Bagian 23

1K 45 7
                                    

Satu bulan setelah Asya keluar dari rumah sakit, Kayla dan Erik pun menikah secara resmi. Walimah diadakan cukup mewah, mengingat Kayla adalah putri terakhir yang menikah di keluarga tersebut. Bisik-bisik para tamu undangan mengenai status istri kedua yang disandang Kayla, tak dapat dielakkan. Namun, keluarga Kayla memilih menutup telinga, mengingat yang dilakukan Kayla bukanlah sebuah dosa. Apalagi, Kayla menikah atas izin dan permintaan istri pertama.

Meskipun pernikahan Kayla memantik retaknya hubungan keluarga besar Rosita dan Hamdi, tetapi mereka tetap mengundang sanak saudara mereka tersebut ke acara pesta. Karena mereka yakin jika suatu saat keluarga besar akan memahami.

Setelah pesta usai, Kayla masih belum ingin meninggalkan ayah dan ibunya. Ia memohon pada Erik agar diberikan waktu untuk bersama mereka terlebih dahulu, sebelum pindah ke sebuah rumah yang telah dipersiapkan Erik untuknya. Mau tak mau, Erik terpaksa memberi izin. Meskipun ia ingin Kayla lebih mandiri dengan jauh dari orang tua. Namun, Erik sangat memahami Kayla. Ia yakin, jika lambat laun ia bisa membawa perempuan itu ke rumah mereka berdua tanpa paksaan.

Semenjak tak lagi mengajar, Kayla lebih suka mengisi waktu dengan memperdalam ilmu agama. Ia sering mengikuti kajian di mana saja dan itu dilakukannya hampir tiap hari. Tentu seizin sang suami. Terkadang, mereka bertiga menghadiri kajian bersama jika itu diperuntukkan bagi pasangan yang sudah menikah. Ada kalanya Asya memilih tidak ikut dan membiarkan Kayla dan Erik pergi berdua saja.

"Tidak mengapa jika waktu untukku dikurangi dulu dalam seminggu. Aku ingin, Abang lebih memiliki banyak waktu dengan Kak Asya. Sebab, Kak Asya belum terlalu pulih. Aku baca dari beberapa artikel, butuh waktu sekitar dua sampai tiga bulan masa pemulihan." Kayla memandang jalanan yang agak lengang, ketika ia dan Erik baru pulang dari menghadiri acara walimahan salah satu sahabat Kayla suatu sore.

Erik yang tengah mengemudi, tidak menanggapi. Membuat Kayla menoleh dan menatap heran saat melihat ekspresi datar lelaki tersebut.

"Kenapa Abang diam? Ada yang salah dengan kata-kataku?"

Erik membuang napas kasar, lalu mengusap wajah. "Diam, Kayla!"

Kayla terkejut dengan bentakan sang suami. Ia belum pernah mendengar Erik marah selama ini. Rahang pria itu mengeras dan matanya memerah.

Erik memperlambat laju mobil, lalu memilih menepi di  dekat area persawahan yang sedang menghijau. Kebetulan, di pinggirnya ada tempat yang cukup untuk memarkirkan kendaraannya.

Pria yang mengenakan kemeja batik itu mematikan mesin mobil, ia menyandar dan menatap lurus ke depan setelah melepas sabuk pengaman. Sementara Kayla menunduk, hatinya sedikit tergores mendengar Erik membentaknya tadi.

"Aku heran sama kamu, Kay. Kamu itu ... yang kamu pikirkan hanya Asya, Asya, Asya dan Asya. Kamu selalu memintaku menemani Asya. Kamu selalu berusaha agar terlihat seperti istri kedua yang pengertian. Aku tahu, Kay. Aku tahu niatmu baik, tapi nggak harus kayak gitu juga!"

Erik menoleh Kayla yang masih dalam posisi menunduk.

"Aku ini suami dari dua orang istri. Aku harus adil terhadap waktu, perhatian, harta dan lain-lain. Dan aku paham itu. Tidak perlu kamu yang mengatur. Kamu tidak perlu takut kalau aku akan condong pada salah satu dari kalian. Meskipun soal hati, memang tidak bisa berbuat adil, tetapi dari segi lain, aku wajib untuk adil."

Air mata Kayla mulai menetes. Walau menyesal telah membuat perempuan itu menangis karena marahnya, tetapi Erik belum mau berhenti untuk bicara. Ia hanya ingin Kayla mengerti.

Erik meraih jemari kanan Kayla dan menggenggamnya.

"Kamu jangan terus-terusan memintaku untuk memprioritaskan Asya, Kay," mohonnya sambil menatap wajah Kayla dari samping. "Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Aku hanya tidak suka terus-terusan didikte olehmu. Aku hanya ingin bersamamu sesuai waktu yang sudah dibagi dengan adil sesuai kesepakatan awal. Kalau soal Asya, ada Bu Hindun dan Bu Nina yang selalu menemaninya. Lagian, Asya sudah lumayan sehat, sudah mulai kuat. Jadi, kamu jangan terlalu mengkhawatirkan itu. Kamu paham, Kay?"

Dikhitbah Masa Lalu (Dalam Proses Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang