@
@
@
"Kok dia ikut sih ma?" Yana mendekat dan berucap pelan pada ibunya. Matanya melirik diam-diam pada laki-laki diujung sana.
"Hush gak boleh gitu, untung ada masmu yang bisa nemenin mama sama Dani kesini. Mana berani mama sama adikmu berdua doang dateng ke negeri orang begini" wanita yang sudah tidak muda lagi itu bergidik ngeri membayangkan sesuatu dalam kepalanya jika ia hanya datang berdua dengan si bungsu.
"Ya ampun mama, kan aku yang jemput, selama HP sama internet masih ada juga mama gak bakal kesasar" Yana memandang ibunya gemas.
"Ck, kamu tuh gak ngerti rasa takut mama, mau ada HP atau apapun ya intinya mama gak berani"
"Tapi kan jadi ngerepotin orang ma" hal itu yang paling Naya tidak inginkan, jangan sampai mereka mengganggu aktifitas pria itu.
"Masmu emang lagi ngambil cuti kok" ucap ibunya tak mau kalah.
"Udah jangan ngomong begitu kamu, yang ada kita harus terima kasih banyak sama Ibnu"
Yana diam-diam mendengus sepeninggal ibunya yang tak ingin lagi mendengar protesannya.
Ibnu, mantan kekasihnya itu merupakan anak dari sahabat orang tuanya, sedari kecil Yana sudah terbiasa dengan pria itu. Itulah kenapa meski mereka sudah putus, Ibnu tetaplah anak bagi ibunya, tapi maaf saja, Yana tetap tidak bisa memandangnya sebagai saudara!.
Sebenarnya orang tua mereka bukan sahabat dari lama seperti yang akan orang-orang bayangkan. Kedua orang tua mereka bahkan baru berkenalan ketika Ibnu sekeluarga pindah ke kawasan rumahnya.
Bermula dari kesamaan hobi memancing ayah Ibnu dan ayah Yana, kedua keluargapun mulai akrab. Setelahnya, sosok kedua orang tua Ibnu yang jauh lebih tua sudah seperti kakak bagi orang tua Yana.
Na'asnya, saat Ibnu mulai memasuki bangku kuliah, kedua orang tua pria itu tewas dalam kecelakaan beruntun saat bepergian jauh.
Maka dari itu, kehilangan kedua orang tuanya diusia mulai beranjak dewasa membuat pria itu sudah seperti anak sendiri untuk ibu dan almarhum ayah Yana.
Ngomong-ngomong tentang ayahnya, Yana berubah sendu memikirkan sang ayah yang sudah berpulang beberapa bulan lalu dan sekarang matanya sudah berkaca-kaca. Jika saja ayahnya bisa bertahan sedikit lebih lama, pria yang amat Yana sayangi itu pasti akan turut hadir di hari bahagianya ini.
"Yana!"
Gadis itu tersentak ketika mendengar suara sang ibu memanggil, dengan cepat ia mendongak untuk menyurutkan air matanya. Bagaimanapun masa itu sudah berlalu dan ia sudah berusaha mengikhlaskan kepergian ayahnya.
"ayo cepat panasin makanannya, kasian adik sama masmu udah lapar"
Yana mengangguk paham kemudian bergerak cepat menyajikan makanan yang memang sudah ia siapkan untuk menyambut kedatangan keluarganya.
"bisa dimakan kan ini?" tanya Dani-sang adik menatap ragu makanan tersebut.
"gak usah norak! Itu namanya Kimbab" Yana menatap kesal pada sang adik. Ia memang menyajikan yang mudah saja, ada Kimbab dan Ayam goreng diatas meja tersebut.
"udah, udah, didepan makanan itu jangan berantem, gak malu apa sama masmu?"
"Yana buruan kasih makan masmu, kasian dia dari semalam belum makan"
Meski terpaksa, Yana tetap menuruti perkataan ibunya. Dalam hati gadis itu mendumal karena sikap ibunya yang selalu mendewakan Ibnu, dari dulu sampai sekarang.
YOU ARE READING
My Short Story (2)
ChickLitFinally aku beranjak ke short story ke dua yang berarti short story yang pertama udah tutup buku hehe. (sampul aku bikin by Canva)