Prolog

47 3 0
                                    

"Berapa umur kamu?"

"24 tahun."

Romanee-Conti 1945 yang baru saja menempel di dinding mulut Glory spontan menyembur keluar. Membelalak tak percaya, Glory tatap wajah lelaki di depannya dengan lebih seksama.

"Be–Berapa?" ulangnya.

"24," jawabnya mempersingkat jawaban seperti yang Glory lakukan sebelumnya. Dengan santai, lelaki itu mengambil tisu yang ada di meja dan mulai mengusapkannya pada lengan. Semburan air tiba-tiba yang didapatkannya ternyata membasahi sebagian lengannya.

"Gila! Kamu bahkan berbeda 7 tahun dengan saya!"

"Lalu?"

Glory menggelengkan kepalanya. Ini, sih bukan pria, tapi bocil!

"Kamu ... Apa yang sebenarnya kamu rencanakan?" Kedikan bahu yang Glory lihat benar-benar mengundang emosinya naik. Apa menurut lelaki itu ia sedang bercanda dan bermain?

"Saya tidak merencanakan apapun. Bukankah perjodohan ini direncanakan oleh orang tua kita?"

Menutup mata frustasi, Glory melupakan semua rasa malunya untuk saat ini, persetan dengan semburannya yang mungkin akan tercium media dan menjadi sebuah kehebohan baru. Glory benar-benar tidak bisa melanjutkan semua kebodohan ini.

"Kamu tahu umur saya, kan?" Anggukan pelan lelaki itu berikan. "Kamu juga tahu saya sudah punya kekasih, kan?"

Lagi. Laki-laki itu kembali mengangguk.

"Iya. Apa masalahnya?"

"Dan kamu masih biasa saja? Bahkan menerima perjodohan itu?"

"Apa kamu menunggu reaksi yang lain?"

Sabar, Glory. Menghadapi bocil memang perlu ekstra sabar.

"Ayo, batalkan perjodohan yang ada!" ajak Glory yang lebih ke arah memaksa. Bagaimana tatapan mata yang begitu tajam dan menusuk itu Glory berikan, berusaha mengancam lelaki di depannya agar mengikuti apa yang diinginkannya.

"Kenapa saya harus membatalkanya? Saya jelas hanya akan mendapat kerugian jika membatalkan," jawab lelaki itu dan mulai mengambil gelas miliknya dari atas meja bar.

"Aku akan mengganti kerugian yang kamu dapatkan. Berapa?" Glory membuka tasnya dari, mencoba mencari kertas cek yang mungkin sedang ia bawa. Baru akan mengeluarkan pulpen, suara tawa menginterupsi Glory.

"Bahkan semua kekayaan yang kamu miliki tidak akan menutupi kerugian yang saya dapatkan."

Nantangin nih, bocil!

"Hah! Kamu bahkan tidak tahu, kan, siapa saya sebenarnya? Membeli bar ini saja bisa saya lakukan hanya dalam dua detik," ucap Glory sombong. Rambutnya yang diikat setengah dan dibiarkan terurai sebagian itu ia kibas sedikit. Menunjukkan lima anting yang memenuhi telinganya. Mulai dari hoop earrings yang ada di bagian paling atas, sampai pada anting dengan berlian kecil yang baru ia beli beberapa hari terakhir. Tangannya bahkan dengan sengaja mengusap leher jenjangnya begitu sadar dengan tatapan lelaki di depannya yang mulai terfokus.

"Kalung itu adalah kalung yang saya beli di tempat pelelangan berlian dua minggu lalu. Kamu mendapatkannya dari ayahmu, kan?" Jari telunjuk yang terangkat dan menunjuk leher Glory itu turun seiring dengan gelasnya yang akhirnya kembali ditaruh ke atas meja bar. "Cincin dengan namamu juga pemberian dari ibumu, kan? Bukan bermaksud menyombongkan diri, tapi berlian itu saya yang membelinya dan sengaja mengukir nama kamu di sana."

Mata Glory berkedip cepat. Ia bahkan terdiam beberapa saat, mencerna apa yang baru saja lelaki itu katakan padanya.

"Mana mungkin! Ini jelas-jelas dari—"

Unexpected MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang