Keadaan cafe yang ramai dengan pembeli itu tak membuat kedua pria yang saling berhadapan itu menghilangkan suasana mencengkam di antara keduanya. Mata elang dengan warna hitam legam itu terus menatap tajam ke depan, begitupun dengan lautan dalam yang Dava miliki pada matanya. Menghanyutkan dan memberikan ombak besar di setiap lirikan tajamnya.
"Saya Abraham. Saya tahu kamu jelas mengetahui siapa saya di hidup Glory, kan?"
Dava berdecih pelan. Lelaki yang nyaris berbeda satu abad dengan Abraham itu memutar bola matanya malas. Seolah apa yang sedang dilakukan pria itu adalah salah satu lelucon yang tidak ingin Dava dengar sama sekali.
"Lantas?" tanyanya dengan sombong. Sebelah alisnya terangkat, menantang pria di depannya itu agar bisa menimbulkan sebuah berita besar. Semakin tercium media, semakin seru bukan?
"Jauhi Glory," titah Abraham tanpa basa-basi.
Pria yang kini tengah membuka kancing jasnya itu memajukan tempat duduknya sebelum menatap lekat Dava. Melihat keseluruhan wajah lelaki di depannya itu sebelum menghela napas pelan kala Dava justru mengedikan bahu dan menatap Abraham dengan raut menyebalkannya. Senyum miring dengan tatapan merendahkan itu benar-benar membuat Abraham nyaris kehilangan kewarasannya untuk tidak menyerang Dava dan memukuli lelaki yang kini dengan santainya mengusir seseorang di belakang mereka sejak tadi agar menjauh.
"Saya tidak mau. Dan itu bukan hak Anda untuk meminta saya menjauhinya," kata Dava. "Saya yakin Anda sudah mencari tahu semuanya. Jadi, saya tidak perlu bersusah payah untuk menjelaskan semuanya pada Anda, kan?"
Abraham mengeraskan rahangnya. Lelaki dua puluh empat tahun yang Abraham pikir akan sangat mudah disingkirkan itu ternyata cukup kuat. Abraham tahu bagaimana mengusir hama yang selalu diberikan pada kekasihnya oleh kedua orang tua kuno itu. Abraham juga tahu bagaimana membuat mereka mundur dengan perlahan dan meninggalkan Glory hanya untuknya seorang. Tapi, apa-apaan dengan gaya songongnya itu?
"Kamu tidak pantas dengan kekasih saya. Dan kamu harus tahu itu," kata Abraham dengan penuh penekanan.
Dava tidak bisa menahan tawanya mendengar lelucon baru dari Abraham. "Selera humor bapak-bapak memang tidak akan lepas dari orang tua ternyata," ledeknya sebelum melanjutkan tawa puasnya yang semakin membuat Abraham kesal.
"Saya tidak sedang bercanda."
Dava menghentikan tawanya dan tersenyum penuh misteri. Ia geser gelas di depannya ke samping sebelum menumpukan kedua siku tangannya pada meja. Menatap wajah Abraham dengan sangat lekat sebelum menunjukkan sebuah cincin di jarinya pada Abraham. "Saya juga," jawabnya singkat dan kembali memundurkan duduknya.
Abraham terdiam. Sebentar, kenapa rasanya ia pernah melihat cincin yang Dava kenakan. Mencoba mengingat apa yang ada di depan matanya beberapa saat tadi, Abraham langsung dikejutkan dengan sebuah foto kekasihnya yang terpampang di meja. Foto Glory yang mengenakan gaun off shoulder berwarna hitam pemberiannya. Bukan wajah sang kekasih yang menawan yang menjadi fokus Abraham saat ini, melainkan sebuah kalung yang menggantung di leher Glory. Liontin berbentuk kupu-kupu yang seharusnya menggantung itu tergantikan dengan sebuah emas putih kecil berbentuk lingkaran.
Abraham spontan mendongak guna memastikan bentuk cincin yang ada di gambar dan juga di tangan Dava. dan seolah tahu dengan reaksi Abraham, Dava dengan bangganya kembali menunjukkan jari manisnya pada Abraham sebelum bersedekap.
Gue menang, kan?
Mungkin begitulah ungkapan dari senyum menyebalkan Dava yang terus terusung.
"Hanya cincin?" tantang Abraham yang membuat Dava langsung merubah raut wajahnya. Pria 34 tahun itu terkekeh pelan seraya mengantongi foto Glory ke dalam saku jasnya. "Dan kamu sudah merasa menang?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Marriage
RomansaGlory Restrazia (31), seorang model terkenal yang selalu tampil memukau di atas catwalk, memiliki satu prinsip hidup yang tak bisa digoyahkan: ia tidak akan pernah menikah. Meski telah lama menjalin hubungan dengan Abraham, Glory yakin bahwa kehidup...