prolog

16 1 0
                                    

#playlist: kamu dan segala kenangan: Maudy Ayunda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

#playlist: kamu dan segala kenangan: Maudy Ayunda

Tepat sepuluh tahun setelah bencana virus corona melanda, negara yang dijuluki zamrud khatulistiwa kini menjadi negara yang berkembang dengan teknologi yang semakin canggih. Namun, sejarah beribu-ribu tahun yang lalu tak mungkin terlupakan, termasuk bagaimana perjuangan para pahlawan untuk kemerdekaan negara tercinta ini.

Kenangan yang berkesan memang tak akan pernah terlupakan, bahkan jika objek yang terjadi dimasa lalu telah hilang, itu tak akan membuat kisah mereka lenyap, bisa jadi seseorang dalam kisah tersebut berbagi kisah dengan anak ataupun cucu, itu akan menjadi kisah mereka didengar lalu diingat.

Seorang yang menyimpan kenangan lama. Kenangan yang tak akan pernah tertimbun oleh masa. Dia, seorang wanita yang kini tengah bersiap-siap untuk meninggalkan rumahnya. pakaian kasual yang Ia kenakan, dengan kemeja putih panjang yang ia masukkan kedalam celana hitam panjang, serta heels berwarna hitam gelap.
Rambut hitam gelap dengan panjang hanya sebahu, wanita itu tampak cantik dengan stylenya.

Wanita itu masuk kedalam mobil yang terparkir disamping rumah tempat tinggalnya. Mobil toyota berwarna putih itu kini melaju meninggalkan halaman rumah. Wanita itu mengendarai dengan santai, ia hanya fokus menyetir tanpa memikirkan apapun. Namun, suara dari telepon miliknya kini berbunyi, ia segera menggeser tombol hijau dilayar telepon. Tak lama kemudian suara dari balik telepon terdengar.

"Nar, kamu lagi dimana?"suara dibalik telepon terdengar.

"Aku lagi diperjalanan, mau berangkat ke kantor, soalnya hari ini enggak libur. Kenapa, Ca?"

"Nar, ini enggak salah? Rona bawa sepatu Aeron buat latihan."

Wanita itu mengerutkan dahinya saat mendengar perkataan dari temannya diseberang telepon, "maksudnya? Rona bawa sepatu Aeron? enggak, Ca, Rona bawa sepatu punya dia sendiri."

"Astaga, Nar. Rona sendiri kaget dia bawa sepatu bapaknya,"

"Aku kesana sekarang." Wanita itu mematikan teleponnya, menelan ludahnya kasar, lalu berbalik arah dan menambah kecepatannya.

Mobil toyota itu kini sudah terparkir didepan sebuah gedung olahraga ditengah perumahan. Nara, wajahnya kini datar tanpa ekspresi, sudah lama dia tidak menampilkan raut wajah ini.

Suasana gedung olahraga cukup ramai, gedung olahraga kerap dipakai untuk basket, padahal sebelumnya juga digunakan untuk bulu tangkis, namun kini hanya digunakan untuk basket saja karena penggemar basket yang lebih ramai dibandingkan untuk penggemar bulu tangkis di sekitar perumahan.

Nara menyapu pandangannya kedalam gedung, hingga matanya menemukan sosok anak yang mirip dengan seseorang yang ia rindukan. Langkahnya gontai menuju kearah sosok anak itu, matanya menatap sayu kearah sepatu yang anak itu pakai.

"Mama? katanya mau kerja? kok kesini?"tanya anak perempuan itu, usianya sekitar tiga belas tahun.

"Rona, kamu sadar apa kesalahan kamu?" Nara bertanya balik, membuat Rona, anak perempuan itu mengerjapkan matanya.

"Sepatu? maaf, Ma.Rona salah bawa. Tadi tante Caca datang jemputnya lebih awal, jadi-"

"Mama maafin. Sekarang lepas sepatunya." Nara berusaha menahan emosinya.

"Terus? Rona pakai apa?"

"Enggak usah pakai sepatu hari ini."

"Memangnya kenapa sih, Ma. Lagian ini sepatu punya Papanya Rona, kan? dari pada enggak dipakai mending Rona yang pakai," Rona, anak itu kini tak kalah kesalnya dengan Nara.

"Mama udah bilang berkali-kali, jangan pakai sepatu itu, Rona dengar kan?" Suara Nara sudah semakin meninggi, membuat Caca yang melihat dari kejauhan mendekat.

"Sabar, Ca. Ini pasti gara-gara sepatu kan?" Ucap Caca, yang sedari tadi mendengar perdebatan antara anak dan ibu itu.

"Tante Caca, kan? yang bilang sama Mama kalau Rona salah bawa sepatu!" tanya Rona, dengan wajah kesal. Seketika Caca hanya menghela nafasnya.

"Sekarang lepas, Rona!" ucap Nara.

"Enggak."

"Lepas."

"Enggak."

"Lepas."

"Enggak."

"Rona!!!" Suara Nara nyaring terdengar, membuat seisi ruangan menoleh kearah mereka.

Rona memejamkan matanya, ini kedua kalinya Nara marah hanya untuk sepatu itu. Tak pernah Nara mengucapkan kata-kata tinggi untuk Rona kecuali untuk satu hal itu.

"Ada apa sih, Ma? dengan sepatu ini, Mama enggak pernah marah kepada Rona kecuali untuk sepatu ini."

Nara terduduk lemas, air matanya perlahan mengalir, antara menyesal karena telah membentak anaknya, dan kenangan yang muncul didalam ingatan.

"Di sepatu itu ada kenangan, Rona."

.

.

.

.

.

"Aku menyimpan mu dalam suatu objek, dan aku marah ketika objek itu bukan dirimu lagi yang berperan"
-Nara-


TBC
jangan lupa vote dan komennya

Sepasang sepatu Kenangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang