11

41 13 3
                                    

Lyra menangis dibawah shower yang menyirami tubuhnya. Sudah berkali-kali ia membersihkan tubuhnya dengan sabun, menggosok kasar dengan brush, tetapi rasanya masih saja tetap kotor.

Pagi tadi setelah bangun, tubuhnya hanya berbalut selimut. Pergelangan tangannya memerah karena Jihoon mengikatnya dengan tali pinggang yang semula melingkari pinggangnya. Lantas, ada tanda merah di leher dan dada. Pahanya membiru mungkin efek dari gesekan yang dilakukan Jihoon terlalu kasar. Dan juga mereka kurang istirahat. Itu sebabnya tubuh Lyra nyeri dan lebam.

Setelah dirasa cukup, Lyra mematikan shower dan mengambil handuk untuk menutupi seluruh tubuhnya. Ia berjalan ke kamar dan melewati meja tempat dimana semalam dirinya dan Jihoon saling menyakiti. Ia menyentuh dengan tangan sambil berlalu. Dan setelah sampai kamar, ia menatap kasur yang masih berantakan. Bajunya pun masih berserakan di lantai.

Lyra memungutnya satu persatu dan merapikannya. Hanya ikat pinggang milik Jihoon yang tertinggal. Kembali rasanya nyeri di dada.

"Kalau mau pergi, harusnya jangan meninggalkan jejak, Jihoon.  Kalau seperti ini aku sakit," lirihnya. Melipat ikat pinggang milik Jihoon dan memasukkannya ke dalam laci meja rias.

Untungnya hari ini weekend, jadi Lyra bisa kembali istirahat. Tetapi, ia lupa kalau nanti sampai malam ada acara undangan dari Teddy. Undangan resepsi pernikahannya. Pasti ada pesta.

"Setidaknya aku bisa istirahat dulu hari ini." Lyra memakai pakaian seadanya, merapikan kamar dan seisinya. Setelah itu ia kembali tidur sampai siang.

"Lyra ... Lyra ...," panggil Haruto.

Dengan susah payah Haruto mencoba melakukan panggilan telepon pada Lyra. Masih belum terjawab juga.

"Kemana dia?" Haruto kembali mengetuk pintunya. "Lyra ... Lyra ..."

Haruto mengingat kode pintu unitnya Lyra. 2 kali salah.

"Apa sudah diganti? Atau aku yang salah?" Haruto masih terus mencoba menghubungi Lyra.

Sampai akhirnya ada suara langkah kaki dari arah dalam dan Haruto langsung memanggil Lyra lagi.

"Lyra ... Kamu di dalam? Lyraaa."

"Ya, Ruto. Sebentar." Lyra benar-benar masih setengah sadar. Tubuhnya lelah sehingga ia tertidur seperti orang pingsan.

Pintu terbuka dan Haruto menatap Lyra dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Kamu baik-baik aja, Lyra?"

"Aku baru bangun tidur. Ada apa?" Lyra menguap dan menyipit melihat Haruto yang wajahnya penuh kecemasan.

"Ah ... Syukurlah. Aku pikir terjadi sesuatu denganmu. Dari pagi ponselmu sulit dihubungi. Dan ... Kamu benar-benar tidur?"

Lyra mengangguk dan kembali menguap. "Masuklah."

Haruto melihat lebam merah di kedua pergelangan tangan Lyra. Ia pun menyambarnya. Lyra terkejut.

"Ini kenapa?"

Lyra segera menarik tangannya kembali. "A—em ... Bukan apa-apa." Lyra segera menjauhi Haruto. Mengambil gelas dan menuangkan air dari dalam teko ke gelasnya.

Haruto tidak bergerak di tempat yang sama. Hanya memperhatikan Lyra yang salah tingkah.

"Semalam dia kesini kan?" tanya Haruto dengan suara beratnya.

Lyra melirik dan dengan susah payah menelan airnya. "Maksudnya siapa?"

Haruto menggelengkan kepala dan tersenyum kecut. "Aku tau semalam Jihoon kesini. Subuh tadi dia keluar dari sini terburu-buru. Lyra ... Jihoon menemuiku."

Sweet Night // 💎 Haruto 🦋Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang