Setelah perdebatan yang panjang diantara mereka, akhirnya Naruto mengalah dan mau tidak mau Hinata yang akan mengantarnya pulang. Pria itu ternyata tidak bisa membantah Hinata lagi.
"Sebaiknya kau istirahat, aku akan disini sebentar. Memasak makanan untuk rasa terimakasihku karena kau sudah memberikanku makanan tadi pagi" ucap Hinata membuat Naruto terkekeh senang.
"Kau menginap pun tak masalah" gumam Naruto.
"Apa?" Protes Hinata.
"Ah, tidak. Lakukan sesukamu" ucap Naruto dengan kekehan kecil. Kemudian pria itu langsung pergi kekamarnya.
***
Didapur, Hinata sibuk menyiapkan beberapa bahan masakan. Rencananya dia akan memasak sup untuk Naruto.
"Sesuatu yang hangat akan membuat pikiran tenang kan?" Gumam Hinata.
Ditengah dirinya yang sibuk memasak, tiba-tiba dia teringat sesuatu.
"Hinata, tak bisakah kau datang kesini. Naruto sepertinya membutuhkanmu. Ah, tidak-tidak bukan hanya membutuhkanmu, dia sangat membutuhkanmu. Kumohon datang-" beberapa bulan setelah Naruto pergi keluar negeri. Tiba-tiba Toneri meneleponnya dan mengatakan hal yang tak masuk akal bagi Hinata. Naruto membutuhkannya? Mustahil.
Keesokan harinya pun dia-Toneri tetap melakukan hal yang sama.
"Kumohon, Hinata. Dia benar-benar menderita tanpamu"
"Itu bukan urusanku. Dan jangan pernah meneleponku lagi atau aku akan memblokir nomor mu" jawab Hinata dingin.
Memang benar ancaman Hinata itu didengar oleh Toneri, tapi ternyata pria itu tetap dan rutin memberikan kabar Naruto melalui pesan. Jadi selama dua tahun itu Toneri dan Hinata saling bertukar pesan-tidak lebih tepatnya Toneri yang selalu menghubungi Hinata untuk memberikan kabar Naruto.
Tapi selama dua tahun itu pula, Toneri tidak memberitahu jika Naruto benar-benar sakit. Dirinya mengira bahwa Naruto dan Toneri hanya main-main dengan dirinya.
"Tapi bukan salahku kan, lagipula aku sangat marah saat itu sehingga tidak memikirkan kemungkinan lain" gumam Hinata mencoba menenangkan dirinya.
Setelah Hinata selesai memasak, dirinya menata sup tersebut di atas meja makan. Saat Hinata sibuk membersihkan peralatan masaknya, Naruto datang dan duduk disana. Diam memperhatikan punggung Hinata.
"Kau hanya memasak ini untukku?" Tanya Naruto membuat Hinata menoleh padanya dan melanjutkan kembali aktivitas nya.
"Ya, makanlah. Setelah itu, kau harus istirahat" ucap Hinata.
"Terimakasih" gumam Naruto.
Hinata sudah selesai dengan kegiatannya. Dia berjalan mendekat pada Naruto dan memutuskan untuk duduk disebelah pria itu. Sedangkan Naruto menoleh pada Hinata dengan ekspresi bingung.
"...Ada apa?" Tanya Naruto pada Hinata. Hinata tidak menjawab dan memilih menatap Naruto tepat pada matanya.
"Sekarang kau bisa ceritakan apa alasanmu memutuskan hubungan kita" mendengar kalimat Hinata, Naruto langsung memutus kontak mata dengannya. Dia milih menatap pada mangkuk sup miliknya.
Hinata menghela napasnya pelan.
Kejadian setelahnya membuat Naruto terkejut. Hinata memeluk Naruto, menepuk-nepuk punggung pria itu seolah menenangkan pria yang sedang didekapnya.
"Tidak apa, pelan-pelan saja..." Setelah mendengar suara lembut Hinata yang sudah lama dia rindukan, akhirnya Naruto memutar tubuhnya. Menatap Hinata sekilas dan membalas pelukan wanita itu. Pria itu menangis dalam pelukan Hinata.
"... Maafkan aku, maafkan aku..." Berulang kali Naruto menggumamkan kata maaf pada Hinata. Hinata mengangguk.
"Aku memaafkanmu, Naruto" balas Hinata dengan menepuk-nepuk pelan punggung Naruto. Hinata menggigit pipinya, mencoba menahan tangisnya agar tidak pecah.
"Maafkan aku sudah membuatmu menangis, maafkan aku..." Ucap Naruto dengan mengeratkan pelukannya pada Hinata.
"Apa semua ini terjadi karena diriku?" Kalimat Hinata mendapat gelengan dari Naruto.
"Ini semua kesalahanku, aku yang membuat kesalahan itu Hinata. Maafkan aku, aku benar-benar bersalah padamu..."
"Semua akan baik-baik saja, Naruto. Semua akan baik-baik saja" setelah mendengar kalimat Hinata, Naruto melepaskan pelukannya dan meraih kedua tangan Hinata. Naruto menatap Hinata, sisa air matanya masih terlihat disana.
"Aku tidak berniat memutuskanmu. Aku hanya takut kau terbebani karena perbuatanku. Kau pasti tahu kan aku sudah menghajar orang yang membuatmu kesulitan?" Hinata mengangguk kecil sebagai jawaban dari pertanyaan Naruto. Giginya menggigit lidahnya agar tetap terlihat tegar.
"Aku takut jika suatu saat apa yang aku lakukan itu akan menyakiti dirimu"
"Apa aku pernah mengatakan tidak setuju?" Tanya Hinata.
"Tapi ak-"
"Kau belum mengenalku ya, aku kan orang yang selalu jujur padamu Naruto. Jika aku tidak menyukainya aku akan mengatakannya padamu, kenapa kau mengambil kesimpulan seperti itu" akhirnya air mata Hinata tak bisa ditahan lagi. Wanita itu menangis.
"Kau tahu betapa aku menderita karenamu saat itu?" Kedua tangan Naruto menangkup wajah Hinata. Naruto mengangguk sebagai balasan pertanyaan Hinata. Dia tahu bagaimana keputusanmya itu menyakiti Hinata bahkan lebih dari dirinya.
"Bukankah keputusanmu hanya menyakiti kita berdua, kenapa kau sungguh egois" Naruto menyeka air mata Hinata sebelum akhirnya kembali memeluk erat wanita itu.
"Aku salah, Hinata. Maafkan aku..." Dalam dekapan Naruto, Hinata menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju.
Hinata melepaskan pelukannya. Dia menangkup wajah Naruto. Mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir pria itu. Matanya terpejam menyalurkan seluruh kerinduannya pada pria dihadapannya.
Sedangkan Naruto meraih punggung Hinata dan memeluknya. Memperdalam kecupan mereka.
Naruto tidak akan membiarkan wanita dihadapannya ini lepas lagi dari kehidupannya. Dia tidak akan membuat kesalahan yang sama kembali.
Kecupan itu terlepas. Naruto menangkup wajah Hinata, mengecup bibir, kedua pipi, dan berakhir memeluk Hinata kembali.
"Kita perbaiki semuanya hm?" Tanya Naruto pada Hinata yang tengah berada dipelukannya.
Hinata mengangguk, "Kita perbaiki semuanya" balas Hinata dengan mengeratkan pelukannya pada Naruto.
Next 🔓
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown Ex-lover
RomanceSudah menjadi asing tetapi anehnya malah sering bertemu.