BAB 2 - WARISAN?

165 50 6
                                    



Marco sama sekali tidak paham bagaimana bisa Gabriel tahu bahwa Palm Four adalah restoran favoritnya. Yang buat Marco lebih heran lagi, asisten mendiang papah nya bisa dapet reservasi di restoran ini buat makan siang dirinya. Biasanya Marco datang ke restoran ini bisa menunggu reservasi sampai 2 bulan.

Marco juga bingung, bagaimana cara Gabriel tahu bahwa kopi kesukaannya itu di campur sedikit oleh santan . Marco bahkan belum pernah bicara dengan Gabriel sebelumnya.

Saat ini, Marco sedang duduk sendirian di resto Palm Four menunggu makan siangnya. Kemarahannya masih terasa karena perkenalan dengan Gabriel sebelumnya. Dia masih memahami dari mana Gabriel mendapatkan keberanian untuk berbicara seperti itu padanya?

"Jeng, kenal sama Gabriel Lee?" Tiba-tiba Marco mendengar seorang wanita paruh baya di meja belakangnya berkata. "Maksudnya Jeng, si Gabi?" tanya wanita bergaun merah. Rasa penasaran menguasai Marco saat dia mulai mendengarkan percakapan itu.

"Iya, kabarnya Gabriel ngundurin diri dari Avery Crop," kata wanita paruh baya.

"Astaga... Padahal citra Gabi itu identik dengan Avery Crop ya jeng." balas wanita bergaun merah.

"Bener jeng, Mana kinerjanya bagus juga. Suami saya lagi ngelobi Gabriel, biar setelah keluar dari Avery Crop, bisa masuk ke perusahaan keluarga saya, siapa tau Gabriel mau" lanjut wanita paruh baya.

"Apa ada kemungkinan dia gak mau jadi asisten pribadi dari perusahaan lain, jeng?"

"Kata suami saya sih, Gabriel itu bukan lulusan yang berhubungan sama bisnis. Dia itu lulusan teknik. jadi kemungkinan gak mau nya besar"

"Kok suami Jeng Kani bisa tau?" tanya wanita bergaun merah. Dari obrolan ini Marco baru tahu bahwa wanita paruh baya itu bernama Kani.

"Yaaa.... karena mendiang Pak James selalu cerita gimana cara dia dapetin asisten pribadi yang kompeten, sama rekan-rekan kerjanya." wanita bernama Kani sedikit tertawa mengingat cerita yang pernah diceritakan suaminya. "Jadi ceritanya, Gabriel datang untuk wawancara kerja, sebagai tim teknis mesin perhiasan. Tapi jadwal yang Nathalie buat itu salah, seharusnya bulan juni tapi tertera di surat panggilan wawancaranya itu bulan juli. Otomatis Avery udah terima karyawan teknis yang baru waktu Gabriel datang untuk wawancara.

Karena Natalie sebagai wakil perusahaan yang melakukan kesalahan. Jadi Mendiang Pak James bertanggung jawab atas kesalahan tersebut, dengan cara membiarkan Gabriel tetap melakukan wawancara langsung dengan Pemilik Avery Crop.

Kebetulan mendiang Pak James saat itu juga sedang mencari Asisten Pribadi yang serba bisa. Dari wawancara yang dilakukan, jawaban Gabriel membuat kagum pemilik Avery, selalu ada solusi dari permasalahan yang diajukan saat wawancara."

"Jadi, saat itulah asisten yang 'sempurna' lahir," kata wanita bergaun merah sambil menyeruput tehnya.

"Engga jeng, prosesnya lama itu, dia kan dulunya anak teknik, tau sendiri jeng walaupun anak teknik itu serba bisa, tapi sikapnya kan juga kurang tertata ya. Jadi ya mungkin Pak James sendiri yang mendidik langsung sosok Gabriel sampai kinerjanya bagus seperti ini" Kata Kani.

Aneh....Pikir Marco,

Walaupun Gabriel memang tidak berniat jadi asisten pribadi dari awal, Marco masih tidak suka dengan sikap Gabriel terhadap dirinya.

.

.

.

.

Jam menunjukkan pukul 14:55 ketika Gabriel memasuki kantor kantor pengacara mendiang Pak James Avery. Pria tua beruban itu menatap dari meja kerjanya dan berkata, "Selalu datang lebih awal ya mas Gabi," diakhiri dengan tawa kecil yang berubah menjadi batuk.

"Sudah terbiasa Pak Bagas," Balas Gabriel sambil tersenyum, berjalan mendekati pria itu.

"Apa pak bagas butuh bantuan saya?" Gabriel mengisyaratkan dengan lirikan ke banyaknya tumpukan dokumen yang tergeletak di meja.

"Gak usah mas, saya masih kuat bawanya" kata pria itu dengan senyum ramah.

Bersama-sama mereka berbincang sambil berjalan menuju ruang konferensi yang lebih besar, tempat surat wasiat akan dibacakan. Ketika mereka masuk, seseorang berdehem.

"Pak Marco Avery, senang bertemu lagi, Nak," kata Pak Bagas sambil meletakkan tumpukan dokumennya. "Turut berduka cita," katanya sambil menjabat tangan Marco.

"Senang bertemu dengan Anda juga, Pak Bagas," katanya sambil memberikan senyuman yang langka dari sosok Marco. Pemimpin Avery crop saat ini seolah tidak melihat kehadiran dari Gabriel.

"Sekarang kita hanya perlu menunggu yang lainnya, lalu kita akan mulai," kata Pak Bagas sambil duduk.

Satu jam kemudian, pembacaan surat wasiat hampir selesai. Saat itulah nama Gabriel ikut disebut dalam surat wasiat. Sejujurnya, Gabriel tidak akan datang jika bukan karena mendiang Pak James yang memintanya secara pribadi.

"Dan yang terakhir, tidak kalah penting, asisten dan teman tersayang ku, Gabriel Lee. Untuk Gabi, aku mewariskan penthouse-ku di jakarta selatan, yang sudah tiga tahun terakhir kucoba berikan padanya, tetapi dia tidak pernah menerimanya.

Selain itu, aku mewariskan semua uang di rekening bank yang terdaftar atas namanya."

Mendengar surat wasiat yang dibacakan Pak Bagas, Gabriel mengerutkan kening. Pak James tidak pernah menyinggung soal rekening bank atas namanya? kenapa mendiang berlaku sejauh ini?

"Selain itu, aku mewariskan padanya BMW-ku, mobil yang sudah menjadi favoritnya selama beberapa waktu terakhir."

Setelah itu, pembacaan surat wasiat selesai, tetapi Gabriel tidak banyak mendengarnya. Dia bingung, mengapa mantan atasannya memberikan semua itu pada dirinya? Mengapa atasannya melakukan itu untuknya?

Gabriel merasakan air mata menggenang di matanya, dan dia berusaha mengedipkannya agar hilang. Tangannya berusaha untuk menyeka air matanya.

"Mas Gabi, apa baik-baik saja, mas?" tanya Pak Bagas dengan kekhawatiran yang jelas di wajahnya.

"Saya... baik-baik saja," Jawab Gabriel, menyadari bahwa semua orang di ruangan ini sedang melihatnya. Dengan cepat menenangkan diri, dia duduk tegak dan mengulangi kalimatnya, "Saya baik-baik saja."

.

.

.

BERSAMBUNG...

about me - MEWGULFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang