Dua Minggu berlalu, kehidupan mereka kembali membaik seiring berjalannya waktu. Sea yang kembali sibuk dengan para mahasiswanya di Jogja dan Chika kembali menjadi seorang sekertaris CEO perusahaan besar di ibukota.
"Permisi, Bu" ucapnya yang bertamu di ruangan Ceo-nya
"Untuk rapat siang nanti, ini berkas laporan yang sudah saya siapkan dan mohon kembali di cek terlebih dahulu, jika memang ada yang kurang bisa saya perbaiki" lanjutnya
"Tapi sepertinya saya tidak bisa hadir di rapat itu nanti. Begini saja, saya percayakan project ini kepadamu, saya benar-benar harus pergi setelah ini" balas CEO-nya dengan yakin, meskipun sekarang Chika yang tidak yakin.
Chika sadar, dia tidak memiliki hak untuk menolak perintah bos'nya, meskipun ragu-ragu akhirnya dia menyetujuinya.
Berjalan kembali ke ruangannya, kembali menyiapkan dokumen sesuai mungkin dan menarik orang divisi pemasaran untuk menemaninya dalam rapat siang nanti.
//
Ketukan tiba-tiba di pintu menyadarkan Chika dari lamunannya. Divisi pemasaran, Jessi, menghampirinya, "Kak, jadwal rapatnya tinggal tiga puluh menit lagi, aku tunggu di ruangan ya? sekalian nyiapin monitor" ucapnya dibalas anggukan.
Setelah beberapa saat, sambil mendesah lelah, Chika merapikan penampilannya, mengemasi semua dokumen yang diperlukan ke dalam map dan berdiri, bersiap menghadapi pertemuan itu.
Ketika dia keluar dari kantornya, wajah pertama yang begitu dia kenal, menyapanya. Gracia, ditemani oleh seseorang yang berjalan di sampingnya. Melihat Gracia membangkitkan luka lama dan emosi dalam dirinya, tetapi dia menguatkan diri, memaksakan anggukan sopan sebagai balasan, karena Gracia tetap seniornya semasa SMA. "Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sambil menutup pintu kantornya karena Gracia berhenti di depannya.
"Kami di sini untuk rapat dengan Bu Jesanda" jawab Gracia dengan ramah. Setelah mendengar jawaban itu, Chika mengarahkan Gracia ke ruangan rapatnya, di sambut oleh Jessi yang sudah siap. Saat Chika mulai membuka rapat itu, tatapan Gracia tak pernah beralih dari wajahnya, beberapa penjelasan tentang kehadirannya yang menggantikan posisi CEO yang seharusnya dan di lanjutkan dengan rapat sesuai rencananya, hingga semuanya berjalan sesuai harapan.
Setelah semua siap untuk meninggalkan ruangan, Gracia kembali bersuara, "Bolehkah saya hanya berbicara dengan anda, Yesica?" tanyanya
Chika yang awalnya bingung ingin menjawab apa, terpaksa mengiyakan setalah mendapat anggukan dari Jessi, begitupun dengan sekertaris Gracia yang mengikuti langkah Jessi untuk keluar.
Di dalam ruangan itu, suasananya penun ketegangan. Setelah mendapat waktu privasi yang sarat dengan kesepakatan yang tak terucapkan.
"Ada apa?" Chika mengangkat sebelah alisnya, ekspresinya menunjukkan campuran rasa ingin tahu dan penolakan saat dia memandang Gracia.
Gracia merasakan beratnya permusuhan Chika, yah, Chika memiliki hak untuk merasa getir. Bagaimanapun, tindakannya di masalalu yang tak senonoh telah menyebabkan hancurnya rumah tangga Chika dan Sea. Rasa bersalah telah menjadi teman setia Gracia selama belasan tahun, tetapi sekarang dia melihat ini sebagai kesempatan untuk menghadapi kesalahannya dan mencoba memulihkan kejelasan.
"Tentang malam itu Chik.." Gracia memulai dengan ragu-ragu.
"Malam apa? Malam saat kau dan mantan suamiku berciuman terang-terangan, meskipun tahu dia sudah menikah? Memangnya kenapa?" suara Chika dipenuhi amarah, emosinya meluap tak terkendali.
"Kami tidak berciuman, Chika" ucap Gracia semakin menyulut emosi Chika.
Chika memutar matanya karena tak percaya, sebagai tanggapan.
"Itu benar, aku bersungguh-sungguh" Gracia bersikeras, nada putus asa terdengar dalam suaranya.
"Ayolah, Kak. Tidak ada gunanya menyangkalnya sekarang. Kami sudah bercerai, kau bisa memiliki Sea kapan pun kau mau!" Chika membalas, kata-katanya penuh kebencian.
Gracia tertawa getir. "Sekalipun aku mau, itu tidak masalah. Sea tidak menginginkanku."
Tanggapan Chika yang penuh ejekan mengiris udara. "Oh, sayang sekali. Mungkin dia hanya menyukaimu untuk sensasi?"
Gracia menggelengkan kepalanya dengan keras. "Dia tidak pernah menginginkanku. Ya, ada saat-saat di tahun pertama masa SMA ketika kami mencoba menjalani hubungan, tetapi begitu kau masuk ke dalam kehidupannya, dia menjelaskan bahwa dia tidak akan mencintai siapa pun kecuali dirimu."
"Tetapi dia mencium orang lain, selain aku!!" jawab Chika kasar, kenangan akan momen menyakitkan itu masih segar dalam ingatannya.
"Percayalah Chik, kita tidak berciuman! Memang aku mencoba meraihnya, tetapi dia mendorongku, bersikeras dia tidak akan mengkhianatimu karena dia sangat mencintaimu!" suara Gracia meninggi setiap kali mengucapkan kata-kata itu, rasa frustrasi terlihat jelas pada penolakan Chika untuk menerima versinya tentang kejadian-kejadian itu.
"Aku mencoba menciumnya, tetapi dia menjauhkanku!" ucapnya sekali lagi dengan nada yang lebih tegas.
"Aku melihat-"
"Aku tidak percaya dengan pemikiranmu itu. Lihatlah Chik, kau pintar" rasa tak percaya begitu membuncah dengan keputusasaan Gracia.
"Dari tempatmu berdiri, itu tampak seperti berciuman, tetapi bukan! Kepala kita mungkin berdekatan, tetapi bukan itu yang terjadi! Kau berada di belakang kami, bagaimana kau bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi?" imbuhnya kembali dengan emosi yang menggebu-gebu.
"Mengapa kau berbicara seolah-olah aku yang salah? Kau telah menghancurkan rumah tanggaku. Kau tidak pantas bersikap seolah-olah kau tidak bersalah!" rasa tak terima Chika juga ikut memerangi.
"Aku hanya mencoba menjelaskan bahwa mungkin kau salah paham. Aku tidak mengklaim bahwa aku tidak bersalah, di sini aku sadar, aku memang salah dengan posisiku" upaya Gracia jelas untuk mengklarifikasi terhenti di udara, disambut dengan keheningan dari Chika, yang tampak tenggelam dalam pikirannya.
"Aku sempat bertemu Sea beberapa hari yang lalu di kampus tempatnya mengajar" Gracia kembali memecah keheningan, suaranya tenang tapi kali ini lebih lembut. "Dia bilang dia sudah menandatangani surat cerai. Apa kau juga sudah menandatanganinya?"
Chika menegakkan kepalanya, matanya berkaca-kaca karena air mata yang tak kunjung tumpah. Kata-kata tak mampu diucapkannya, digantikan oleh tatapan mata yang sederhana saat dia mencerna beratnya pengakuan Gracia dan kini rasa bersalah mulai menggerogoti pikirannya.
"Aku minta maaf atas apa yang telah aku lakukan pada rumah tanggamu" lanjut Gracia.
"Aku egois dan aku menyesalinya setiap hari. Mungkin maafku tidak akan berarti bagimu tapi jika kamu belum menandatangani surat itu, belum terlambat bagimu dan Sea. Percayalah Chik, dia mencintaimu lebih dari yang kamu kira"
Kini airmata Chika sudah mengalir deras melalui pipinya, campuran rasa marah dan penyesalan semakin membunuhnya. Sekali lagi, usapan lembut di bahunya dari tangan Gracia memberikan salam perpisahan antara mereka, dengan janji Gracia yang tidak akan mencampuri urusan mereka tanpa alasan apapun. Gracia meninggalkan Chika di ruangan itu, berjalan keluar dengan membawa airmata.
//
Haii..
Untuk bab 7 ada notifikasi ngga sih guyss..
Aku ngga tau apa yang salah, udah aku coba unpublis tapi tetap aja..Oke sampai jumpa dibab selanjutnya,
Jangan lupa vote
KAMU SEDANG MEMBACA
Make it Right
ФанфикHow they're all strung together and paint this perfectly imperfect picture.