Running

171 22 2
                                    

Part V

***

"Aku tidak akan kembali malam ini."

Shen Jiu tidak menghentikan gerakan sumpitnya seakan tidak mendengar apapun namun telinganya dalam posisi siap, menunggu kalimat lanjutan dari pemuda di hadapannya itu.

A-Ying tidak menyentuh makanannya sama sekali, memandang keluar gubuk dengan tatapan yang sulit dibaca. Shen Jiu memakan tahu gorengnya, dengan sabar menunggu A-Ying menjelaskan. Tetapi pemuda itu tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia menoleh dan mendapati Shen Jiu yang kini memandangnya. Keterkejutan melintas di matanya sekilas digantikan tawa.

"Tuan tidak penasaran kenapa aku tidak pulang?" Dia bertanya pada Shen Jiu. Lelaki itu menggeleng sambil mengunyah daging tumis taoge asin miliknya. A-Ying ingin mengatakan sesuatu tetapi menelan kata-katanya kembali. Shen Jiu meletakkan sumpitnya dan meraih cangkir teh lalu meminumnya. Ia membersihkan bibirnya dengan sapu tangan, membuat gestur pada A-Ying untuk membersihkan semuanya.

Semenjak Shen Jiu sudah bisa menggerakkan kedua tangannya dengan lancar, A-Ying tidak lagi menyuapinya ataupun membantunya berganti pakaian. Shen Jiu menjadi lebih aktif, kini menghabiskan waktu dengan merajut atau berlatih kaligrafi. Apalagi setelah mengetahui A-Ying tidak buta aksara. Shen Jiu jadi lebih mudah memerintahnya, menuliskan apa saja yang dia butuhkan atau inginkan dan pemuda itu tinggal melakukannya.

Kedua kakinya, sayangnya, masih belum bisa digunakan untuk berjalan. Untungnya Shen Jiu rajin berlatih menggerakkannya setiap hari atau mencoba berdiri dibantu A-Ying agar otot-ototnya tidak semakin rusak. Shen Jiu optimis dia akan bisa berjalan paling lama enam bulan lagi jika dia terus berlanjut. Sedangkan untuk suaranya, Shen Jiu tidak ingin memikirkannya lagi.

Tabib gadungan itu datang sebulan yang lalu untuk memeriksanya. Mengatakan kondisi Shen Jiu sudah membaik dan dia harus lebih sering berlatih dengan kakinya agar bisa berjalan lagi. Sayangnya, pita suaranya rusak karena benturan ketika dia jatuh ke air yang menyebabkan Shen Jiu kemungkinan besar tidak akan bisa bersuara seumur hidupnya lagi. Hal ini menjadi tamparan keras bagi Shen Jiu. Untuk beberapa hari setelahnya, dia tidak makan atau minum dan hanya berbaring meratapi nasib.

Pada akhirnya Shen Jiu mencoba mengalihkan pikirannya dengan merajut. A-Ying cukup berbaik hati membelikannya bahan-bahan merajut, meski mutunya tidak begitu bagus, dan Shen Jiu membuatkannya syal baru. Ia juga membuat sarung tangan, kaus kaki, topi, dan beberapa benda lain untuk dijual A-Ying di kota. Shen Jiu tidak tahu berapa harga jual barang rajutan, tetapi estimasinya tidak akan begitu rendah. Apalagi di musim dingin seperti ini ketika orang membutuhkan penghangat. Bagaimanapun juga, pada akhirnya Shen Jiu hanya tinggal membuatkan dan A-Ying yang menjualnya sekaligus mencarikan bahan baku.

Shen Jiu meminum obatnya dan dibantu A-Ying duduk kembali di ranjangnya. Tangannya meraih keranjang rajutannya, bersiap untuk melanjutkan pekerjaan terakhirnya ketika A-Ying tiba-tiba memegang pergelangan tangannya.

"?" Shen Jiu menatapnya dengan pertanyaan.

"Apakah Tuan akan baik-baik saja sendirian?" Mata besar A-Ying menatapnya dalam, ada sorot kekhawatiran di sana. Shen Jiu mendengus, menyentakkan pergelangan tangannya dari kunkungan A-Ying.

Dia orang dewasa, tentu saja dia akan baik-baik saja! Memangnya pemuda ingusan ini kira Shen Jiu apa? Orang cacat? Shen Jiu mengambil hakpennya dan memukul kening A-Ying, membuatnya mengaduh kesakitan.

"Baiklah, baiklah. Aku mengerti," A-Ying mengurut keningnya yang memerah. "Aku akan kembali secepat yang kubisa. Jaga diri Tuan."

Demikianlah A-Ying pergi dengan membawa keranjang bambunya, meninggalkan gubuk kayu kumuhnya. Shen Jiu masih mengerjakan rajutannya namun kupingnya mendengarkan tiap langkah pemuda itu. Setelah tak terdengar lagi, Shen Jiu meletakkan rajutannya ke samping dan berbaring lalu memejamkan mata.

Bamboo LeavesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang