6

210 52 5
                                    

"Sea?" nada ceria Kitty terdengar dan sea menoleh untuk melihat gadis kecil yang tengah berayun riang di taman, agak jauh dari keramaian. Sea mengedarkan pandangannya namun tak kunjung menemukan Kitty dari pengelihatannya, Kitty melompat dari ayunan, berlari ke arah Sea dan memeluk erat kedua kakinya dengan lengan kecilnya.

"Kitty" Sea dengan lembut memeluk gadis kecil itu, berlutut untuk menatap matanya.

"Kamu benar-benar harus berhenti melarikan diri. Jangan membuat ibumu khawatir, tidak baik, nak"

"Aku marah dengan ibu!" Kitty cemberut, menyilangkan lengannya dengan menantang.

"Semalam ibu bilang kau akan kembali ke Jogja dan dia bahkan tidak mengizinkanku mengucapkan selamat tinggal!" cicitnya berusaha seseram mungkin namun terkesan lucu dimata Sea.

"Ibumu hanya berusaha melindungimu," Sea beralasan dengan lembut.

"Aku orang asing dan mungkin aku bukan seperti yang kau kira."

"Tapi kau bukan orang asing bagiku. Kau ayahku dan kau tidak akan pernah menyakitiku!" desak Kitty tetap pada pendiriannya.

Yang di sebut ayah juga merasakan sakit di hatinya saat mencerna kata-kata gadis itu. Karena ingin mengerti, dia menarik napas. "Kenapa kamu terus mengatakan aku ayahmu?"

"Karena itu benar! Aunty Zee memberitahuku dan aku melihatnya di akta! Nama keluargaku bahkan bukan Tamara di akta itu, meskipun Ibu bersikeras begitu. Aku terus meminta akta kelahiranku, tetapi ibu tidak mau menunjukkannya. Dia marah ketika aku menyebutkannya dan aku tahu dia berbohong," Kitty mengaku, suaranya campuran antara sakit hati dan frustrasi. "Aku membencinya karena ibu berbohong padamu dan padaku."

"Aku benar-benar membacanya saat memeriksa akta kelahiranku, aku butuh fotonya untuk sebuah tugas dan aku diam-diam mengambilnya saat dia sedang bekerja hari itu. Percayalah padaku, Sea!"

Pikiran Sea berkecamuk. Mungkinkah  semua perkataan gadis itu benar? Rasa tidak percaya mulai merayapinya, tetapi bisikan kemungkinan bergema lebih keras daripada keraguannya.

//

kilas balik..

"Haii, Sea. Bagaimana kabarmu?" tanya Gracia dengan wajah berseri-seri, sedangkan Sea langsung menegang saat menyadari.

Pertemuan yang tidak dia kira akhirnya menjadi kenyataan, semuanya di luar perkiraannya meskipun banyak kemungkinan untuk pertemuan mereka di acara reuni SMA ini. Setau Sea, Gracia, mantan kekasihnya saat SMA berada di luar negeri, namun kini? berdiri di sampingnya. Tepat saat itu, sahabatnya Feni, yang kebetulan juga mengenal Chika, menyenggolnya dengan lembut.

"Ayo, jangan jadi orang asing. Keberatan kalau aku ikut?" ujar Gracia, sambil duduk di kursi tanpa menunggu undangan.

Sea bertukar pandang dengan Feni sebelum menjawabnya, "Hidupku baik-baik saja. Chika dan aku baik-baik saja."

Gracia tak mau melewatkan kesempatan untuk berbicara ini,  dia cemberut dan berkomentar tentang tidak diundangnya dia ke pernikahan mereka satu tahun yang lalu, mendorong Sea mengarang cerita tentang asumsi bahwa Gracia berada di Singapore pada saat itu.

Tiba-tiba di tengah perbincangan mereka Feni di panggil oleh Anin untuk menemaninya kesuatu tempat, nadanya mendesak saat ia meminta Feni yang enggan Sea lepaskan karena mereka hanya bertiga di meja itu. Dengan hanya mereka berdua yang tersisa di meja, Gracia dengan berani mencondongkan tubuhnya lebih dekat, napasnya berat karena alkohol.

Meskipun sudah berkali-kali Sea menghindar, Gracia tetap pada pendiriannya, Sea tau mantannya itu hanya berakal-akalan saja meskipun sudah sedikit mabuk.

"Apa yang kau lakukan Gracia? menyingkirkan lah!" ucap Sea dengan waspada.

Tatapan Gracia mulai nakal, dari mata beralih ke bibir ruam Sea, dengan menggodanya.

"Aku rindu denganmu" ucap Gracia dengan senyuman nakal, tangannya bergreliya di perut Sea.

"Aku sudah menikah, Gre. Aku tidak akan mengkhianati Chika dan aku mencintainya" ucap Sea dengan tegas, menatap mata Gracia dengan tekad yang tak tergoyahkan.

Gracia hanya mendengus, senyum getir tersungging di wajahnya. "Sudah kuduga," katanya, tetapi alih- alih mundur, dia mencondongkan tubuhnya lagi, mengejutkan Sea.

Sebagai reaksi naluriah, Sea meletakkan tangannya mendorong bahu Gracia, meskipun di sudut pandang lain seperti Sea menahannya. Tepat saat itu, Chika tiba-tiba muncul di belakang Gracia, tiba menyusul sesuai janji mereka karena pekerjaan yang masih ada di depan matanya, ekspresinya campuran antara sakit hati dan ketidakpercayaan, matanya menatap tajam mata Sea, tatapan yang mampu membunuh Sea detik itu juga.

Dengan panik yang muncul dalam diri Sea saat melihat istrinya, dan dia segera menarik tangannya.

"Sayang, tidak seperti-" ucapnya terhenti saat Chika mulai berbalik pergi, tatapan akan rasa sakit pengkhianat terlihat jelas oleh Sea.

Sea merasa hancur saat Chika pergi tanpa sepatah kata pun, meninggalkannya di acara reuninya. Bertekad untuk tidak membiarkan kesalahpahaman ini berlarut-larut, Sea pergi tanpa pamit dengan teman-temannya, berlari keluar berusaha mencari istrinya, namun sudah tidak menemukan dimanapun. Memutuskan untuk pulang kerumah mereka untuk untuk menjelaskan dan memperbaiki kesalahpahaman di antara mereka.

akhir kilas balik..

//

Sea mendorong pintu rumah Chika hingga terbuka, tangannya menggenggam tangan Kitty saat mereka berjalan ke ruang tamu. Begitu kehadiran mereka di sadari, mata Chika langsung melotot dan dia melompat berdiri, bergegas memeluk anaknya, yang tetap diam di samping Sea.

"Sayang!" seru Chika, berlutut untuk memeluk putrinya dengan hangat.

"Ke mana saja kamu? ibu takut, nak" kekhawatiran dalam suaranya terasa jelas, tetapi tidak ada jejak kemarahan atau teguran.

Baik Kitty maupun Sea tidak menanggapi. Pandangan Sea beralih ke Zahran, yang duduk di samping Chika sebelumnya, dengan lengannya yang melingkari bahu Chika.

Suasana di ruangan itu sedikit berubah saat Zee, yang duduk di kursi tunggal berdiri dan berlutut di hadapan ponakannya.

"Kitty seharusnya tidak melakukannya lagi, sayang," katanya lembut.

"Ibumu sangat mengkhawatirkanmu. Begitupun aunty dan semua juga begitu" Kitty hanya mengangguk, menyadari kekhawatiran aunty-nya.

"Di mana kau menemukannya, kak?" tanya Zee, perhatiannya beralih ke Sea saat ia berdiri dan menatap matanya.

"Di danau dekat taman" jawab Sea

"Seluruh timku sudah mencarinya ke sana, tapi dia tidak ada di sana" sela Zahran dari sofa.

Sea tak kuasa menahan diri dan membalas, "Yah, mungkin sebaiknya kamu pertimbangkan lagi kemampuanmu sebagai polisi kalau kamu bahkan tidak bisa menemukan seorang anak pun" ejeknya.

"Bagaimana bisa dirimu di sebut polisi jika kalah dengan dengan seorang dosen yang bahkan tidak memiliki keahlian untuk mencari orang hilang sepertimu" imbuh Sea dengan nada sarkastik

"Cukup!" Chika angkat bicara dengan tajam, matanya menyipit ke arah Sea yang berdiri.

"Terima kasih, Aran. Kau bisa kembali ke kantor polisi sekarang dan memberi tahu rekanmu untuk berhenti mencari" perintah Chika bersifat mutlak, sambil menganggukkan kepala tanda terima kasih kepada Zahran.

Zahran hanya membalas anggukan Chika sebelum melirik Sea, yang membalas tatapannya dengan tatapan menantang. Begitu Zahran meninggalkan rumah, suasana canggung dapat Zee rasakan di ruangan, ia memutuskan akan lebih baik memberi Sea dan Chika waktu untuk membahas pertanyaan apa pun yang masih menggantung di antara mereka selama ini.

"Kitty ke kamar yuk! aunty Zee udah siapin air hangat, setalah mandi nanti  kita main rumah-rumahan" ajak Zee yang masih berdiri di samping Sea.






//

Haii..
Double up biar cepet selesai!!

Saran dan kritik bisa langsung di komentar.

Tetap jaga keselamatan, tetap sehat.
Sampai jumpa dibab selanjutnya,
Semangat!!

Make it Right Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang