01. F*ck My Life

304 61 22
                                    

______________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_____
__
__
_____

"MAKASIH ya, Mas. Kalau bisa bulan depan jangan telat-telat lagi bayarnya. Bukan apa-apa, ibu saya juga butuh buat keperluan sehari-hari, hehe."

"Saya usahakan ya, maaf baru bisa lunasin sekarang."

"Aman, aman. Kalau gitu saya izin pamit, butuh apa-apa calling-calling aja."

Anggukan Wonwoo yang dibalas anggukan anak pemilik kost menjadi akhir obrolan pagi yang sangat tidak bersahabat ini. Disaksikan tetangga kost yang tak sengaja lewat, Wonwoo mengangguk santai sebelum masuk ke kamar.

Apa itu memalukan? Hidup Wonwoo sudah sangat memalukan karena fakta menunggak bayar selama lima bulan seolah menjadi hot headline. Selain dinding di kostan ini tidak kedap suara, jarak dari pintu satu ke pintu yang berdekatan memudahkan gosip menyebar lebih cepat daripada penularan korona.

Masih untung tidak diusir, meski Wonwoo harus menguatkan diri mendapat sindiran berbagai gaya dari ibu pemilik kostan sebulan belakangan. Buktinya yang baru saja menagih adalah anak laki-laki bungsunya. Orang waras mana pun tahu, berhutang bukan tindakan yang dibenarkan.

Dan Wonwoo terbiasa hidup dalam atmosfer itu. Berhutang sana-sini, selelah apa pun harus berganti banyak pekerjaan dalam sehari, beban yang harus dilunasi tak pernah berkurang. Seorang debt collector sampai menyuruh Wonwoo agar berterima kasih pada wajahnya. Jika bukan karena enak dipandang, mungkin setiap penagihan hutang wajah itu berakhir babak belur karena Wonwoo tak mampu melunasinya.

Tapi apa hikmah yang bisa diambil jika di detik itu saja baru menyerahkan sisa harta yang dimilikinya? Meninggalkan selembar uang nominal lima puluh ribu yang entah akan bertahan sampai mana. Baru semalam Wonwoo berhenti dari pekerjaan yang terakhir, setelah dua hari sebelumnya dipecat dengan sangat tidak terhormat karena pinjol menerornya sampai ke telepon kantor.

Ya, Wonwoo Rimba Jati hidup sebagai pecundang selama 28 tahun ini. Menanggung hutang ratusan juta milik ayah tiri yang entah lari ke mana. Sebagai manusia sebatang kara saja harus memikul beban orang yang menghancurkan keluarganya.

Kadang Wonwoo mempertanyakan konsep jodoh. Bagaimana tangan Tuhan bertindak mempertemukan insan satu dengan lainnya, khususnya saat menuliskan takdir mendiang sang Ibu bisa bersuamikan makhluk yang tak pantas disebut manusia karena lebih mirip parasit. Menyedot sari pati kebahagiaan, hingga yang tersisa hanya penderitaan.

Wonwoo pun mempertanyakan apakah usia 28 akan sesunyi ini? Dibandingkan usia 27 bahkan turun ke 18, semakin ke sini misinya menjadi lebih sederhana. Sesederhana tidak menambah luka sayat di nadi. Sesederhana tidak melihat pisau dapur sebagai kawan berbagi kenikmatan duniawi.

drowningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang