Satu minggu berlalu. Sepertinya perlahan-lahan semua karyawan mengetahui bahwa Naruto akhirnya memiliki seorang kekasih. Tapi tetap saja beberapa dari mereka masih menganggapnya sebagai rumor.
Namun tidak bagi Sai, wakil Presdir itu sepertinya sedikit tertekan. Kenapa?
Hari ini adalah hari pertemuan dengan rekan perusahaan sebelah untuk membicarakan lebih lanjut terkait proyek kerjasama. Setelah rapat selesai, mereka semua langsung kembali ke kantor dan fokus untuk mengeksekusi hasil rapat hari ini.
Saat Sai merasa bahwa dibelakangnya tidak ditemui Naruto, Presdir nya itu. Dia menoleh kesana-kemari untuk mencarinya. Berjalan perlahan menuju pada pojok ruangan yang ada disana dan secara otomatis berhenti saat mendengar suara bisikan-bisikan disana.
"Apa yang kau lakukan, kita sedang bekerja" terdengar bisik suara wanita yang ternyata adalah Hinata.
"Tidak apa, sebentar saja. Lima menit" Setelah mengatakannya, Naruto langsung memeluk Hinata. Walaupun diawal Hinata terlihat seperti menolak tapi wanita itu juga membalas pelukannya.
"Baiklah, lima menit" jawab Hinata setuju.
"Bagaimana keadaanmu, apakah menjadi lebih baik akhir-akhir ini?" Tanya Hinata yang mendapat anggukan dari Naruto. Pria itu lebih memilih menikmati pelukan mereka.
"Kenapa kau melarangku untuk ikut bersamamu?" Hinata melepaskan pelukannya dari Naruto dan menatap pria itu dengan tatapan terkejut.
"Jangan bilang kau benar-benar akan mati?" Pertanyaan itu sontak membuat Naruto terkekeh. Kedua tangan Naruto menangkup wajah Hinata.
"Astaga, sebenernya apa sih yang kau pikirkan tentangku?"
"Tentu saja tidak. Aku tidak akan mati secepat itu. Aku kan ingin hidup lama denganmu" setelah mengatakan kalimat itu, Naruto mencium bibir Hinata. Sai yang masih disana seketika menoleh. Wajahnya ikut memerah.
"Apakah kau kriminal?" Tiba-tiba suara itu membuat Sai terkejut.
"Apa?!" Protes Sai yang membuat pria lain disana langsung menutup mulutnya. Ya, Toneri.
"Pelankan suaramu, bodoh" kesal Toneri. Sai menepis kesal tangan Toneri yang berada dimulutnya.
"Aku harus memisahkan mereka. Naruto harus bekerja" ucap Sai yang hendak menghampiri keduanya. Namun lengan Sai di cekal Toneri.
"Biarkan saja" ucap Sai.
"Biarkan bagaimana, kau memang tidak tahu apa yang aku alami. Selama seminggu ini setelah pertemuan dengan perusahaan Hinata, dia tiba-tiba menghilang dan semua pekerjaannya aku yang mengerjakan. Kasihan juga Hinata jika rekan kerjanya menuduh dia macam-macam karena si gila Naruto itu menahannya disini"
Toneri menghela napasnya, "Biarkanlah dulu, mereka juga baru berbaikan kan. Ini aka baik untuk kesehatan Naruto juga. Jika tidak sebagai wakil Presdir, coba kau memposisikan diri sebagai sahabatnya" kalimat Toneri membuat Sai menghela napas.
"Apa boleh buat, setidaknya dia bisa menjadi lebih baik. Ayo pergi, kau juga mau menjadi kriminal dengan memata-matai bosmu?" Akhirnya mereka berdua terkekeh dan pergi dari sana.
***
Diakhir pekan Hinata dan Naruto tengah menikmati waktu luang mereka. Tangan keduanya saling tertaut. Berjalan dibawah deretan pohon besar yang melindungi mereka. Sesekali keduanya saling menatap, bertukar senyum dan tertawa kecil.
Hinata memejamkan matanya, menghirup udara disana secara perlahan, "Sudah berapa lama kita tidak melakukan ini bersama?" Tanya Hinata.
Naruto menoleh pada Hinata, bibirnya mengkurva. Kemudian menatap kebawah sekilas dan mencoba berpikir, "Entahlah, bukankah ini kencan untuk para remaja?" Kalimat itu membuat Hinata tertawa.
"Apa kau pikir kita sudah begitu tua?" Mendengar pertanyaan Hinata, Naruto terkekeh.
"Apakah umur duapuluh tujuh tahun itu masih muda?"
"Kau masih muda, kau tahu? Karena pekerjaanmu mungkin kau merasa sudah tua, kasihan sekali" ejek Hinata.
"Kau mengejekku?" Protes Naruto.
"Siapa, aku?"
"Memang siapa lagi yang bersamaku saat ini?" Akhirnya keduanya tertawa.
Naruto dan Hinata akhirnya memutuskan untuk berhenti. Mendudukkan diri disalah satu kursi untuk beristirahat dan menikmati udara dibawah pohon yang lebat. Beberapa saat mereka memilih diam dan menikmati pemandangan disana.
Naruto memandang Hinata, termenung sejenak sebelum akhirnya tersenyum, "Terimakasih sudah berjuang menyelesaikan gelas S2 mu. Aku tahu itu tidak mudah bagimu kan?" Ucap Naruto membuat Hinata menoleh padanya.
"Kenapa kau membahas nya. Lupakanlah masa lalu, Naruto. Bukankah kita berjanji akan memperbaiki semuanya?" Senyum cerah Hinata perlihatkan pada Naruto. Pria itu membalasnya namun raut wajah bersalah masih terlihat disana.
"Jika kau masih merasakan sesuatu yang membuatmu hatimu buruk, kenapa kau tidak memikirkan saja cara agar aku dan dirimu bisa bahagia untuk kedepannya?" Ucap Hinata meyakinkan Naruto.
"Kemarilah..." Lagi, Hinata memeluk kekasihnya itu dan menepuk punggungnya pelan. Mencoba meyakinkan Naruto bahwa semua akan baik-baik saja.
Naruto membalas pelukannya dan mengeratkan pelukannya pada Hinata.
"Maukah kau menemaniku ke rumah sakit besok?" Tanya Naruto dalam pelukan mereka. Pertanyaan Naruto membuat jeda pada kegiatan Hinata menepuk punggung Naruto, senyum kembali terukir diwajahnya.
"Aku menunggu kau mengatakannya. Tentu saja aku mau, aku akan menemanimu" jawab Hinata.
"Terimakasih, Hinata"
Hinata mengangguk, "Pelan-pelan saja Naruto..."
***
"Astaga, Sasuke. Tak bisakah kau membiarkanku hidup tenang tanpa menyeretku dalam masalahmu?" Kesal Hinata pada sahabatnya yang bernama Sasuke itu. Lagi-lagi dirinya harus diseret dalam hubungan Sasuke dan Sakura karena pria itu dalam keadaan mabuknya kemarin malam membuat keributan dengan mengatakan bahwa Hinata bisa menggantikan posisi Sakura.
"Maafkan aku" ciut Sasuke.
"Berapa kali aku harus memaafkanmu. Terakhir kali mana pernah kau memikirkanku. Bahkan dengan percaya diri meninggalkan ku di klub dan aku harus pulang dengan jalan kaki" sindir Hinata.
"Ini terakhir kalinya. Kumohon bantu aku menjelaskan pada Sakura. Aku tidak mau dia memutuskanku, Hinata" rengek Sasuke membuat Hinata semakin kesal.
"Kenapa tidak kau nikahi saja Sakura. Dasar pria aneh"
"Kau sendiri kenapa tidak menikah dengan Naruto?" Balas Sasuke membuat kilatan tajam Hinata keluar.
"Aku dan dia baru saja memulai kembali. Wah, jadi begini caramu berterima kasih. Pria brengsek ini, turunkan aku. Cepat turunkan aku!" marah Hinata.
"A-aku bercanda, maafkan aku. Aku tidak akan mengulangi nya lagi Hinata. Mohon bantu aku kali ini saja" Mendengar kalimat Sasuke itu entah sudah membuat berapa kali Hinata menghela napas. Kesal sekali dengan sahabat gilanya itu.
"Cepat! Jangan berbicara denganku. Aku kesal mendengar suaramu" setelah mengatakan kalimat itu, Sasuke menambah kecepatannya dan diam seribu bahasa didalam mobil sampai tujuan mereka sampai di rumah Sakura.
Next 🔓
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown Ex-lover
RomanceSudah menjadi asing tetapi anehnya malah sering bertemu.