkan minuman keras itu tiba-tiba ditahan. Aska tidak pernah menahannya melakukan apapun, mungkin dulu ketika dirinya hamil.

Naina menghempaskan tangan aska kasar lalu menarik rambutnya sendiri. "Tidak perlu perdulikan aku."

Aska duduk, cukup lama dirinya melihat wanita ini minum begitu banyak. Dan entahlah dirinya merasa naina terlalu banyak hari ini hingga dia mencoba untuk menahan gadis itu.

"Tidak baik untuk kesehatanmu, kau masih menyusui."

Gadis itu memutar bola matanya malas. "Aku tidak perduli dengan anak itu, matipun bukan jadi urusanku."

Tiba-tiba melirik aska dingin, "untuk apa kau bawa dia kesini?"

Pria itu menaikkan alisnya—tanda ia meminta pertanyaan yang lebih jelas dari wanita itu.

Naina melipat kedua tangannya kedada. " dia gadis itu kan, wanita yang begitu kau cintai. Tapi menurutku tidak perlu membawanya kesini, aku juga tidak ingin melihatnya."

Aska terkekeh sinis—menurutnya pertanyaan naina sangat lucu. "Aku tidak minta pendapatmu, kau tidak memiliki hak untuk melarangku."

Naina membuang wajahnya kesamping.

Aska berdiri, dirinya sedikit menyesal menjawab pertanyaan wanita itu yang menurutnya sangat tidak penting. Meski naina adalah wanita pertama yang memasuki rumah ini bukan berarti dia memiliki hak untuk meminta atau melarangnya, seharusnya wanita itu mengerti.

"Sebenarnya apa yang membuatmu menolongku selama ini, kalau bukan karna menyukaiku lalu kenapa kau masih mengharapkan wanita itu?"

Aska menyeringai. "Aku menyukaimu, itu tidak mungkin. Dan bahkan kau tidak cukup layak untuk bersaing dengannya naina, ingatlah siapa dirimu."

Wanita itu kesal, " lalu mengapa, aska kau bukan orang baik yang menolong orang lain tanpa alasan. Kau juga tidak membenciku. Lantas kenapa, apa yang sedang kau rencanakan sebenarnya. Kalau memang aku tak cukup layak untuk sendirian disini, usir saja aku."

"Berani sekali, kau pikir kau siapa hah!"

Aska menendang kursi yang mengalangi mereka berdua, untuk menatap gadis itu—lebih dalam. "Aku sudah katakan kau tidak memiliki hak untuk mengaturku. Apa yang aku inginkan itu bukan urusanmu, dan pergi dari sini. Apa otakmu masih waras. Kau—tak lebih dari gumpalan sampah jika aku tidak memungutmu, mengerti."

Aska terkekeh sinis. "Memangnya setelah pergi dari sini kau akan kemana. Kau pikir akan ada manusia baik yang akan memungutmu, atau kau akan menunggu pangeran berkuda putih yang akan menjemputmu, bullshitt—tidak ada manusia seperti itu sialan. Kau hidup didunia nyata bukan dunia hanyalan."

"Jika kau ingin tau alasanku, coba berkaca dan tatap dirimu dicermin agar kau tau jawabannya."

Bekali-kali naina tanya, dan aska selalu menjawab jawaban yang sama. Kau harus berkaca untuk tau alasanku menolongmu dan sampai sekarang dia tak tau apa maksudnya. Kemudian suara tangisan bayi menyadarkan mereka berdua yang menatap dingin satu sama lain.

"Kau bukan hanya menjadi manusia yang gagal, kau juga jadi ibu yang tidak baik."

Naina kerkekeh sinis. "Aku mempertahankannya karna aku memiliki misi yang akan membuatmu hancur. "

Aska menyengit tidak mengerti, dasar wanita gila pikirnya. Kakinya dengan cepat bergerak menjauhi gadis itu dan kini tak terlihat lagi.

Gadis itu menatap punggung aska sendu. dulu sekali, bahkan—disaat semua orang menatapnya sebagai sampah hanya aska yang menatapnya sebagai seorang manusia. Pria kasar yang dikenal orang-orang itu membantunya untuk merawat bayinya. Sering sekali ia mendapati aska pulang dengan wajah sedih. Tidur dipelukannya walaupun dirinya tau yang laki-laki itu mimpikan adalah wanita lain.

Agak bodoh menggangap bahwa dia cukup istimewa sampai hadirnya wanita itu dikediaman mereka. Ia pikir dirinya dan allesia tidak mungkin disatukan, namun entah apa yang dipikirkan pria itu.

Sakit sekali, sungguh—jika saja naina tidak pernah mencintai aska mungkin tidak akan pernah seperti ini.




💽🪘🪗

Sorry LiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang