5

180 51 11
                                    

Dalam lamunannya, pikirannya kembali nelangsa hingga satu polisi menghampirinya.

"Permisi pak Sea" ucap petugas itu berhasil menarik kesadaran Sea kembali

"Ya, ada apa pak?" tanya Sea tanpa tenaga

"Mobil milik anda saat ini sudah di bengkel dan ini alamatnya, pak" ucap petugas itu

"Baik pak, saya akan segera kesana, terimakasih banyak" balas Sea menerima alamat bengkel itu.

Kakinya melangkah pergi dari kantor polisi, sedikit berjalan mencari taksi untuk mencapai bengkel tujuannya.

Dalam taksi itu Sea hanya merenung, teringat betapa tajamnya ucapan Chika sesaat yang lalu, apakah Chika benar-benar membencinya? apakah rasa cinta Sea mampu bertahan?

Betapa sakitnya mengingat ucapan Kitty tentang pernikahan Chika dengan Zahran yang akan terjadi, bagaimana bisa hatinya rela melihat satu-satunya cahaya jiwanya menikah dengan orang lain, tidakkah Chika sedikit berbaik hati untuk mendengarkan semua penjelasan dari Sea meskipun sudah satu dekade berlalu, Sea akan menjelaskannya, itu sudah pasti.

Karena frustasi, kepalanya sedikit berdenyut, rasa sakit menjalar penuh nikmat yang nyata mengancam akan membunuh. Dia teringat belum mengisi perutnya dengan apapun selama semalam selain brownies coklat sebelum kedatangan tamu. Desahan berat keluar dari bibirnya, semuanya menjadi tidak terkendali dalam waktu yang singkat. Sea tidak pernah menyangka akan mendapati dirinya terjebak dalam situasi yang lebih rumit daripada diberi surat cerai oleh istrinya yang sekarang menjadi mantan istrinya dan dipaksa meninggalkan rumahnya untuk menghindari penandatanganannya.

Setibanya di bengkel, Sea segera berkompromi dengan mekanik yang menangani mobilnya, setelah menandatangani dan membayar, Sea melipir mencari kopi.

"Kak Sea?" kaget Zee yang tiba-tiba sadar akan orang di sampingnya.

"Zee" sama dengan Sea yang kaget dengan pertemuan tak terduga di warung makan.

Rasa tak percaya masih terpancar dari teman Chika dan sesaat Sea merasakan secercah harapan, "Apa yang kau lakukan disini, kak?" seru Zee bingung.

Dengan nada mendesak yang diwarnai keputusasaan, Sea berkata, "Boleh aku bertanya sesuatu? tentang ayah Kitty, apakah dia Zahran? seorang polisi di kota ini?"

Pertanyaan itu menggantung berat di udara, telapak tangannya berkeringat karena antisipasi mengalir melalui pembuluh darahnya.

"Kak.." kaget Zee, mimik wajahnya tak percaya dengan tembakan pertanyaan yang langsung di layangkan.

"Jawab saja Zee, aku perlu mengetahuinya" desak Sea penuh permohonan.

Zee bisa merasakan pedihnya hati Sea, bahkan setelah satu dekade lebih berlalu dan tanpa pertemuan, Zee bisa merasakan ketulusan dan kasih sayang dari Sea yang tak memudar.

Sea tidak bisa membiarkan Kitty tumbuh besar dengan mempercayai kebohongan. Gadis kecil itu melarikan diri dari rumahnya untuk mencarinya, mengira Sea adalah ayahnya dan Sea tidak bisa membiarkan kesalahpahaman itu merusak pemahaman Kitty, terutama ketika orang tua Kitty yang sebenarnya mungkin berdiri begitu dekat dengannya selama ini.

Jika Zahran memang ayah Kitty, hal itu harus terungkap dan pemahaman Kitty harus jelas. Sea bingung dengan alasan Chika untuk menyembunyikan informasi penting dari anaknya sendiri, namun dia sadar, mencampuri kehidupan mantan istrinya bukanlah tugasnya.

Jika Zahran memang ayah Kitty, mungkin pertemuan ini dan desakan Kitty untuk mencarinya adalah tanda-tanda yang mendesaknya untuk menghadapi kenyataan menyakitkan yang telah lama dihindarinya. Kenyataan Chika sudah tidak ada lagi dalam hidupnya, tulusnya cinta mereka yang dulu bersemi telah memudar menjadi kenangan, lima surat yang telah menjadi tidak lebih dari sekadar pengingat terus menerus tentang apa yang telah hilang darinya. Sea perlu melepaskannya, untuk akhirnya menandatangani surat cerai yang telah dikirim Chika tanpa henti.

Tanpa peringatan, airmata Sea menetes tanpa malu, beban berat sungguh amat terasa di dadanya. Dengan kesungguhan hati menerima semua kenyataan yang akan ia ketahui, Sea memohon sekali lagi, "Jawablah Zee, kakak mohon. Kitty anak Zahran atau Seanatio?" wajah Sea pucat pasi, siap menerima kekalahan.

Zee menarik nafasnya dalam-dalam, menimbang beratnya keputusan,
"Apa kak Chika belum bicara?" tanya Zee dengan wajah kasihan.

Belum sempat sea menjawab, dering ponsel Zee di sakunya menembus suasana, memotong pembicaraan mereka bagai pisau. Sambil melirik layar, Zee menjawab, matanya kembali menatap Sea dengan kikuk.

"Kak, ada apa?" nada bicara Zee berubah serius menjadi khawatir setelah mendengar tangisan dari sebrang dan Sea ikut mendengarkan dengan saksama.

"Kapan?"

"Iya, aku ke sana sekarang" setelah menutup telepon, dia menoleh ke Sea dengan nada mendesak.

"Kitty hilang"

--

"Kenapa kau membawanya kesini, Zee?" dengan nada tinggi Chika berdiri tegak dari duduknya saat mengetahui tamu tak undang yang hadir bersama Zee.

Sea tak dapat menahan rasa kembali ke rumah setelah sekian lamanya, perasaan hangat namun di pandang asing oleh pemiliknya, sakit, jelas sangat sakit.

"Pergilah" bentak Chika tanpa belas kasihan

"Kak, tenanglah. Semakin banyak yang membantu, semakin cepat kita tau keberadaan Kitty" ucap Zee menengahi.

"Aku tak butuh bantuannya, Zee! Zahran sudah melakukannya dan akan lebih baik" meskipun dengan tegas menyatakan ketidakperluannya, Sea dapat merasakan kekhawatiran di dalamnya.

"Zee bolehkah aku meminjam mobilmu? kau tetaplah di sini" pinta Sea dengan desakan tak biasa, nadanya tegas penuh percaya diri dan meyakinkan.

"Apa dia membawa kartumu lagi?" tanya Sea setelah menerima kunci mobil Zee.

Mata mereka kembali bertemu, satu pilu satu tegang. "Tidak, aku rasa dia keluar dari rumah tanpa apapun, dia juga belum berganti pakaian setelah semalam" jelas Chika

"Sebelum aku pergi ke kantor polisi dia masih tertidur pulas, aku sudah memastikannya. Tapi setelah aku pulang dia sudah tidak ada di kamarnya dan tidak ada yang berubah dari tatanan kamarnya. Aku rasa dia pergi dari jendela kamarnya karena itu satu-satunya yang terbuka" imbuhnya menjelaskan dengan rinci.

"Jika dia tidak membawa kartumu, seharusnya dia tidak jauh-jauh dari sini. Tetaplah disini kalau-kalau dia kembali, aku akan mencarinya keluar" balas Sea dengan yakin, dirinya mengangguk penuh yakin menjawab tatapan Zee.

//

Saat Sea berkendara membelah jalanan hingga menyusuri jalanan kecil didalam kota, harapannya memudar seiring berjalannya waktu. Meskipun telah mencari selama hampir dua jam, tidak ada tanda-tanda Kitty berada. Kurangnya keakrabannya dengan anak itu hanya menambah rasa frustrasinya, dia tidak memiliki petunjuk untuk mencarinya. Namun, tekadnya menguat saat sebuah tanda menuju taman sekaligus danau terdekat menarik perhatiannya.

Chika selalu tertarik akan air, sebuah fakta yang terukir dalam ingatan Sea. Memanfaatkan momen itu, ia segera mengikuti petunjuk yang ada, jantungnya berdebar kencang karena kemungkinan ketenangan air juga memanggil Kitty. la memarkir mobilnya di area pinggir taman dan melangkah keluar ke udara segar, angin tenang menyelimuti dirinya, membangkitkan kenangan indah tentang dirinya dan Chika di kota ini. Dengan perasaan mendesak, ia bergegas menyusuri taman, penuh harap, tetapi saat mengamati area itu, ia tidak menemukan tanda-tanda anak itu.

Saat mencapai tempat yang cukup terasingkan dari keramaian, desahan berat keluar dari bibirnya, tampaknya sia-sia. Tepat saat kekecewaan mengancam akan menguasainya, suara melengking yang sudah ia kenali itu menyapanya.








//

Keseringan update gapapa kan ya?
Kritik dan saran bisa langsung di komentar.

Sampai jumpaa!

Make it Right Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang