4

234 57 7
                                    

Namun pikirannya kembali melayang-layang tak jelas dengan berbagai kemungkinan yang ada. Apakah Chika hamil setelah dia pergi? Kitty sangat mirip dengan pujaan hatinya itu, bahkan sikapnya juga menurun, kemungkinan itu seperti pil pahit yang dia telan paksa jika benar-benar seperti itu kejadiannya.

Bayangkan betapa banyaknya waktu yang terbuang sia-sia, jika memang itu benar.

"Percayalah denganku, Sea. Kau ayahku, benar-benar ayahku!" mata gadis itu berbinar marah dan menentang. Tidak dapat disangkal untuk Sea tidak melihat Chika dalam diri gadis di hadapannya kini.

"Nak, tapi--" Sea mulai berbicara, namun derit besi dari pagar di hadapannya menghentikan ucapannya.

"Tolong, jangan sekarang" ekspresi Kitty berubah menjadi ketakutan dan putus asa, Sea menghela nafas berat bersiap menghadapi amarah yang berkobar dari raut wajah Chika setelah pagar itu benar-benar terbuka.

"Ayo" ajak Sea untuk keluar dari mobilnya, didahului dengan Sea dan berjalan membukakan pintu untuknya. Kitty menggenggam erat tangan Sea sembari memandangnya penuh harapan dan berjalan dibalik kaki jenjang Sea untuk berlindung dari tatapan tajam ibunya.

Sea mengalihkan pandangannya untuk bertemu dengan Chika, antara rasa marah dan khawatir tercetak jelas dalam wajah cantiknya.

"Angel!" marah Chika menatap anaknya dengan tegas, namun gadis kecil itu semakin bersembunyi dibalik kaki Sea, menarik ujung baju belakangnya seolah mencari perlindungan.

Dan ketika Chika kembali bersuara, dengan kemarahan yang lebih jelas, "Kemana saja kamu?" tanyanya kembali

"Hai" sapa Sea dengan canggung, berusaha mengalihkan fokus Chika yang masih terpaku dengan anaknya.

"Kemarilah!!" desak Chika sekali lagi, namun lagi-lagi gadis itu masih betah bersembunyi, semakin mengikis sabar dari ibunya.

"Angelina, kemarilah!" dua manusia sama keras kepalanya masih berdiri dengan pendiriannya masing-masing.

Dengan Sea di antara keduanya, membuatnya mau tak mau untuk menarik Kitty dari belakangnya. Dengan lembut dia berlutut mensejajarkan pandangannya dengan mata gadis kecil yang mengancam akan derasnya airmata.

"Bersikaplah baik, jaga dirimu dan tetap sehat untuk tumbuh dewasa lebih baik lagi, dengarkan ibumu. Sekarang waktunya untuk melanjutkan istirahatmu, ini sudah hampir pagi, masuklah" penuh pengertian Sea berucap.

"Bisakah kamu tinggal sedikit lebih lama lagi, Sea?" dijawab dengan bisikan lirih dari bibir kecil penuh permohonan.

"Angelina!" ulang Chika dengan tegas memerintah. Anaknya melirik sinis sebelum berlari melewatinya dari pagar dengan berteriak "Aku membencimu" hingga melewati ruang tamu yang ternyata ada seorang pria.

Sea kembali berdiri setelah Kitty hilang dari pandangannya, ketegangan itu kembali menyelimuti saat tatapannya bertemu dengan tatapan Chika.

"Aku menghargaimu untuk mengantarkannya pulang. Aku minta maaf jika dia merepotkanmu" ucap Chika lebih dulu dengan nada ketus.

"Tidak masalah" jawab Sea menutupi rasa sakit akan ketidakpedulian Chika terhadapnya.

"Aku akan mengganti seluruh biaya yang kamu keluarkan. Aku akan mengirimkannya ke rekening-"

"Aku tidak membutuhkan uangmu" Sea memotong ucapannya dengan tajam, kilatan marah karena penghinaan kembali terasa, baik harga diri ataupun hatinya merasakan tusukan itu.

"Sesuai ucapanmu, sekarang silahkan pergi agar kita semua bisa beristirahat" ucap Chika sembari berbalik kembali menutup pagar rumahnya.

Mata Sea menangkap pria dari balik jendela yang terbuka dan memandangnya, "Ada baiknya kamu menjelaskan dengan terbuka dengan anakmu tentang siapa ayahnya, itu membuatnya tak akan nekat jauh-jauh dari Jakarta ke Jogja mencariku dan mengira aku adalah ayahnya. Jadilah orangtua yang lebih baik, Yesica Tamara Putri" ucap Sea dengan nada lantang sebelum berbalik dan bergegas melajukan mobilnya tanpa menoleh ke arah Chika.

//

Pukul dua dini hari, jauh dari rumahnya. Kini Sea memacu mobilnya, menyusuri jalanan ibukota yang tidak ada matinya. Rasa lelah sudah tidak bisa dia tahan, setelah seharian berada di kampus dan setelah perjalanan tujuh jam lebih, ia memutuskan untuk mencari hotel terdekat.

Brak!!

Belum sempat Sea mencapai hotel, bemper depan mobilnya sudah ringsek menabrak mobil depannya dengan kecepatan tinggi.

Airbag pengemudi masih menyelamatkannya, "Sialan!!" umpatnya penuh emosi, tak lama pintu mobilnya di buka paksa, dua tangan kasar itu menarik tubuh Sea dengan tenaga dan menghajarnya setelah Sea berhasil keluar.

Sea juga tak tinggal diam, dia tau dia salah dan akan bertanggungjawab, namun perlakuan dari korban yang menyerangnya tiba-tiba membuatnya mau tak mau berbalik menyerang untuk melindungi diri.

Beberapa orang menghampirinya, membantu melerai dan tak lama sirine polisi terdengar mendekat.
Empat petugas polisi segera turun dari mobilnya.

"Ada apa ini!?" tegas salah satu polisi dengan lantang dan polisi lainnya langsung menghentikan perkelahian itu.

"Matamu di mana, bajingan!?" teriak korban Sea yang tak terima.

"Saya akan tanggung jawab tapi saya juga tidak terima kalau anda main tangan dengan saya! Dimana attitude, anda?" balas Sea yang juga tak terima.

Keduanya masih sama-sama tersulut emosi, sedangkan sang korban masih berteriak tak terima karena dia benar melaju perlahan di jalur lambat. Disini Sea sudah tidak bisa beralasan untuk mencegah dibawa ke kantor polisi.

Suasana hening kantor polisi itu berubah riuh saat kedatangan mereka, korban mengendarai mobilnya sendiri mengikuti Sea yang dibawa dengan mobil polisi. Sang korban masih tak terima dan terus melontarkan kata-kata tak senonoh saat di introgasi, beberapa petugas polisi juga sudah mengingatkan namun tak di dengar, hingga sabar Sea yang sudah di luar batas, berakibat melayangkan dua pukulan penuh tenaga ke wajah korban.

bugh!!

bugh!!

"Saya sudah bilang akan bertanggungjawab atas kerugian anda, tapi kenapa mulut anda terus melontarkan kata tidak sopan seakan tau kehidupan saya!?"

Belum sempat korban menjawab, kesadarannya sudah lenyap karena tak tahan dengan kerasnya pukulan yang Sea layangkan. Kilatan amarah tercetak jelas di matanya, tak menghiraukan sudut bibir yang sudah robek dan beberapa buku-buku jarinya terluka.

Dengan kejadian itu membuat Sea mau tak mau harus berada di dalam dinginnya penjara. Namun belum lima jam berlalu, kehadiran Chika menarik atensinya, Sea yang memang tak bisa memejamkan mata langsung beranjak saat Chika tiba di depan selnya.

Berdiri penuh keterkejutan dan malu, Sea menahan ekspresinya tetap tegas. Berbeda dengan tatapan dingin yang Chika layangkan, tanpa empati dan perhatian.

"Aku sudah membayar uang jaminan dan pelanggaranmu, begitupula dengan ganti rugi yang sudah kamu bicarakan" ucap Chika, nadanya dingin dan tegas.

"Ini sebagai balas budi kebaikanmu karena mengantarkan anakku pulang dengan selamat" imbuh Chika sekali lagi, sebelum berbalik tanpa menunggu jawaban dari Sea.

Petugas polisi itu segera membuka pintu sel setelah Chika berbalik pergi, tak dapat Chika tahan rasa malunya saat mendengar tentang Sea dari Zahran yang memang kepala kepolisian di daerahnya.

Dan siapa Zahran? dia masih sama dengan pria yang Sea lihat didalam rumah dini hari tadi.

Langkah Sea terhenti saat melihat Chika berbicara serius dengan Zahran di kawasan parkir kantor polisi, keduanya berbicara dengan serius, sebelum Zahran kembali dan Sea buru-buru menghampiri Chika yang akan melajukan mobilnya.

"Tunggu, Chika!" ucap Sea dan lagi-lagi mendapat tatapan dingin dan tak mau mengalah

"Hidupku baik-baik saja sebelum kamu muncul kembali" kata-kata itu, kata-kata yang tak pernah ia kira akan dengar dari mulut orang tercintanya.

"Enyahlah dari kehidupan keluargaku" ribuan belati, menusuk dadanya. Tubuhnya tak dapat mereaksi kata itu dengan baik, hanya terdiam tanpa ekspresi hingga Chika melajukan mobilnya tanpa disadari.











//

Okee, sampai di sini dulu..
Saran dan kritik bisa langsung di komentar.

Tetap jaga kesehatan kalian,
Sampai jumpa dibab selanjutnya, Semangat!
Jangan lupa vote!

Make it Right Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang