Setelah satu minggu Naruto memohon untuk bertemu dengan Hinata, akhirnya wanita itu menyetujuinya. Dengan segala hal yang Hinata minta, Naruto akan menyetujuinya. Namun Hinata meragukan hal itu.
Hinata mendekat pada Naruto yang sudah duduk disalah satu sudut kafe. Wanita itu meletakkan tasnya dan duduk tepat didepan Naruto.
"Cepat katakan, aku sibuk" ucap Hinata sambil melihat jam tangan miliknya. Nada terkesan dingin terselip disetiap katanya.
"... Maafkan aku" ucap Naruto yang membuat Hinata terhenti dari kegiatannya meraih cangkir kopi dihadapannya.
"Apa?" Ulang Hinata untuk memastikan bahwa telinganya tidak salah dengar.
"Maafkan aku, Hinata" kali ini Naruto mengulang kalimatnya dengan menatap mata Hinata.
"Kau tidak salah makan kan?" Tanya Hinata heran. Tanpa sadar Hinata meletakkan tangannya pada dahi Naruto, mengecek suhu badan pria itu. Setelah beberapa saat Hinata tersadar dan segera meraih tangannya dari kening Naruto.
Wanita itu berdehem, "Kau mau mati ya?" Tanya Hinata membuat Naruto tak bisa berkata-kata.
Naruto menarik napas dan menghembuskannya pelan, "Bisakah kita berteman dengan baik mulai sekarang?" Pinta Naruto pada Hinata. Hinata menatap Naruto cukup lama, hingga akhirnya dia meminum kopinya yang sempat tertunda tadi.
"Aku tidak bisa berteman denganmu" jawab Hinata setelah meminum kopinya.
"Kenapa?" Tanya Naruto cepat.
"Kenapa katamu, astaga pria ini benar-benar tidak berubah rupanya. Memang bagaimana lagi jika seorang pria egois memang akan tetap egois" kesal Hinata. Naruto menggigit bibirnya ketika mendapat respon negatif dari Hinata.
"Sudahlah, aku tidak ada waktu untuk membahas masa lalu" ucap Hinata dengan berdiri dan hendak pergi, namun Naruto menahan tangan Hinata.
"Jika aku bilang ingin memulainya dari awal kembali apakah kau akan memberikanku kesempatan?" Tiba-tiba pertanyaan yang Naruto coba tahan keluar begitu saja.
"Apa?" Beo Hinata tak habis pikir. Naruto memutus tatapannya dengan Hinata setelah mendapatkan respon dari wanita itu.
"Tidak apa, aku salah bicara" ucap Naruto dengan suara melemah membuat Hinata mendengus.
Hinata menepis tangan Naruto yang masih menggenggam tangannya, "Hentikan, Naruto. Kumohon hentikan sikapmu yang membingungkan seperti ini" Ucap Hinata, jujur saja Hinata saat ini sudah lelah dengan sikap Naruto. Hinata tidak tahu ada apa dengan pria dihadapannya saat ini.
Naruto, pria itu malah memilih menunduk dan menatap lantai.
"Aku mohon maafkan aku, Hinata. Aku memang egois"
Hinata terkekeh, "Akhirnya kau menyadari nya ya. Baiklah, aku memaafkanmu"
"Hinata!" Potong Naruto membuat Hinata terkejut.
"... Kau memang tidak berubah. Kenapa kau selalu saja bersikap baik hati pada seseorang yang bersalah padamu. Kau dengan mudahnya memaafkan ku, sungguhan kau melakukan ini?!" Ucap Naruto dengan nada yang sedikit meninggi.
"Wah..." Respon Hinata tidak percaya dengan kalimat Naruto. Wanita itu menghela napasnya berat. Dirinya mendudukkan diri kembali di kursi dan melihat Naruto dengan tatapan tidak percaya.
"Jadi sebenarnya apa mau mu. Aku sudah menerima permintaan maafmu. Sekarang apa yang kau inginkan?" Tanya Hinata pada Naruto.
Naruto kembali meraih kedua tangan Hinata dan menggenggam nya erat. Hinata mencoba melepaskan genggaman Naruto namun sia-sia.
Hinata melihat Naruto menunduk kebawah, tidak menatap Hinata. Entah ini perasaannya saja atau Hinata melihat jika bahu Naruto sedikit bergetar.
"Ada ap-" belum sempat Hinata mengucapkan kalimatnya, Naruto memotong.
"Sepertinya aku menjadi gila, Hinata..." Diakhir kalimatnya, Naruto semakin erat menggenggam tangan Hinata.
"Apa?" Beo Hinata tak mengerti.
Setelah mendengar suara Hinata, Naruto tiba-tiba melepaskan genggaman tangannya. Pria itu berdiri dan menampilkan senyumnya pada Hinata.
"Ah, terimakasih ya sudah memaafkan ku. Mohon bantuannya untuk kedepan, Hinata. Kalau begitu aku pamit dulu, permisi" setelah mengatakan kalimat tersebut, Naruto langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Hinata.
Hinata menoleh dan menatap punggung Naruto yang kian menjauh. Perasaan sedih itu ternyata belum bisa menghilang sepenuhnya.
"Apa sebenernya yang terjadi padanya?" Hinata bertanya-tanya. Dirinya menyandarkan punggungnya pada kursi dan kembali menghela napasnya.
"Uzumaki Naruto, sekarang harusnya kita sudah bisa akur bukan. Itu yang kau minta bukan?" Gumam Hinata.
"Apa aku bisa? Kau menyedihkan, Hinata..."
***
"Naruto!" Panggil seorang wanita dengan surai pirang menghampiri Naruto. Wajah khawatirnya itu tidak bisa disembunyikan sejak memasuki salah satu ruangan di rumah sakit.
"Shion, kapan kau kembali?" Tanya Naruto kebingungan. Wanita bernama Shion itu mendengus kesal atas respon Naruto.
"Memang itu penting, kenapa seperti ini lagi. Aku kan sudah menyuruhmu untuk tidak terlalu stress memikirkan pekerjaanmu" ucap Shion khawatir pada keadaan Naruto. Sedangkan pria itu hanya terkekeh kecil.
"Kau berlebihan, dokter. Aku baik-baik saja. Bukannya kau datang ke Jepang untuk berlibur, kenapa harus mempedulikan ku?" Ucap Naruto membuat Shion menghela napasnya perlahan.
"Walaupun begitu, kau ini masih tetap pasien yang berada dalam pengawasanku, mengerti? Kau harus mematuhi apa yang aku katakan"
"Baik, dokter Shion. Aku mengerti, jangan mengoceh terus ya aku pusing mendengarnya" canda Naruto membuat Shion mendecih.
"Pulang lah, bukankah kau ke Jepang ingin berlibur dengan Toneri. Aku akan menjaga diriku, percayalah padaku"
"Jangan percaya padanya, Shion. Dia bahkan menggunakan dirimu untuk membuat alibi pada Hinata. Dia mengaku bahwa kau adalah kekasihnya" Shion spontan menoleh pada Sai yang tiba-tiba ikut dalam percakapan. Setelah itu, dirinya menatap pada Naruto.
"Astaga... Berhentilah bermain-main. Turunkan egomu dan katakan sebenarnya pada Hinata, mengerti?" Ucap Shion.
"Tidak perlu terburu-buru, pelan-pelan saja. Dan jangan membuat dirimu sendiri kesakitan karena perbuatan yang kau lakukan sendiri Naruto. Didalam cinta, tidak ada yang namanya keraguan, Naruto. Percayalah pada dirimu sendiri" tambah Shion dengan menepuk pundak Naruto.
Hening sesaat terjadi, hingga...
Air mata keluar dari mata Naruto, mata biru samudra itu tidak dapat lagi membendung air matanya.
Shion dan Sai terkejut melihat keadaan Naruto saat ini. Shion menoleh pada Sai untuk meminta dirinya membantu menenangkan Naruto, namun Sai juga sepertinya kebingungan.
Naruto meremat kemejanya, air matanya masih mengalir.
"Bagaimana ini..." Suaranya bergetar.
"Aku sangat mencintai nya sampai rasanya aku menjadi gila. Aku takut itu membuat Hinata kesulitan"
"Astaga..." Gumam Shion ikut sedih melihat kondisi Naruto.
"Ternyata benar yang dikatakan Toneri, dia sangat menderita..." Gumam Sai yang akhirnya menyaksikan kondisi Naruto secara langsung.
Next🔓
KAMU SEDANG MEMBACA
Unknown Ex-lover
RomansaSudah menjadi asing tetapi anehnya malah sering bertemu.