Jessica menyugar rambutnya ke belakang. Helaan napas berat juga ikut ia keluarkan begitu dirinya sudah duduk di kursi kemudi. Bersyukurlah dirinya karena tidak membawa mobil dan berangkat menggunakan taxi. Karena jika dirinya membawa mobilnya sendiri, entah apa yang harus Jessica lakukan pada perempuan di sampingnya.
"Lo nggak lupa, kan, kalau lo masih public figur?"
Glory yang sejak tadi hanya menghela napas dan menutup wajah itu kini menoleh. "Gue nggak tau kalau dia se-hot, itu!" akunya tanpa sadar yang dibalas dengan dengkusan pelan oleh Jessica.
"Besok jangan keluar sampe siang. Kalaupun ada wartawan, lo bisa hubungin gue. Gue—"
"Lo nggak akan nanya gitu gue berhasil apa nggak?" potong Glory.
"Dari sikap nggak waras lo aja gue udah tahu jawabannya."
"Tapi, Jess... yang gila itu dia! Bukan gue!"
Jessica mengangkat sebelah alisnya. Sejak dirinya masuk ke kelab dan bertemu dengan Glory, siapapun tahu siapa yang gila di sini. Datang dengan pakaian yang sangat terbuka, berpenampilan berlebihan dan bahkan menyemburkan alkohol pada lelaki di depannya. Lantas, bukti apa lagi yang perlu Jessica dapatkan untuk membuktikan jika sahabatnya ini lebih gila?!
"Dia tahu umur gue, dia juga tahu kalau gue masih pacaran sama Abraham. Tapi, dia tetep terima perjodohan yang dibuat sama bokap gue?! Apa nggak gila?"
Ah, ternyata dua-duanya gila.
Jessica hanya bisa menatap datar pada Glory yang tampaknya masih bersemangat menjelek-jelekkan lelaki yang kini keluar dari kelab dan memasuki mobil hitam di ujung. Semua itu tidak lepas dari mata Jessica. Bahkan ketika mobil yang lelaki itu naiki mulai berjalan dan menghilang dari kelab.
"Lo dengerin gue nggak sih?!" kesal Glory yang sadar jika sejak tadi bola mata Jessica tidak fokus padanya.
"Dia baru keluar dari kelab," kata Jessica dan mematikan kembali mesin mobil seraya mencabut kunci.
"Siapa?" Glory menoleh ke belakang. "Kenapa lo cabut lagi kuncinya?"
"Ada wartawan yang ngikutin mobil laki lo dari belakang. Kalau kita juga pergi sekarang, kemungkinan besar bakal ada yang ngikutin juga," kata Jessica sebelum menyandarkan punggungnya pada jok. Memegang bahu dan lehernya yang terasa kaku dan sakit. "Kenapa dia nggak mau batalin?"
"Gue nggak tahu alasan tepatnya apa. Tapi, dia cuman bilang kalau dia bakal rugi."
"Rugi?"
Glory mengangguk. "Iya. Gue bahkan udah tawarin ke dia buat gantiin semua kerugian yang mungkin bakal dia dapet karena batalin semuanya."
"Terus?"
"Lo nggak lupa, kan kalau itu anak songongnya luar biasa?" Jessica mengernyit namun tak urung mengangguk. "Dia juga tadi songong banget! Dia bahkan ngaku-ngaku kalung sama cincin yang gue dapet dari mama sama papa gue dia yang beliin! Dia juga nantangin gue buat kasih semua tambang milik nyokap ke dia kalau kita mau batalin semuanya!"
Jessica mulai paham dengan alur yang ada. Meski begitu, tampaknya ada hal janggal yang bersarang di otaknya. Kenapa harus tambang milik Mama Glory yang bisa membatalkan semuanya? Apa sebesar itu kerugian dari pembatalan perjodohan ini?
"Lo sanggupi?"
Seharusnya Jessica tidak perlu bertanya hal itu pada perempuan gila yang kini mengangguk semangat dan mengibaskan rambutnya ke belakang.
"Tentulah! Nyokap nggak mungkin nolak permintaan gue nanti, kan?"
***
"Nggak. Kamu kira tambang itu mainan yang bisa pindah tangan sesuka kamu?"
![](https://img.wattpad.com/cover/376532183-288-k390952.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Marriage
RomanceGlory Restrazia (31), seorang model terkenal yang selalu tampil memukau di atas catwalk, memiliki satu prinsip hidup yang tak bisa digoyahkan: ia tidak akan pernah menikah. Meski telah lama menjalin hubungan dengan Abraham, Glory yakin bahwa kehidup...