3

329 61 5
                                    

"Kamu anak Chika" bisik Sea dengan lirih, segala sikap yang dia rasa tidak asing tadi kini terjawab dan betapa bodohnya dia tak menyadari sejak awal.

"Sea, kamu ayahku dan ayo pulang sebelum terlambat" desak Kitty yang beranjak dari duduknya, menarik tangan Sea untuk ikut beranjak.

"Terlambat dari apa?" tanya Sea bingung

"Ibu akan menikah dengan uncle polisi, kamu harus menghentikannya, Sea" desak Kitty mengubah suasana ruangan itu menjadi tegang.

Setelah desakan dari gadis kecil itu dan desakan yang muncul tiba-tiba dari hatinya, Sea dengan mobil SUV putih mulai membelah jalanan.

//

"Aku masih tidak percaya kamu duduk di kereta selama enam jam lebih sendirian, belum lagi perjalanan dari stasiun menuju rumahku, aku membayangkannya saja sudah pusing" ucap Sea kini mengendarai mobilnya melewati jalan tol yang akan memakan waktu tujuh jam lebih.

Sea tidak menyangka bahwa Chika masih menempati rumah mereka di Jakarta. Dua belas tahun lalu, terakhir Sea bertemu dengan istrinya, setelah chika sendiri yang melemparkan surat cerai ke pangkuannya, penuh penghinaan dan tanpa perasaan.

Namun kini masalah terbesarnya adalah gadis kecil di sampingnya, mengaku sebagai anak dari seorang Yesica Tamara Putri yang berumur sebelas tahun, pikirannya berkecamuk menimbang segala pertanyaan. Menggali ingatannya dalam satu dekade terakhir dan yang pasti sejak istrinya melayangkan surat cerai, Sea dapat memastikan bahwa Chika tidak dalam keadaan mengandung. Meskipun kini ia ragu namun penuh harap bahwa itu benar.

"Bukankah ibumu cukup menakutkan jika marah? apa kamu tidak merasa takut setelah dia tau semuanya?" tanya Sea mengundang tatapan sinis namun juga kekhawatiran.

Chika dikenal sebagai orang yang cukup berani mengambil resiko, tipe orang yang tidak suka di perintah ataupun di kekang, namun saat menyangkut beberapa orang terpentingnya semua sifat keras itu melunak hingga mampu menyetujui segala permintaan. Rupanya sikap pemberani itu menurun bahkan jatuh terlalu dalam, dalam diri gadis kecil itu.

"Aku yakin ibu akan marah besar saat mengetahui alasanku" ucap Kitty dengan suara bergetar

"Kita lihat saja nanti, jika ibumu marah kepadamu maka dia juga akan lebih marah kepadaku" jawab Sea dengan tenang, sudah menimbang beratnya kenyataan yang akan dia hadapi kedepannya.

"Itu sudah pasti, ibu selalu menggerutu saat mengetahui surat-suratnya tak pernah kamu terima, meskipun aku tidak tau alasannya apa. Ibu selalu bercerita dengan aunty Zee atau uncle Gito jika surat itu tak mendapat balasan, ibu menyimpannya di laci dan aku mencuri salah satunya untuk bisa mendapat alamat rumahmu" jelas Kitty dengan nada yang lebih lembut

Hatinya menjerit sakit saat tau surat yang dimaksud adalah surat cerai.

"Aku hanya ingin bertemu denganmu, Sea!" kembali dengan nada menjengkelkannya gadis kecil itu berbicara.

"Mengapa kamu pergi?" tanyanya kembali.

Pertanyaan tak terduga itu terucap dan tak mampu ia jawab, Sea mengalihkan perhatian gadis itu dengan berbagi cemilan yang ia punya, menawarkan untuk tidur dan kembali berfokus mengendarai mobilnya.

//

kilas balik...

Gelapnya kamar itu dengan rintihan tangis Sea yang bergema penuh lara, mengubur diri dalam sikunya. Terasa hilang arah lebih dari yang ia bayangkan, semuanya pergi begitu saja tanpa aba-aba, seluruh bahagia yang ia genggam erat-erat terlepas  tanpa beban.

Sambaran cahaya lampu yang tiba-tiba menyala bersamaan dengan sosok cahaya hidupnya berdiri di pintu kamarnya, kamar mereka.

Namun setelah beberapa hari mereka berdebat, satu amplop coklat dengan kop surat dari pengadilan mendarat penuh penghinaan di pangkuannya, yang bahkan Sea belum berkata apa-apa, kembali mencerna apa yang ia lihat sebelum yakin dan perlahan memandang istrinya. Sama, mata istrinya merah padam, seolah-olah ia baru saja keluar dari pusaran neraka air mata.

Matanya berkilat sengit, "Aku menyerah pada kita" lirih nada bicaranya mampu menusuk hati dengan sekali usaha, lirih namun penuh kebencian.

Chika yang selalu menjadi cahaya utama, tujuan pertama dan tempat berakhirnya, kini juga berakhir tentang mereka.

Sea jelas menolaknya, gelengan tak setuju dengan derai airmata yang kembali menetes tanpa ampun, memohon dengan sangat agar sang istri menarik kembali ucapannya.

"Chika, jangan. Aku mohon" lirih Sea beranjak mendekati sang istri, jantungnya mengancam akan berhenti detik itu juga.

"Keputusanku sudah bulat, silahkan lanjutkan apa yang sudah kamu rencanakan dengan mantanmu itu" ucap Chika dengan tegas penuh pendirian.

"Kamu rencanaku, Chika. Itu kamu, bukan dia" tegas Sea dengan tulus, namun ketulusan itu tak dapat Chika lihat dengan sakit hati.

"Setelah apa yang aku lihat di bar malam itu, masihkan kamu berharap untuk aku bisa percaya?" jalaran sakit hati sang istri cukup ketara dalam suaranya, kembali menusuk Sea

"Dengarkan penjelasanku dulu" Sea memejamkan mata rapat-rapat, menahan amarah yang bergelut dengan hati nuraninya, sudah melewati percobaan pembicaraan akan hal ini, semuanya sia-sia, semuanya berakhir dengan rentangan jarak yang kian menebal.

Dengan langkah putus atas, Sea mendekati sang istri namun belum sempat tangannya mengusap lembut rambutnya, istrinya lebih dulu mundur.

"Jangan membuatku seperti orang bodoh untuk mempercayai penghianat sepertimu!!" teriak tak terima sang istri menggelegar memekakkan telinga

"Kamu istriku, Chika. Kamu istri Seanatio Agni!! Kamu mengenalku lebih dari orang lain, dimana kepercayaanmu itu? sudahkah kamu mendengar penjelasan dari suamimu ini?!" keputusasaan penuh permohonan itu kembali bersuara, di pihak yang salah membuat dirinya mati kutu tanpa bisa berbuat apa-apa, melihat penderitaan di masa depan semakin membuncah rasa frustasinya.

Namun keyakinan Chika tak tergoyahkan dengan gambaran kekalahan yang sudah terpampang jelas dari suaminya, sifat pemberani yang murni dalam dirinya kembali menegas tanpa peduli.

"Aku tidak butuh penjelasan tidak masuk akal milikmu" marahnya kembali

"Tanda tangani surat cerai itu dan mari akhiri semuanya tentang kita!" imbuh Chika dengan tegas, nadanya tak goyahkan.

Benar-benar akhirat bagi Sea, mendesah frustasi karena tak mampu kalah dari sifat sang istri. Menyeka kasar air matanya dengan ujung kain lengannya, menutupi kesedihannya Sea mengubah tatapannya.

"Kau ingin bebas dariku, bukan?" nada sarkastik terdengar dari mulut Sea.

"Aku akan menurutimu. Tapi jangan berharap aku akan menandatangani surat sialan ini. Aku akan pergi seperti yang kamu minta"

Berakhir kalimat itu, Sea keluar dari rumahnya, rumah yang sudah dia rancang penuh cinta dengan istrinya dan kini hanya berbekal seluruh data diri dan ponselnya, tanpa menoleh kebelakang dia pergi. Bahkan sekalipun dalam satu dekade lebih berikutnya.

akhir kilas balik...

//

Tengah malam lebih dia tiba di alamat tujuannya, sedikit menepikan mobilnya dari jalanan. Rumah dua lantai itu semakin berdiri megah dari terakhir yang ia lihat, perlahan membangunkan gadis kecil dari tidurnya.

"Bangun, nak" ucap Sea hampir berbisik namun respon cepat dari gadis kecil membuatnya tersenyum.

"Kita sudah sampai?" matanya berbinar saat Sea mengangguk dan kepalanya berotasi untuk menatap pagar rumahnya.

Sea tersenyum tanpa disadari, Kitty, sesuai nama yang dia perkenalkan, anak kecil yang berani menempuh perjalanan jauh untuk menemuinya patut di apresiasi.

"Kamu tau, aku dan ibumu punya cerita di masalalu, tapi itu bukan berarti aku orangtuamu. Yang aku ketahui saat terakhir itu, ibumu tidak sedang mengandung" jelas Sea dengan hati-hati untuk menyampaikan kebenarannya.






//

Double up!!!
Edisi ulang tahunnya yessica yessica itu, mari sama-sama doakan yang terbaik untuk kedepannya:)
Tetap dukung Chika, yaa!!?

Sampai jumpa dibab selanjutnya, lagi.
Jangan lupa vote dan komennya,
Semangat!!

Make it Right Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang