Mark begitu stress mengetahui perusahaannya gagal menang tender, ini proyek besar yang sudah ia persiapkan sejak berbulan-bulan. Bahkan jika dihitung modalnya bisa untuk membeli satu rumah secara cash di perumahan mewah.
Jeno rekan kerja sekaligus sahabat karibnya menawarkan sebuah obat anti stress, katanya bisa membantu dirinya melupakan sejenak kegagalannya. Mark awalnya tidak tertarik, tapi saat disuguhi bagaimana talent yang ada di tempat itu, dia jadi penasaran.
"Berapa sekali main?"
Yang diajak bicara menyerahkan telpon genggamnya pada mark, ia baca secara seksama, ternyata tidak semurah pikirannya.
"Gue kira gak nyampe angka ratusan, sejago apa deh mereka?"
"Jago banget. Gue udah pernah kesana dan servisnya bikin gue puas, masih pada rapet lagi. Namanya aja gue masih inget, " huang renjun" tapi ya karna gue udah janji sama Jaemin buat setia jadi gak mau lanjut lagi."
"Sistemnya kaya gimana?"
"Ya cara kerjanya hampir mirip kaya prostitusi lain bisa milih talent yang sama, suka-suka lo deh pokoknya. Bedanya di sana tuh bisa keluarin semua fantasi liar kita, dan mereka menyanggupi."
"Anjing. Gue mau dong, tolong booking satu buat gue."
Mark kembali fokus pada telfon genggamnya, sampai spaghetti yang biasanya tak pernah dia anggurkan pun terabaikan.
"Bang ini mantep nih, masih baru juga kayanya."
Mark membaca profile pria manis yang ada dilayar hp, yang bertuliskan "Lee haechan, 25 tahun." Wajahnya sih memang tipenya, tapi untuk body sepertinya terlalu kecil.
"Kecil banget, takut gue gak puas. Lo tau sendiri kontol gue segede apa ntar yang ada lubangnya lecet terus jadi urusan ah ribet."
Jeno berdiri dari duduknya untuk sekedar memukul kepalanya, "cobain dulu bego."
"Ya cobain gimana? Emang mereka nyediain tester?"
"Maksudnya lo kesana dulu liat situasi, talentanya cocok apa ngga sama lo. Nanti kalau emang cocok baru deh nego sama yang di sana."
"Udah lah ngomong sama lo bikin gue pusing, pamit balik ya si jaemin kasian sendirian di rumah."
"Kawinin bego!" teriak mark pada jeno, "besok kalo ga hujan."
Singkat cerita mark sampai di tempat yang jeno sarankan padanya, mark begitu ingin mencari obat pelipur laranya. Pantas tarifnya mahal, dilihat dari tempatnya saja begitu mewah. Ia turun dari mobilnya dan melihat-lihat sekitar, barangkali ada orang yang mark kenal. Bersyukurnya tidak ada, berarti ia aman.
Lalu ada satu wanita yang sepertinya berusia sama dengan sang mama datang menghampirinya, bermaksud ingin menanyakan sesuatu padanya, maka ia pun akan senang hati menjawabnya.
"Hi tuan, ada yang bisa saya bantu? Kebetulan madame pemilik tempat ini."
"Oh hai madame? Saya baru pertama kali datang kesini atas rekomendasi teman, dan bermaksud ingin bermalam dengan salah satu talent anda."
"Tentu boleh! Mari madame perlihatkan para talent madame, masih pada fresh baru jam segini."
Mark melirik jam tangan yang selalu tersemat di pergelangan tangannya, dan waktu sudah menunjukan pukul 11 malam, artinya cukup malam untuk sebagian orang. Dan madame pemilik tempat ini bilang bahwasannya talentanya masih pada fresh? Oh mungkin jam bekerja tengah malam kali ya.
Kini mark berada di tengah ruangan yang didominasi warna gold & red. Tak banyak orang di sana, hanya ada beberapa saja dan itu pun untuk sekedar minum alkohol.