Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan cafe, menarik seluruh perhatian pengunjung. Pasalnya bukan hanya berhenti, tapi beberapa mobil yang mengawal di belakangnya juga ikut berhenti. Menghalangi sebagian jalan. Pintu otomatis yang terbuka, membuat beberapa orang berbadan besar langsung berdiri sigap di dekat pintu. Menyambut Tuannya yang akan turun.
Berbanding terbalik dengan orang yang turun dari mobil dan tampak santai, perempuan dengan kemeja biru tuanya itu langsung menurunkan topi yang dikenakannya serendah mungkin. Menyadari kehadiran seseorang di depannya, wanita itu perlahan mengangkat kepala. Bisik-bisik yang mulanya hanya terdengar pelan itu kian terdengar lantang kala biang dari semuanya kini ada di depan wajahnya.
"Nona Glo—"
"Silakan duduk!" potong Glory cepat. Perempuan itu bersyukur karena tidak membuka kacamata atau masker yang dikenakannya saat ini.
Ganteng juga, batin Glory begitu menyadari lelaki yang menjadi sorotan seluruh cafe itu duduk dengan tenang di depannya. Menggeleng kecil untuk menepis fakta yang dipikirkannya tadi, Glory kemudian berdehem pelan.
"Saya ingin membatalkan semuanya," kata Glory langsung pada intinya.
"Saya tidak mau," jawab lelaki itu dan menyimpan ponselnya yang sejak tadi digenggam itu ke dalam saku celana. "Dan saya tidak berniat untuk membatalkannya."
Glory menghela napas pelan. Ini bukan pertama kalinya, bahkan sejak 5 tahun lalu orang tuanya selalu gencar mendekatkan Glory dengan lelaki pilihan mereka. Seperti yang pernah Abraham katakan, jika ancaman dan desakan kedua orang tua Glory terkadang hanya angin belaka. Jadi, penolakan di awal memang tidak pernah berjalan sesuai dengan harapan.
Nanti juga capek sendiri.
"Saya—"
"Hanya itu yang ingin dibicarakan?"
"Ya?" Berkedip cepat, Glory memajukan wajahnya terkejut mendengar lelaki itu memotong ucapannya dengan mudah. Dengan wajah tanpa ekspresi yang kini ditambah dengan kernyitan dalam di keningnya, benar-benar membuat Glory tidak nyaman.
"Maaf, jika ucapan saya mungkin akan menyinggung kamu. Tapi, saya tidak punya banyak waktu untuk membahas hal ini sekarang."
Glory menganga dari balik maskernya. Wah! Lihat betapa songongnya nih cowok!
"Apa ada hal lain yang ingin kamu bicarakan?"
Glory mengepalkan tangannya kesal. Dari sekian banyak lelaki yang dekat dengannya, tidak ada pertemuan pertama yang semenjengkelkan ini. Dan apa-apaan ekspresi tak tenang itu? Kenapa alisnya nyaris menyatu seperti itu? Setidak suka itu, kah dia berada di tempat seperti ini dan berbicara dengannya?
"Tidak ada. Silakan pergi," ucap Glory sedikit mengusir. Ikut merasa kesal dengan apa yang dilakukan lelaki itu, Glory memilih mengambil tasnya di kursi lain sebelum bangkit. Baru akan pergi, tangannya tiba-tiba ditahan. Menoleh, Glory berdecih melihat lelaki itu yang menahannya.
Lihat, kan? Makanya nggak usah jual mahal, Mas! Gue tahu kok ge can—
"Handphone mu tertinggal," ujar lelaki itu dan menyodorkan ponsel dengan phone case berwarna merah muda. Glory yang melihatnya hanya bisa mengepalkan setelah tangannya. Malu, kesal dan marah menjadi satu.
"Ah, terima kasih."
"Saya yang harusnya berterima kasih."
"Untuk apa?" Kening Glory mengernyit. Meski tertutup kacamata dan masker, nyatanya alis yang mengerut dan menajam itu tidak bisa tertutup dengan baik.
"Karena sudah mau menunggu kedatangan saya. Maaf, karena sudah membuat kamu menunggu dan pergi begitu saja. Sekali lagi terima kasih atas waktunya."
***
![](https://img.wattpad.com/cover/376532183-288-k390952.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Marriage
RomanceGlory Restrazia (31), seorang model terkenal yang selalu tampil memukau di atas catwalk, memiliki satu prinsip hidup yang tak bisa digoyahkan: ia tidak akan pernah menikah. Meski telah lama menjalin hubungan dengan Abraham, Glory yakin bahwa kehidup...