5 - Don't Push Yourself

159 50 10
                                    

Give Me Your Forever

; Don't Push Yourself

--
--
--

Cerita ini juga short story yang akan ada 20 chapter didalamnya, dan cerita ini lokal fiksi/fiksi lokal

Kalian bisa STOP menjadi silent reader dan memberikan cerita ini VOTE dan KOMENTAR agar kita memiliki hubungan Simbiosis Mutualisme, yang dimana aku memberikan karyaku untuk kalian baca dan kalian balas memberikan VOTE dan KOMENTAR sebagai balasan apa yang telah aku berikan.

Terima kasih atas perhatiannya!

--zare










PAGI hari ini terasa sangat melelahkan dan juga sibuk bagi Kiara. Selama beberapa pekan ia akan menjalani kuliah jarak jauh dikarenakan akan lebih sibuk menjadi pengganti selama sang ayah melakukan pekerjaan di cabang luar negeri.

"Halo, iya baik. Tolong mba Hanif kirim berkasnya kemari, ya? Saya akan baca dan pelajari terlebih dahulu."

Sudah lebih dari sepuluh telepon yang Kiara terima, baik dari divisi yang ada diperusahaan maupun dari perusahaan lain. Ternyata tugas seorang pemimpin yang ayahnya emban ini memang sangatlah tidak mudah, apalagi ia masih harus mendapatkan arahan dan bimbingan dari Mahesa yang sedang berada di tempat divisi manajemen untuk melakukan briefing sebelum melakukan meeting siang hari ini.

"Untuk saudari Kiara Eloise, dikarenakan tidak menyimak beberapa materi yang saya sampaikan. Anda diharapkan bisa untuk mengerjakan jurnal sebanyak jumlah halaman yang sudah disepakati yaitu lima puluh halaman.  Bisa dengan cara diketik ataupun ditulis manual, itu bebas."

"Batas waktu pengumpulan satu minggu, dan saya juga mau kita semua hadir dan mempresentasikan hasil tugas dengan memaparkan poin penting. Diharapkan kalian semua mampu menguasai materi  yang telah diberikan."

"Baik, Mr."

Kiara mengurut kepalanya yang terasa pening, ia bahkan tidak bisa fokus pada materi yang disampaikan dosen nya. Dan sekarang harus mengerjakan tugas ditengah kesibukannya disini.

Ketukan pintu terdengar, Kiara mengubah posisinya menjadi duduk tegap dan mempersilahkan sang pengetuk pintu untuk masuk. Dan ada seorang karyawan wanita masuk kedalam dengan membawa tumpukan kertas yang diduga adalah berkas yang harus Kiara baca dan pelajari perihal kerjasama yang perusahaan lain tawarkan.

Kiara melirik arloji yang melingkar di tangan kirinya, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Bahkan ia melewatkan sarapan yang diberikan karena tidak memiliki waktu, dan Mahesa menghubunginya lewat chat karena lelaki itu pun sama sibuknya. 

Kiara tidak ingin mengganggu Mahesa meskipun lelaki itu mewanti-wanti bila ada membutuhkan sesuatu, ia harus menghubungi Mahesa.

"Bu Kiara, ini berkas-berkasnya. Sebenarnya ada banyak, tapi saya sudah sortir beberapa karena beberapa tidak relevan dengan elemen perusahaan kita."Ujar Hanif, salah satu karyawan yang sebelumnya menghubungi Kiara.

Kiara mengulum senyumnya pada Hanif kemudian melihat berkas itu yang sekarang sudah tersimpan manis diatas mejanya. "Terima kasih, mba Hanif. Kalau begitu saya akan baca dulu."Jawabnya dengan sopan.

Dan Hanif pun segera meninggalkan ruangan. Bersamaan dengan itu, Mahesa masuk kedalam dengan membawa beberapa berkas yang dibalut dengan amplop berwarna coklat. 

"Kiara?"

Mahesa melihat Kiara yang sedang fokus membaca berkas yang tersimpan diatas meja, ia kurang menyadari bahwa Mahesa sudah ada disini. Sang Januarka mencoba semakin mendekat pada Kiara. "Saya gak bohong, kamu pucat banget. Tadi setelah Hanif keluar, dia ngasih tau saya kalau kamu kelihatan lagi sakit."Ujarnya, bahkan nada suara Mahesa ketara sangat khawatir pada keadaan Kiara yang memang sedari kemarin tidak baik-baik saja.

Kiara menyimpan berkas yang belum sempat ia selesaikan, kemudian menumpu kepalanya yang semakin sakit dengan kedua tangan nya. Ia bahkan tidak mampu membalas ucapan Mahesa kali ini.

Mahesa tidak tinggal diam, ia berinisiatif untuk membawa Kiara ke sofa besar ruangan ini untuk istirahat. Tidak mungkin membiarkan sang Eloise terduduk lemas diatas kursi dengan meja yang terisi penuh oleh lembaran pekerjaan yang tidak ada habisnya itu meski telah berupaya dikerjakan.

"Maaf."Bisik Mahesa pelan, ia kemudian mengangkat tubuh ringan Kiara dan menidurkannya dengan hati-hati diatas sofa.

"Enggak, aku enggak mau tidur. Satu jam lagi kita ada meeting, kan? Tolong jangan kemana-mana dulu ya, mas Hesa. Aku beneran butuh mas dan harus kerja yang bener."

"Tapi--"

"Kamera disini diawasi, papa mantau aku. Papa bakalan marah kalau aku santai-santai kayak gini."Bisik Kiara dengan lirih, Mahesa terdiam dan memang mendapati tiga buah CCTV disetiap sudut ruangan.

Jelas sang Januarka merasa panik, takutnya saat ia menggendong Kiara. Sang atasan akan menyangka yang tidak-tidak saat memantau dari jauh. Namun ia akan menjelaskan pada apa yang sebenarnya terjadi saat tuan Eloise pulang.

"Oke, kamu cukup kerjakan kerjaan nya disini aja. Saya keluar sebentar, enggak akan lama."Mahesa membawa laptop beserta beberapa berkas diatas meja untuk Kiara. Setelah itu, ia berjalan keluar dari ruangan Kiara.



















-----



















"Mbak, boleh rekomendasi obat untuk pusing--eh demam yang bagus?"

Mahesa Januarka bisa dibilang jarang menginjakkan kakinya di apotek yang terletak di seberang kantor. Ia jarang sakit, dan jika pun sakit, ibuk akan mengirimkan obat herbal ramuan yang ampuh menyembuhkan. Jadi, jika pun ke apotek tidak semata hanya untuk membeli vitamin saja.

"Oh mas, Mahes? Kebetulan kita punya nih obat yang beneran manjur banget! Apalagi buat yang demam sama sakit kepala. Cuman diminumnya setelah makan ya."Sang penjaga apotek memberikan sebuah obat pada Mahesa. 

Mahesa pun langsung membelinya dan setelah itu membeli makanan untuk Kiara, sepertinya ia akan membelikan sang gadis makanan dengan tekstur yang sedikit lembut seperti bubur. Untungnya masih ada yang menjual di hari yang mulai siang ini.

Dalam langkahnya menuju kantor, sesekali Mahesa bertanya dalam diri. Untuk apa ia sampai harus merepotkan diri demi Kiara? Mengapa dirinya sepeduli itu pada sang Eloise semenjak kemarin?

Padahal, bisa saja Mahesa menyuruh orang untuk membelikan obat dan makanan untuk Kiara. Mahesa pun sama banyak hal yang harus dikerjakan, namun rasanya tidak benar bila bukan tidak dirinya.

"Saya masih menerka perasaan saya sendiri ke kamu, Kia. Perasaan ini hanya sekadar iba, kagum, atau memang saya sudah jatuh suka ke kamu. Saya masih bingung."Monolog Mahesa.





















-----















Kiara kini melihat Mahesa telah menyuapkan makanan padanya semenjak lelaki itu sudah sampai kemari, bahkan setelah selesaipun, Mahesa mewanti dirinya untuk meminum obat setelah makan. 

"Biar aku aja yang beresin"

"Enggak usah, ini biar sama saya aja. Kamu langsung minum obatnya, ya? Itu untuk demam sama sakit kepala, tapi enggak ada efek kantuk nya kok."

"Makasih banyak, mas Hesa. Aku kayaknya dari kemarin repotin mas terus."

Mahesa terkekeh kecil dan berjalan mendekati Kiara dengan segelas air ditangannya, ia memberikannya pada Kiara setelah itu duduk disamping sang gadis.

"Saya enggak masalah. Selain pak Wijaya titipkan kamu ke saya, saya juga pengin jagain kamu."

"Kiara. Kalau kamu memang udah gak sanggup kerjain semuanya, istirahat, ya? Don't push yourself. Karena saya sedih kalau kamu sakit."

Kiara tidak mampu harus membalas ucapan Mahesa. Lelaki itu terlalu manis dan perhatian padanya semenjak kemarin, apakah salah jika Kiara merasa nyaman dan sedikit terlena oleh senyuman manis sang Januarka?

Kiara kini merasa ia tidak lagi merasa sendiri.











TBC.

WEW, udah lama juga tidak  update hehehehehhe. Kalian masih nungguin, kahh? 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Give Me Your Forever || Winrina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang