Malam itu, suasana di rooftop sebuah hotel bintang lima di Jakarta terasa begitu semarak, namun diselimuti kesan eksklusif. Lampu-lampu kota Jakarta bersinar dari kejauhan, menciptakan panorama malam yang berkilauan, seakan ikut merayakan momen penting dalam hidup Bermuda Dwi Pradipta. Siswa kelas 11 SMA Harapan ini akan resmi dilantik sebagai ketua baru Geng Hades, menggantikan Samudera yang telah memimpin geng tersebut selama hampir dua tahun. Malam ini adalah malam penyerahan tongkat estafet kepemimpinan, penuh dengan formalitas dan kebanggaan yang menggema di setiap sudut.
Para anak-anak Geng Hades dari berbagai angkatan hadir dengan outfit rapih, berbaur dalam suasana semi-formal yang penuh rasa hormat. Di antara mereka, terlihat para senior dari angkatan Samudera yang bersiap melepas jabatan mereka, dan junior dari angkatan Bermuda yang akan segera mengisi posisi sebagai anggota utama geng. Mereka tampak bercanda dan berbicara ringan, namun di balik senyum mereka, ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan. Ini bukan sekadar pertemuan biasa; ini adalah malam yang akan menentukan masa depan geng tersebut.
Di pojok rooftop, Ares, Oscar, Louis, Hugo, dan Ben-sahabat Bermuda sekaligus calon anggota inti Geng Hades-terlihat tertawa bersama sambil mengambil beberapa foto. Namun, di balik canda tawa mereka, ada perasaan bahwa malam ini adalah babak baru yang penuh tanggung jawab. Beberapa adik kelas dari angkatan kelas sepuluh juga terlihat mengamati dari kejauhan, mereka adalah calon-calon penerus yang sudah mulai menunjukkan minat untuk bergabung dengan geng ini di masa depan.
Samudera, mantan ketua yang kini akan lengser, berdiri di tengah-tengah kerumunan, menghadap para anak-anak geng yang sudah berkumpul. Di sampingnya, Bermuda tampak tenang dari luar, meskipun di dalam hatinya bergolak. Dia tahu bahwa posisi yang akan diserahkan kepadanya bukan hanya sekadar gelar, melainkan tanggung jawab besar untuk menjaga kehormatan Geng Hades, geng paling berpengaruh di SMA Harapan.
"Sahabat-sahabat tercinta gue," suara Samudera terdengar lantang dan penuh karisma, "malam ini kita akan menyaksikan sejarah. Gue udah memimpin geng ini hampir dua tahun, kita udah ngelewatin banyak hal bersama-suka, duka, pertempuran, bahkan pengkhianatan. Tapi sekarang, saatnya tongkat estafet kepemimpinan gue serahkan ke tangan yang lebih muda dan lebih bersemangat."
Semua mata tertuju pada Bermuda. Ada campuran kepercayaan dan antisipasi dalam sorot mata mereka, tapi Bermuda tahu, di balik itu semua ada beban besar yang harus ia pikul.
"Lo, Muda," lanjut Samudera sambil tersenyum tipis, "bukan cuma sahabat gue, lo udah jadi orang yang selalu bisa gue andalkan. Gue yakin lo bakal bawa geng ini ke level yang lebih tinggi. Tapi ingat, jadi ketua itu bukan soal kekuasaan atau sekadar prestise. Ini soal tanggung jawab, soal ngebela nama baik sekolah kita, melindungi sahabat lo, dan berdiri tegak meski badai datang mengahampiri geng ini."
Bermuda mengangguk dalam-dalam, menatap Samudera dengan penuh rasa hormat. "Gue nggak akan ngecewain lo, Sam. Gue janji bakal lakuin yang terbaik buat geng ini, buat kita semua. Karena kita bukan cuma sekadar geng-kita keluarga. Dan keluarga nggak pernah ninggalin satu sama lain."
Dengan penuh kebanggaan, Samudera kemudian menyerahkan sebuah jaket khusus ketua dengan logo Geng Hades yang terjahit di punggungnya. Ares, Oscar, Louis, Hugo, dan Ben juga diberi jaket oleh senior-senior mereka di Hades yang malam ini akan melepas jabatan. Jaket itu bukan hanya sekadar pakaian, tapi simbol dari kepemimpinan dan anggota. Bermuda dan sahabat-sahabatnya yang lain menerima jaket itu dengan tangan gemetar, mengenakannya di hadapan seluruh anggota geng yang menyambutnya dengan tepuk tangan riuh.
Sorakan dan tawa kembali menggema di udara malam. Ares, Hugo, Louis, dan Ben langsung mendekat, menepuk punggung Bermuda dengan semangat.
"Selamat, Tuan Muda!" seru Ares dengan senyum lebar. "Jangan lupa traktiran ya, ketua baru!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ballad Of Highschool Teenager
Teen FictionBermuda tidak tahan lagi. Mereka semua palsu. Mereka semua telah mengkhianatinya. Pikiran tentang mengakhiri segalanya merayap masuk, semakin jelas di benaknya. Mungkin satu-satunya cara untuk lepas dari rasa sakit ini adalah dengan mengakhiri hidup...