3. Keluarga

97 30 2
                                    

My Dearest Brother ||3. keluarga

***

Sejujurnya, Jo masih punya pembahasan yang ingin dia luruskan dengan Brian. Tentu saja perihal pembicaraannya yang belum selesai setelah sesi foto tadi lantaran kedatangan dua temannya.

Akan tetapi, tepat setelah dua temannya pergi, niatan Jo untuk kembali bicara dengan Brian harus tertunda lantaran orangtua mereka langsung mengajak mereka pulang. Makan bersama di sebuah restoran lebih tepatnya.

Katanya, mereka ingin merayakan kelulusan dua anak mereka. Persis seperti ucapan Rudi yang Jo curi dengar saat Rudi bicara—dan bertengkar dengan Brian di sambungan telepon terakhir kali.

Dan di sinilah mereka sekarang. Duduk berempat di meja bundar di salah satu restoran chines food yang lumayan terkenal.

Dengan formasi Jo duduk di samping Reva, dan Brian di samping Rudi. Sedangkan Reva dan Rudi duduk bersebelahan. Artinya, Jo dan Brian pun duduk bersebelahan. Dengan Brian yang sedari tadi anteng sekali. Terkesan santai, tanpa beban. Asik mengobrol, bahkan terlihat senang hati menyahuti Reva saat Reva banyak bertanya.

Malah sebelumnya, dengan besar hati Brian meminta maaf atas sikapnya di masalalu pada Reva, akan tetapi, Reva buru-buru meminta jangan dibahas lagi masalah yang dulu-dulu karena Reva sudah melupakannya. Jadi tidak ada lagi yang harus dimaafkan.

Dari pengamatan Jo, yang Jo lihat permintaan maaf Brian untuk Reva tulus. Dan lagi, Jo tau Brian. Dia tidak pernah berbohong untuk masalah itu. Karena kalau dia belum memaafkan orang tersebut, jangan harap akan ada kata maaf keluar dari mulutnya sampai kapan pun, dan apapun yang terjadi.

Dan sikap Brian saat ini semakin membuat bingung. Benarkah Brian sudah menerima keadaan?

Tapi intinya, makan malam kali ini berjalan kondusif. Tidak ada lagi drama dan kejadian yang membuat trauma seperti ketika pertama kali mereka duduk bersama di satu meja untuk makan malam. Yang tidak lain karena Brian yang tiba-tiba mengamuk, menggebrak meja dan hampir membalikkan meja tempat mereka ketika Rudi mengatakan kalau dia akan menikahi Reva. Sambil berteriak dengan sangat lantang kalau dia tidak setuju, dan tidak akan pernah setuju sampai kapanpun kalau Rudi sampai menikah dengan Reva. Lantas setelahnya, Brian pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi dalam keadaan amarah yang berkobar.

Padahal, sepanjang mereka kenal sampai akhirnya berhubungan, lalu tinggal bersama. Brian tidak pernah sekalipun marah. Tidak pernah sama sekali. Justru dia lebih sering mengalah pada Jo yang lebih sering marah, sensi, dan meledak-ledak. Akan tetapi, amarah Jo itu gampang sekali reda. Terlebih setelah Brian meminta maaf—walau kadang bukan dia yang salah—atau melakukan hal konyol yang sanggup membuat Jo tak bisa menahan tawa.

Benar kata orang, amarahnya orang yang tidak pernah marah itu lebih menyeramkan ketimbang orang pemarah. Brian buktinya. Jo sampai ketakutan sendiri saat melihat melihat raut wajah Brian malam itu.

Saking ketakutannya karena raut wajah murka Brian—yang baru kali itu Jo lihat—yang memang semenakutkan itu, Jo sampai kewalahan menenangkan Brian yang kembali mengamuk ketika mereka kembali ke apartemen. Brian melempar semua barang yang ada di sana sampai setiap sudut apartemen hancur berantakan. Sambil terus saja berteriak dia tidak akan mengizinkan kedua orang tua mereka menikah kecuali dia mati.

Artinya, Brian tidak akan mengalah walau itu untuk Ayahnya sendiri. Terlebih, hubungan Rudi dan Reva baru berjalan satu tahun. Sedangkan Brian dan Jo sudah berhubungan selama hampir tiga tahun lamanya. Artinya, lebih dulu mereka yang kenal dan punya hubungan khusus ketimbang orang tua mereka yang baru seumur jagung. Yang pastinya, perasaan mereka belum sedalam Brian pada Jo.

Jo menghela nafas tanpa sadar kala ingatannya lagi-lagi terlempar ke masalalu. Dengan mata yang kembali melirik interaksi Brian dan juga Reva. Dimana Reva sedang sibuk menawari Brian segala menu yang ada di atas meja, lalu sesekali akan menyendokkannya untuk Brian ketika Brian mengatakan mau. Dan semua adegan itu diiringi oleh senyuman bahagia dan lega Rudi.

My Dearest BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang