Naya melepas almamater sekolahnya lalu diganti dengan cardigan pink, setidaknya cukup cute untuk dipadukan dengan putih abu-abu yang sudah seharian ia kenakan, tak lupa menyemprotkan sedikit parfum. Wajar, dibandingkan Lana yang bahkan kelihatan segar dan wangi. Naya telah menghabiskan waktu hampir seharian disekolah. tanya ge ngapain? sekolah lah! sedangkan Lana nge-libur alias izin alias kakinya masih pincang. Jadi, selama pemulihan jelas Lana nggak bisa ke sekolah. Dia stay dirumah saja. Tangannya masih luka dan kakinya belum benar-benar sembuh, masih sakit ketika digerakkan berlebihan, apalagi dijadikan tumpuan. Makanya kemana-mana Lana masih memakai kruk, setidaknya untuk sebulan lagi.
"Lo capek nggak sih?" Lana bertanya-tanya sebab ia tahu Naya sudah melewati hari yang cukup panjang.
"Aman. Everything's good As long as you are happy."
Uhuk... uhuk...
Cowok itu mengalihkan pandangannya, kelihatan salah tingkah. Naya malah tergelak, "Lucu. Ternyata cowok juga bisa baper, ya?" Puas banget liat reaksi Lana yang imut gitu
Naya ngerti gimana bosen nya kalau hari-hari yang bisa dilakuin cuma makan, tidur, terus ke kamar mandi. Aktivitas beneran terbatas karena mesti nyeret kaki. Naya juga sempet wanti-wanti buat jangan terlalu banyak gerak dan dan jangan coba-coba ngelakuin hal-hal sendiri, takut malah bikin masa pemakaian gips jadi lebih lama. And of course, mesti ada perjanjian sampai akhirnya dia nurut. Sebagai gantinya Naya harus sering-sering mampir buat jenguk Lana. Tanpa mikir panjang, Naya deal-deal aja. Lho, mampir doang kan? Apa susahnya?
Dan yang disebut 'sering-sering' pun berlalu, Naya beneran nggak tahu istilah 'sering-sering'nya Lana itu ternyata setiap hari. Ingetin! TIAP HARI. Selama setidaknya 24/7 Naya dibuat lelah mengurusi Lana yang mendadak jadi banyak mau. Urusan disuapin karena tangan sakit hanya pemula. Pernah, cowok itu menelponnya hanya untuk bertanya bagaimana membedakan gula dengan garam. Pernah juga cowok itu nyuruh Naya kerumahnya cuma untuk membukakan tutup kaleng tango nya. Yap, benar-- KALENG TANGO, JAUH-JAUH. Naya kepingin marah, cuma rasa enggak teganya jauh lebih besar. Langsung keinget gimana kemaren cowok itu terkulai lemas dengan darah dimana-mana, kaya.. baru kemarin.
Seandainya hari itu Naya nggak di TKP, mungkin rasa ibanya nggak sebesar ini. Seandainya Lana lebih hati-hati, mungkin cowok itu nggak bakal mengalami kecelakaan yang bikin tangannya harus dijahit dan nggak mengharuskannya berjalan dengan bantuan kruk setidaknya untuk sebulan lagi. Tulang kakinya mengalami retak pendek yang tergolong minor, tapi dokter tetap menganjurkannya memasang gips untuk meminimalisir resiko. Benar, namanya musibah nggak ada yang tahu, kalau disuruh milih pun Lana nggak mau. Cuma--- MAKANYA KALO BAWA MOTOR ITU JANGAN KAYA SETAN.
Masih emosi banget kalau diinget-inget.
Jadi berhubungan cewek cantik nan imut hari ini lagi baik hati, Naya mau menepati janjinya ngajakin Lana makan siomay dipinggir jalan. Sebab itu sekarang Naya dan Lana duduk di trotoar atau yang akrab kita sebut pembatas jalan, menikmati sepiring siomay yang sengaja dibeli dengan porsi jumbo alias 2 porsi jadi 1 alias porsi kuli panggul. Emang keliatan rakus, tapi ini bukan tentang rakusnya, tapi tentang romantisnya makan sepiring berdua sembari melihat lalu lalang kendaraan yang macet ditengah hiruk-pikuk aktivitas kota, kata Lana. Padahal, itu salah! Yang pasti, bakal repot kalau pakai piring sendiri-sendiri. Mau sendiri atau berdua, Lana tetep nggak bisa nyendok makananya sendiri, ujung-ujungnya tetap Naya yang suapin Lana. Tapi, Naya fine-fine aja selagi Lana nggak minta yang aneh-aneh. Nyuapin pake sekop, contohnya.
"Happy, nggak?"
"So much!" jawab Lana sambil mengangguk, mukanya sumringah banget. Lucu, kayak anak kecil diajak mamanya ke pasar. "Besok-besok ajakin gua keluar lagi ya?"