_____
__
__
_____29 Desember 2013
"JANGAN panggil aku Bunda, kamu bukan anakku lagi! Pergiiiiii! Jangan pernah kalian muncul di hadapanku lagi!!!!"
Jerit histeris datang bersama pecahnya guci-guci mewah yang menjadi sasaran amukan seorang wanita di pertengahan usia 40an. Meninggalkan kebas di pipi Mingyu yang beberapa detik sebelumnya mendapat tamparan dari sosok yang dia panggil Bunda. Dengan sigap, pria dewasa di sampingnya merengkuh bahu, mengangkat Mingyu yang duduk tersungkur dengan kepala masih mencerna apa yang terjadi di pagi hari itu.
"Bangun, sayang. Kita harus pergi dari rumah ini."
"Tapi, Pa ... Bunda gimana? Kondisi Bunda lagi gak stabil, kenapa kita harus ninggalin Bunda?"
Pria itu menggeleng, tak sampai hati melihat anak laki-lakinya larut dalam keterkejutan.
"Tidak, Nak. Bunda akan baik-baik saja jika kita tidak muncul lagi di hadapannya. Percaya sama Papa, banyak yang sayang sama Bunda. Ayo, Nak."
Lagi-lagi dalam kondisi denial, Mingyu menatap wanita yang kalap itu dengan tatap tak mengerti. Mempertanyakan, mengapa bisa Papanya sudah menyiapkan koper berisi pakaian dan barang-barang yang akan dibutuhkan Mingyu dalam sekejap mata? Nalarnya tak mampu menerka, mengingat kejadian yang begitu cepat karena terjadi pagi-pagi buta.
Mingyu yang baru bangun, kesadaran bahkan belum terkumpul dikejutkan oleh perkelahian orang tuanya di ruang keluarga. Satu jam menguping topik perdebatan yang menyebut nama wanita lain dan perselingkuhan, sampai tiba di kalimat yang membuat paru-parunya disfungsi; kenyataan jika Mingyu bukan anak kandung wanita yang sudah bersamanya selama 17 tahun.
Klimaksnya, sang Bunda meledak dan menyerang Mingyu. Selain menampar pipi, tangan kecil itu dengan sekuat tenaga memukul tubuh bongsornya. Sakit tentu saja, tapi mengetahui jika wanita yang Mingyu sayangi nekat melakukan hal gila lebih sakit dari rasa sakit yang ada.
Mingyu sampai tak peduli ke mana mobil akan membawa pergi yang ternyata sebuah bandara. Perjalanan yang dilalui bersama Papa berakhir bisu, hanya diisi pertanyaan-pertanyaan dalam kepala Mingyu. Dia tidak menyangka keluarga yang dianggap harmonis dan bahagia akan retak hingga berimbas pada dirinya yang seorang anak.
"Pa, kita mau ke mana? Sekolahku gimana? Aku belum izin ke guru dan Jati—astaga, hapeku di mana? Aku belum ngehubungi temenku, Pa. Dia pasti nyari aku yang tiba-tiba pergi gak ada kabar."
Di launge, Mingyu terserang panik. Baru menyadari apa yang terjadi di detik itu adalah hal serius. Namun wajah sang Papa begitu tenang, sudah menduga reaksi yang akan terjadi setelahnya memilih duduk tanpa kata. Menyesap kopi, tak berniat membantu Mingyu mengobrak-abrik tas ranselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
drowning
FanfictionPerang belum usai dalam hidup Wonwoo Rimba Jati. Luka yang dipikul sedalam samudera, tak ada satu orang pun berani menyelami. Bahkan mungkin berakhir tenggelam dan mati--sama seperti dirinya kini. Tapi ada satu kebaikan yang Tuhan sisakan untuknya...