4 - She's Cry

283 64 5
                                    

Give Me Your Forever
; She's Cry

--
--
--

Cerita ini juga short story yang akan ada 20 chapter didalamnya, dan cerita ini lokal fiksi/fiksi lokal

Kalian bisa STOP menjadi silent reader dan memberikan cerita ini VOTE dan KOMENTAR agar kita memiliki hubungan Simbiosis Mutualisme, yang dimana aku memberikan karyaku untuk kalian baca dan kalian balas memberikan VOTE dan KOMENTAR sebagai balasan apa yang telah aku berikan.

Terima kasih atas perhatiannya!

--zare






---






"MAKANAN disini enak semua, saya suka. Dan juga desain dari Sequoia ini memang unik dan juga bikin betah, kamu gak ada niatan untuk bangun cabang?"

Mahesa yang sedang melepas celemek yang digunakan setelah selesai mencuci piring kini berjalan mendekati pak Wijaya yang sedang berdiri disamping kolam ikan dengan segelas Americano ditangannya yang tersisa sedikit.

Mereka telah selesai makan malam, dwimanik kelabu Mahesa sesekali melihat kedalam dan menangkap figur Kiara yang sedang fokus pada laptop nya sekarang.

Gadis itu sangat menurut dan takut pada tuan Wijaya, Mahesa merasa iba saat bos nya itu sangat dingin dan sinis selama berinteraksi dengan Kiara.

Apakah hubungan ayah dan anak itu sangat buruk?

"Sepertinya saya belum mikirin kesana, pak. Meskipun hanya punya satu, saya jarang kontrol kesini dan hanya karyawan yang saya percaya untuk bisa mengurus Sequoia. Kalaupun saya putuskan untuk bangun cabang, saya belum tentu bisa kontrol semuanya."Jawab Mahesa dengan sopan, sementara pak Wijaya hanya menganggukkan kepalanya setelah mendengarkan jawaban Mahesa.

Mereka terdiam cukup lama, sampai akhirnya pak Wijaya melirik jam tangan yang melingkar di tangannya kemudian menatap Mahesa, pria paruh baya itu seperti hendak bicara sesuatu.

"Saya malam ini berangkat ke Solo untuk dua pekan ke depan. Dan Kiara yang akan menggantikan posisi saya sementara sekaligus belajar juga sebelum saya serahkan jabatan saya sepenuhnya ke dia."

"Kamu bersedia dampingi dia? Karena saya ke Solo bersama sekretaris saya."

Mahesa tanpa ragu mengangguk setuju, lelaki dengan postur tubuh 187 cm itu membalas salaman dari pak Wijaya yang dirasa akan berpamitan padanya.

"Saya langsung berangkat. Saya titip Kiara pulang."

"Baik, pak."

Dwimanik kelabu Mahesa mengikuti kemana sang tuan Wijaya pergi. Hingga ia melihat Kiara dan tuan Wijaya saling menatap satu sama lain tanpa ekspresi--lebih tepatnya sang gadis yang tampak terlihat takut.

Tidak ada interaksi apapun dari keduanya, tanpa kata ataupun salaman perpisahan. Tuan Wijaya meninggalkan Kiara yang masih terduduk, kali ini sang gadis tampak menunduk.

Mahesa dengan segera berjalan menghampiri, waktu telah berangsur malam, pukul sembilan lebih tepatnya. Disini hanyalah Mahesa dan Kiara, sedangkan dua sahabat Mahesa telah lebih dahulu pulang karena ada urusan masing-masing.

"Kiara?"

Tidak ada sahutan, namun Mahesa melihat kedua bahu kecil itu bergetar seiring dengan suara Isak tangis yang lolos meskipun terdengar ditahan.

Kiara menangis.

Jelas Mahesa terkejut, refleks memegang kedua bahu sang gadis yang masih bergetar hebat, ia pun berlutut agar bisa melihat Kiara lebih jelas.

"Nangis aja gak apa-apa, saya temani kamu disini."Mengerti akan keadaan Kiara dan juga tidak mungkin Mahesa memaksa sang gadis itu untuk bercerita.

Mahesa memilih diam dan sebisa mungkin menghangatkan Kiara yang terasa dingin.

"Maaf, kamu pakai jas saya, ya? Kamu kedinginan."Mahesa tidak menunggu persetujuan untuk memakaikan jas miliknya pada sang Eloise, tubuh sang gadis pun terlihat gemetar menahan dingin meskipun disini AC tidak dinyalakan.

Di luar sana hujan lebat disertai angin.

"Mas Hesa.."Terdengar lirih suara Kiara memanggil, membuat Mahesa mendongak untuk melihat sang gadis yang memanggilnya.

Hesa.

Kali pertama dalam hidup Mahesa sendiri, dipanggil dengan panggilan Hesa. Tidak ada satupun bahkan orang tuanya tidak memanggilnya dengan nama itu.

Kiara adalah yang pertama.

"Kamu perlu sesuatu, hm?"Tanya Mahesa dengan lembut, yang membuat Kiara ingin kembali menangis setelah mendengarkan suara Mahesa yang lembut bertanya padanya.

"Aku mau pulang"















---











Kiara menyandarkan kepalanya pada kaca jendela mobil Mahesa. Mobil diberhentikan sementara dikarenakan Mahesa sedang berada di minimarket untuk membeli sesuatu.

Wangi aroma musk menyapa penciuman nya tatkala merapatkan jas milik Mahesa agar semakin erat memeluk tubuhnya yang hanya terbalut kemeja linen berbahan tipis.

Kepalanya sedikit pusing karena menangis terlalu lama, baru mereda saat Mahesa meminta izin padanya untuk berhenti sebentar disebuah minimarket.

Baru saja Kiara hendak memejamkan mata, suara pintu mobil yang terbuka membuatnya terdistraksi dan menoleh kearah samping.

Mahesa tanpa bicara memberikan sebotol air mineral yang tutup nya telah dibuka pada Kiara. "Diminum, ya?"

Anggukan pelan diberikan sang Eloise sebagai jawaban, Kiara mengambil botol air mineral dari Mahesa kemudian meminumnya secara perlahan.

"Makasih banyak, mas Hesa."Agak lirih Kiara berucap, namun masih terdengar baik oleh Mahesa, lelaki itu mengulum senyum tipis dan mengambil botol dari tangan Kiara.

Setelah mendapatkan botol itu dari tangan Kiara, ia menutupnya dan meletakkan pada dashboard mobil.

Sekarang Mahesa sudah membawa mobil miliknya sendiri setelah supir pribadi tuan Wijaya membawanya.

"Sama sama, Kia. Maaf saya agak lancang, tapi wajah kamu pucat, kamu ngerasa kurang enak badan?"Tanya Mahesa dengan hati-hati, dwimanik kelabu miliknya menelisik setiap inci visual wajah ayu milik gadis yang duduk disamping ini.

Meskipun warna bibir Kiara pucat, tidak bisa dipungkiri bahwa gadis itu masih terlihat sangat cantik. Salah satu hal yang membuat Mahesa terpana dan kagum adalah visual dari putri tuan Wijaya ini laksana bidadari surga.

Sepertinya Tuhan sedang bahagia saat menciptakan Kiara Eloise.

"Enggak, ini kecapekan aja. Besok sudah normal lagi, kok, mas. Sama sekali enggak lancang kok."Kiara merasa lebih baik saat Mahesa menanyakan keadaannya, ya meskipun benar ia merasa tidak enak badan tapi Kiara yakin bahwa ia akan baik-baik saja.

"Ehm, sama itu pipi kiri kamu, saya lihat ada luka goresan. Saya juga beli plester luka."Mahesa memberikan sebuah plester luka dengan corak kuromi berwarna ungu pada Kiara.

Sontak saja Kiara terkekeh kecil melihat plester luka bercorak kartun itu. "Lucu."Ujarnya dengan pelan.

Mahesa turut ikut tersenyum, ia membuka pembungkus plester luka itu kemudian kembali menatap Kiara. "Luka nya harus ditutup, saya pakaikan, ya? Maaf banget."

Dwimanik legam milik Kiara melihat wajah Mahesa yang kini terasa dekat dengannya. Raut wajah serius lelaki itupada seolah memberikan efek aneh debaran jantungnya.

Tapi Kiara tidak merasa takut saat mendapatkan perhatian yang  mengapa ia merasa nyaman meskipun Mahesa Masih terhitung orang asing bagi dirinya sendiri.














Bersambung.

Halo hihi! Aku balik lagi nih, hehe. Maaf kelamaan untuk update nya.

-zare

Give Me Your Forever || Winrina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang