@
@
@
Lala tidak tahu harus bersikap seperi apa, memikirkannya saja membuat mood gadis itu menjadi buruk. Jadi sebaiknya ia abaikan saja masalah ini juga Raga untuk sementara waktu, setidaknya sampai rasa kesalnya mereda.
Inilah yang terjadi jika dirinya terlalu antusias, pesona Raga memang tidak main-main untuk gadis lemah nan kurang belaian seperti dirinya, sehingga Lala tidak memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk seperti ini yang akan terjadi.
Tapi setidaknya ia beruntung karena hal ini terjadi diawal masa penjajakannya, bisa gila Lala jika tahu saat nanti sudah benar-benar jatuh akan pesona pria itu.
Agh, Raga sialan!
Lala bisa saja berkata tidak memikirkan masalah ini, tapi sedikit-sedikit pikirannya akan lari kesana sehingga sepanjang waktu ia hanya merasa kesal. Terlebih Raga saat itu tak menjelaskan apa-apa.
Hey! dirinya tidak patah hati! Lala harus menegaskan ini, Lala hanya tidak terima, harga dirinya terluka karena pria itu seolah menganggapnya tak ada.
Ketika mengikuti rapat kantornya, Lala tidak bisa berhenti menatap... mungkin sinis kearah sosok Amara diseberang sana. Setelah kejadian kemarin, wanita itu tidak lagi memukau seperti kesan pertama yang ia rasakan. Maklum saja, Lala sudah terlanjur dongkol!
Lala baru berhenti menatap ketika seseorang disamping menyikut lengannya.
"gue tahu mbak Amara bikin kita cewek-cewek jadi iri, tapi lo jangan kentara bangetlah natapnya begitu" Vina, rekan sejawatnya menegur dan Lala hanya bisa mengerucutkan bibirnya sebal.
Sekeluarnya dari ruangan rapat itu, Lala kemudian terduduk lesu dibangkunya.
"kenapa nih anak?" Tanya Lidya pada Vina yang kini menyusul.
Gadis berambut pendek itu terkekeh, "si Lala penyakit PD-nya udah dipangkas mbak Amara. Tadi pas rapat natapnya sinis banget"
"tapi iya sih, tuh orang bikin iri aja saking luwesnya" lanjut Vina masih terkekeh.
"tumben-tumbenan lu La" sahut Lidya heran. Lala yang ia kenal adalah orang yang hanya fokus pada dirinya sendiri tanpa melihat pencapaian orang lain, makanya gadis itu tampak PD gila.
"Dia... kayaknya mantan Raga" Lala berucap lesu.
"Hah?" Lidya tentu kaget.
"eh, apaan, apaan?" Vina yang belum tahu apa-apa jadi ikut penasaran dan heboh.
"waduh, jauh banget, La"
"Mbakkk" rengek Lala tak terima."
"Gue ketinggalan apa nih?" Vina masih penasaran.
"lo nyimak aja dulu" timpal Lidya.
"jadi lo udah fall in love nih ceritanya, La?"
"mana ada!" Lala lagsung membantah tegas.
"enggak ya mbak! Yakali baru ketemu gue udah cinta"
"ya abis lo kayak orang hopeless dan patah hati"
"gue kesel aja mbak, kalo emang masih gamon ya ngapain coba-coba ama gue, ogah banget gue jadi obat patah hati"
Lidya kini terbahak. "tapi dia oke banget loh, jadi obat patah hati modelan kayak gitu mah gas aja, La"
"dihhhh" pekik Lala membuat Lidya semakin terhibur.
"oh jadi... gebetan lo... mantannya... mbak Amara?" sahut Vina yang baru paham, gadis itu menatap takjub pada Lala.
YOU ARE READING
My Short Story (2)
Chick-LitFinally aku beranjak ke short story ke dua yang berarti short story yang pertama udah tutup buku hehe. (sampul aku bikin by Canva)