Prolog

124 17 1
                                    

Di tengah hiruk-pikuk Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Lyra Alethea berjalan cepat sambil menarik kopernya. Jam tangannya menunjukkan pukul 13.00, dan penerbangannya akan berangkat satu jam lagi. Sambil mengecek boarding pass, pandangannya teralihkan oleh sosok pria yang sedang duduk di kafe, memakai topi hitam, memegang secangkir kopi dengan ekspresi serius. Tanpa disadari, pria itu memperhatikannya juga.

Ketika mata mereka bertemu, ada perasaan aneh yang menyeruak di hati Lyra. Seakan waktu melambat sesaat, suara pengumuman bandara dan derap langkah penumpang lain meredup di latar belakang. Pria itu tampak familier, namun Lyra tidak bisa langsung mengingat di mana ia pernah melihatnya. Sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, pria itu berdiri dan mulai berjalan ke arahnya.

Namun, tubuh Lyra tersenggol orang yang sepertinya sedang terburu-buru, membuatnya terhuyung hampir jatuh. Saat Lyra menatap ke depan, pria tadi sudah tidak ada. Bahkan Lyra mengabaikan orang yang menabrak tadi yang mengatakan kata maaf padanya. Lyra hanya melambaikan tangan singkat.

Lyra celingukan sambil mencari pria tadi. Mungkin saja memang pria itu adalah kenalannya. Karena banyaknya orang, akhirnya Lyra menyerah dan kembali melanjutkan perjalanannya.

Lyra merasa sedikit gugup saat menunggu di ruang keberangkatan bandara. Meskipun ini bukan penerbangan yang pertama kalinya ke Korea. Namun, tetap saja rasa gugup dan takut menghantuinya. Ia menatap boarding pass di tangannya, menggenggam erat tasnya yang berisi paspor dan tiket. Perjalanan ini adalah kembalinya Lyra ke Korea dari masa cutinya untuk liburan di kampung halaman, Jakarta.

Setelah beberapa saat, panggilan untuk naik pesawat terdengar. Lyra menarik napas dalam-dalam dan mulai berjalan menuju pintu boarding. Sesampainya di pesawat, ia mencari tempat duduknya di dekat jendela. Setelah meletakkan tas di kompartemen di atas, ia duduk, memandangi awan yang menggantung di langit.

Tak lama kemudian, seorang pria masuk ke kabin. Rambutnya hitam dengan topi hitam, mengenakan jaket tebal berwarna hitam, dan membawa tas selempang kecil. Dia berhenti tepat di samping kursi Lyra. "Maaf, sepertinya ini kursi saya," katanya dengan suara tenang, menunjukkan boarding pass miliknya.

Lyra tersenyum dan menyingkir sedikit untuk memberi ruang. "Oh, tentu. Silakan." Lyra menyadari kalau pria itu adalah pria yang dilihatnya di kafe tadi.

Pria itu duduk di sebelahnya, dan Lyra bisa mencium aroma parfum yang segar dan menenangkan dari dirinya. Mereka berdua duduk dalam keheningan selama beberapa menit, sebelum pesawat mulai bergerak menuju landasan.

Saat pesawat mulai lepas landas, Lyra merasakan getaran ketakutan yang biasa dia alami setiap kali pesawat meninggi. Ia menggenggam lengan kursinya erat-erat, matanya terpejam. Pria di sebelahnya tampaknya memperhatikan. "Kamu takut terbang?" tanyanya dengan nada lembut.

Lyra membuka matanya dan mengangguk sedikit malu. "Iya, sedikit. Terutama saat lepas landas."

Pria itu tersenyum, matanya tampak ramah. "Tidak apa-apa. Aku juga dulu sering merasa cemas saat terbang. Namaku Haruto, by the way," katanya, memperkenalkan diri.

"Lyra," jawabnya sambil tersenyum, sedikit lega dengan sapaan ramah itu.

Mereka mulai berbincang ringan, saling bertukar cerita tentang tujuan masing-masing. Haruto ternyata berasal dari Jepang, ada urusan di Jakarta dan sedang menuju Korea untuk urusan bisnis, namun dia juga berencana mengunjungi beberapa tempat wisata setelah pekerjaannya selesai. Percakapan mereka mengalir dengan mudah, dan tanpa disadari, Lyra mulai merasa lebih tenang.

"Jadi, kamu ke Korea untuk liburan?" tanya Haruto sambil menoleh padanya.

Lyra menggeleng, "bukan. Aku bekerja dan tinggal di Korea. Ke Indonesia hanya berkunjung ke makam orang tuaku."

Haruto tersenyum lagi, kali ini dengan sedikit rasa kagum. "Oh, aku pikir mau liburan. Maaf untuk hal sensitif, aku tidak tahu."

"Tidak masalah, lagipula itu sudah lama terjadi. Aku sudah terbiasa." Lyra menjelaskan dengan tenang.

Seiring berjalannya waktu, mereka semakin akrab. Haruto bercerita tentang pengalaman-pengalaman serunya selama bepergian ke berbagai negara untuk pekerjaan, sementara Lyra berbagi impian-impian dan harapan yang ia simpan selama ini. Mereka tertawa bersama, mendiskusikan tempat-tempat menarik di Korea, dan sesekali saling memberi tips tentang perjalanan.

Saat pesawat mulai mendekati bandara di Seoul, Lyra menyadari bahwa rasa gugupnya telah menghilang sepenuhnya, tergantikan oleh perasaan nyaman karena percakapan yang menyenangkan dengan Haruto. Ketika pesawat mendarat dan mereka berdua bersiap turun, Haruto menoleh ke Lyra dan berkata, "Mungkin kita bisa bertemu lagi di Korea. Siapa tahu kita bisa menjelajahi beberapa tempat bersama?"

Lyra tersenyum, merasa ada sesuatu yang hangat di dalam hatinya. "Tentu, aku akan senang sekali."

Mereka saling bertukar nomor ponsel sebelum berpisah di bandara, dan Lyra merasa bahwa perjalanannya ke Korea  kali ini  dimulai dengan cara yang paling tidak terduga, bersama seorang teman baru yang ia temui di atas ketinggian ribuan kaki.

Lyra berjalan menuju pintu keluar, setelah kopernya sudah ditangan. Wajahnya ceria dan bibirnya tersenyum, mengingat bagaimana dirinya bertemu dengan Haruto tadi. Namun Lyra hampir saja  melupakan sosok yang sudah lama menetap di hatinya. Bayangan Haruto seketika pecah seperti gelembung sabun. Digantikan dengan sosok nyata yang sedang berdiri menunggunya dengan senyuman yang manis, matanya penuh harap dan rindu.

Park Jihoon.

~^°^~

Bersambung
15/9/2024
©Lovegreene__

Selamat malam yeorobunnnn 🥰
Pemanasan dulu ya ...
Semoga besok bisa konsisten update.

Tinggal kan jejak kalian, sayang²ku 🤗

Berdoa semoga Haruto dan Jihoon akur yaaa 😁

Sweet Night // 💎 Haruto 🦋Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang