PROLOG

14 6 7
                                    

“Satu”
“Dua”
“Tiga”
“Hmm ada tiga hantu,” ucap seorang pria yang duduk sendirian di bangku taman. Pria tersebut memakai pakaian yang lusuh dan berbicara sendiri sehingga siapapun yang melihatnya akan mengira bahwa dia adalah orang gila yang tidak punya tempat untuk bernaung.

“Ada tiga?!! Wah jumlahnya jauh lebih sedikit dari minggu yang lalu. Seakan akan mereka menjauh dari tempat kita berpijak. Apakah kamu tahu apa artinya Cicero?” Tanya seorang wanita yang duduk di sebelahnya dengan nada seolah olah ia sudah tahu.

“Hmm entahlah. Tapi beberapa saat yang lalu ketika kamu sedang pergi aku melihat energi roh yang sangat besar terbang pergi ke arah utara melewati taman ini,” jawab si pria.

“Berarti dugaanku hampir benar. Kukira kamu akan melihat energi masif tersebut berkeliaran di dekatmu. Menurutmu apakah kita harus membututi roh besar itu?” Ujar si wanita bertanya kembali. Kemudian pria tersebut hanya mengangguk.

Setelah itu mereka berdua pergi meninggalkan taman menaiki sepeda motor mengejar roh yang dimaksud. “Dia terbang cepat sekali, pegangan lah dengan erat Aurel!!!” Ucap Cicero yang tanpa aba aba menarik gas lebih kencang.

Setelah 20 menit mengejar, sampailah mereka di sebuah rumah pertanian yang letaknya sangat jauh dari perkotaan. Rumah itu memiliki dinding dengan cat hijau dan genteng berwarna cokelat kemerah merahan serta jendelanya yang masih terbuat dari kayu juga memiliki lumbung yang ukurannya sama dengan rumah membuatnya menjadi bernuansa pedesaan yang sangat amat kental.

Roh tersebut terbang sambil mengelilingi rumah pertanian seolah olah rohnya adalah lebah dan rumahnya adalah sarang. Karena hal itu Aurel segera turun dari motor dan mengetuk pintu rumah tersebut.

Setelah 4 kali mengetuk pintu pun terbuka dan muncul seorang nenek tua yang menggunakan alat bantu jalan. Ia memakai baju renda klasik tahun 80 an warna kuning dan rok panjang berwarna cokelat kemerah merahan sehingga ia terlihat seperti ketinggalan zaman. Nenek itu menanyakan siapa mereka berdua dan untuk apa mereka kemari. Lantas Ceciro berdalih bahwa mereka berdua adalah pengembara yang tersesat dan meminta ijin menginap sebentar di rumah Nenek itu. Merasa iba, si nenek memperbolehkan mereka berdua masuk dan menginap beberapa hari.

“Kalian dari Magnopolis ya?, sudah lama sejak terakhir kali aku berkunjung di Magnopolis saat perang dunia kedua,” Ujar nenek sembari menyuguhkan camilan manis dan teh hangat untuk mereka berdua. Setelah itu ia menceritakan panjang lebar sejarah perang dunia kedua tanpa diminta oleh Ceciro dan Aurel.

“Dia nenek yang aneh,” bisik Aurel kepada Ceciro.

Tak terasa malam pun tiba, dan nenek yang sudah mengantuk berjalan perlahan lahan menuju kamarnya. “ Oh iya, kamar kalian berada di dekat ruang makan. Pakailah senyaman mungkin,” ucap nenek kepada mereka berdua.

10 menit berlalu, Ceciro dan Aurel mengendap endap keluar dari rumah supaya tidak ketahuan oleh si nenek. Ceciro mendongak keatas dan melihat energi roh tadi yang saat ini hampir membentuk sesosok manusia karena tingkat energi yang tinggi di sekeliling rumah. Ia sontak memerintahkan Aurel untuk memasang alat penghisap energi di sekeliling rumah.

Ceciro pun bergumam seolah olah ia merapal mantra dan sambil menunjuk roh yang besar, kemudian muncul sambaran petir keluar dari jari telunjuknya menuju roh tersebut. Roh itu berteriak kesakitan dan perlahan lahan menghilang. “Waah mudah sekali, tidak seperti yang kita bayangkan,” ucap Aurel. Ceciro menjelaskan bahwa roh tersebut bukanlah roh kutukan melainkan hanya roh jahat biasa yang sering merasuki tubuh manusia. Oleh karena itu ia dengan mudah mengalahkannya.

Keesokan harinya mereka berdua pamit pergi melanjutkan perjalanan ke negara seberang. Mendengar hal itu si nenek kecewa dan berkata, “kenapa harus sekarang? Nenek sudah masakkan sup ayam yang enak loh. Kapan kapan kalian mampir ke sini lagi yaaa”

Setelah setengah hari perjalanan, mereka berdua tiba di Caelora, Negeri Angin julukannya. “Waaah gedungnya tinggi tinggi. Omong omong kenapa kita pergi ke sini?” Ujar Aurel sembari berdecak kagum. Ceciro menjelaskan bahwa ia mendapat banyak laporan terkait anomali di salah satu desa wisata terpencil di negara itu dan tugas mereka berdua adalah menyelidikinya.

Tiga puluh menit berlalu, akhirnya mereka sampai di tempat yang dituju. Terlihat sang kepala desa melambaikan tangan kepada mereka dari kejauhan. Kepala desa tersebut adalah pria yang masih muda, mungkin masih berusia 25 tahun. Ia mengenakan kemeja lengan panjang berwarna biru tua dan celana jeans ketat.

Setelah memarkirkan motornya di salah satu rumah warga, Ceciro dan Aurel diarahkan ke balai desa. “Kejadian ini mulai muncul 1 bulan Setiap malam kami semua bermimpi disiksa oleh seorang pria jakung di sebuah basement. Anehnya mimpi tersebut sama dan diulang ulang terus sampai sekarang, bahkan ada yang sudah menjadi gila dikarenakannya,” ucap Kepala Desa menerangkan sambil memegang kepalanya seolah olah kepalanya hendak meledak.

“Sudah jelas ini adalah kutukan. Ceciro, apa yang harus kita lakukan?” Tanya aurel. Ceciro menjelaskan bahwa untuk menghapus kutukan itu ia harus melakukannya di malam hari, saat semua orang tengah tertidur. Mendengar hal itu ekspresi wajah kepala desa yang awalnya muram. Putus asa seperti hendak bunuh diri berubah drastis menjadi bahagia. “Baik!!! Akan aku siapkan tempat untuk kalian berdua!!! Kalau boleh tahu kalian suka makanan dan minuman apa? Akan aku siapkan,” ujar kepala desa dengan antusias. Aurel dan Ceciro menolaknya karena mereka telah membeli bekal saat di perjalanan kemari. Ceciro pula berbisik kepada Aurel dan kepala desa bahwa bisa saja kutukan tersebut berasal dari sumber mata air yang sering digunakan oleh warga setempat untuk keperluan sehari hari.

Malam pun tiba, Ceciro, Aurel dan kepala desa pergi ke sumber mata air yang sering digunakan oleh warga. Namun sayangnya dugaannya salah, ia tak melihat roh ataupun kutukan di dalam sumber mata air tersebut. “Hmm kalau bukan karena mata air, lalu apa?” Tanya Ceciro. Tetapi tiba tiba Aurel berbisik kepada dia, ia merasakan ada seseorang yang tengah mengintai mereka berdua dari hutan dekat mata air. Kemudian Aurel berlari menuju ke arah pengintai yang ia rasakan.

Tak butuh waktu lama, Aurel langsung menangkap orang tersebut yang ternyata adalah seorang kakek tu yang kalau dilihat berusia 60 tahunan. “Siapa kamu dan mengapa kamu mengintai kami?” Tanya Aurel dengan Tegas. Kakek itu berdalih bahwa ia adalah warga desa yang curiga terhadap Aurel dan Ceciro karena mereka adalah orang asing yang tiba tiba mendatangi mata air desa.

“Tidak! Dia bukan warga desa sini! Dia adalah penipu!” Teriak kepala desa yang bersama ceciro mendatangi Aurel. Kakek tua itu sontak mengangkay kedua tangannya sembari bilang,” yaah ketahuan deh”.

Kemudian ia berubah menjadi sesosok monster tinggi yang mengerikan. Tubuhnya setinggi dua meter rambut nya menjuntai ke tanah dan giginya panjang bagaikan taring harimau. Meskipun tubuhnya sangat kurus sehingga tulang rusuknya kelihatan, namun ia memiliki kuku yang sangat panjang dan mampu mencabik manusia hanya dalam sekali ayunan. “Mundur jaga jarak!!!” Teriak Ceciro.

Tak sempat, dada kepala desa tercabik oleh monster tersebut dan terkapar seketika.  “Ignis Tempestas!” Teriak Ceciro yang kemudian muncul badai api di hadapannya memerangkap monster tersebut dan membakarnya. “Kalian salah!!! Kalian salah tangkap!!! Aku menyelamatkan desa ini dari bahaya yang sesungguhnya!!! Semua warga desa ini pantas mendapatkan mimpi buruk untuk selamany-,” Teriak sang monster yang kemudian hangus terbakar.

Mendengar kehebohan tersebut para warga bangun dan berkumpul menuju tempat kejadian. “Itu dia! Dia adalah monster yang selama ini menyiksa kita di dalam mimpi!” Teriak salah seorang warga desa sambil menunjuk monster yang hangus terbakar. Aurel menenangkan warga bahwa monster yang dulu telah menyiksa mimpi semuanya sekarang sudah mati dan yang harus difokuskan warga sekarang adalah mengirim kepala desa ke rumah sakit terdekat karena luka cabik yang belum fatal. Akhirnya kedamaian datang ke desa tersebut dan duo Ceciro Aurel pamit pulang ke rumah asal. Atau, benarkah?

Sudah 2 minggu sejak pembakaran monster dan kini siapapun yang masuk ke desa terpencil itu akan hilang dan tak mampu kembali untuk pulang karena dibunuh oleh warga setempat. Benar sekali, desa tersebut ternyata adalah desa para pembunuh yang akan “menyikat” siapapun yang mereka kehendaki.

Mortis EnigmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang