Pertemuan antara Great dan Tyme terasa berat, menyisakan kepedihan dan kemarahan yang menggantung di udara, meski bayang-bayang kebahagiaan mulai menyusup di sela-sela kekosongan yang telah lama melanda hati Great. Setelah sekian lama terpisah, Great akhirnya bertemu dengan anaknya, Payu, yang selama ini telah hilang dari pandangannya. Mata Great terbelalak ketika ia melihat sosok kecil itu digendong oleh seorang pengasuh di daycare Walawa. Detik itu juga, seluruh kemarahan dan keputusasaan yang membebani hatinya seakan menguap.
"Payu..." bisiknya pelan, hampir tak terdengar, namun penuh cinta yang bergetar di ujung setiap kata.
Bayinya, yang kini telah tumbuh sedikit lebih besar daripada yang ia pikir, mengulurkan tangan mungilnya ke arah Great dengan mata berbinar. Tangan kecil itu menjangkau udara, seakan mengenali kehadiran sosok yang begitu dirindukan.
Great langsung menyambar bayi itu dalam pelukannya, mendekapnya erat. Tangisnya pecah. Payu tertawa riang, tidak sadar betapa besar kekosongan yang ditinggalkannya di hati sang ayah selama ini.
"Kau begitu indah..." lirih Great, air mata membasahi pipinya saat ia menciumi dahi bayi itu. "Aku merindukanmu... terlalu lama aku mencari."
Mata Payu yang bening menatap balik ke arah Great, seolah memahami seberapa dalam cinta itu. Dan di detik itulah, seluruh luka yang ada di hati Great mulai sembuh, sedikit demi sedikit, oleh kehadiran si mungil yang begitu ia cintai. Ia tidak lagi memikirkan dendam atau kesalahan Tyme. Yang ada hanyalah kebahagiaan murni karena ia akhirnya bisa memeluk anaknya lagi.
Sehari penuh dihabiskan oleh Great bersama Payu. Ia enggan membiarkan anak itu pergi, bahkan untuk sesaat. Setiap gerak bayi itu begitu memukau baginya—senyuman, tawa, bahkan tangisan kecilnya. Seakan dunia Great hanya berputar di sekitar Payu. Bayi itu adalah pusat dunianya, bintang yang menghapus segala kegelapan.
“Kau sangat tampan, Payu... seperti ayahmu” Great tersenyum tipis. Bibirnya mengeluarkan kata-kata itu tanpa sadar, tapi segera setelah mengucapkannya, ia tersentak. Kata "ayah" keluar dari mulutnya, merujuk pada Tyme. Meski dalam hatinya masih penuh kemarahan pada Tyme, cinta yang ia rasakan untuk Payu adalah nyata, dan dalam momen itu, tak ada yang lebih penting selain bayi itu.
Ketika Tyme melihat dari kejauhan, menyaksikan interaksi antara dua orang yang paling ia cintai, hatinya penuh dengan kehangatan sekaligus rasa bersalah. Great terlihat begitu bahagia saat bersama Payu, kebahagiaan yang dulu Tyme rusak dengan tindakannya yang egois. Tapi di balik senyum yang dilihat Tyme di wajah Great, ia tahu ada kemarahan yang belum padam.
Tyme diam-diam menyesali keputusannya dulu—keputusan untuk meninggalkan Great, membawa Payu tanpa kata, tanpa pesan. Ia ingin menjelaskan alasannya, ingin membenarkan tindakannya, tetapi sekarang, melihat Great dan Payu bersama, ia tahu bahwa tidak ada pembenaran yang cukup untuk apa yang telah ia lakukan.
Kepala distrik, Tuan Kamol, dan Third, orang yang membawanya ke Walawa, tidak pernah berhenti mengingatkan Tyme tentang kesalahannya. Saat itu, Kamol memarahinya dengan keras, suaranya penuh kekecewaan.
"Bagaimana bisa kau berpikir untuk melarikan bayi dari orang yang mengandungnya?" Kamol menatap Tyme dengan sorot tajam, seakan menuntut jawaban.
Tyme hanya bisa menunduk, merasa kecil di hadapan Kamol. "Aku tidak tahu harus bagaimana... Aku hanya... aku takut," jawabnya pelan.
Kamol menggeleng, “Ketakutanmu itu sudah menghancurkan kepercayaan yang begitu besar.”
Dan Third, yang biasanya tenang, kali ini pun tak mampu menahan kemarahan. "Kau tahu, Tyme, aku bisa mendeteksi bayi dan anak-anak. Itulah sebabnya aku menemukamu, tapi kau tidak pernah bilang bahwa bayi ini dicuri dari ibunya!" Third melirik Tyme dengan penuh rasa kecewa, seolah Tyme adalah sosok yang paling hina.
Tyme menelan ludahnya, tahu bahwa kata-katanya tidak akan pernah cukup untuk menenangkan kemarahan orang-orang yang kini menatapnya dengan penghinaan.
Tapi yang paling menyakitkan adalah saat Type, pasangan Tharn, mendekatinya. Type, yang tidak pernah ia kenal sebelumnya, tiba-tiba menghampirinya dengan langkah cepat dan sebelum Tyme bisa bereaksi, sebuah tamparan keras mendarat di pipinya. Suara tamparan itu bergema di sekitar mereka.
"Kau pikir siapa kau, hah?!" Type berteriak dengan suara marah yang dipenuhi kekecewaan. "Berani-beraninya kau memisahkan 'ibu' dari anaknya!"
Tyme terkejut. "Aku... aku hanya..."
"Jangan beri alasan!" Type memotong. "Tak peduli apa alasanmu, perbuatanmu ini salah. Kau telah mengambil sesuatu yang paling berharga dari Great. Kau tahu itu?"
Tyme tidak mampu membalas. Ia hanya bisa menerima semua kemarahan yang dilemparkan padanya, tahu bahwa semuanya pantas.
***
Di sisi lain, Great masih bermain dengan Payu. Tawa dan senyuman Payu adalah satu-satunya hal yang mampu menenangkannya hari itu. Dia agak takut saat menggendong bayi awalnya, karena dulu dia cuma tau cara memukul bukan memeluk. Tetap dia menikmati waktunya dengan Payu.
Namun, ketika ia melihat Tyme perlahan mendekatinya, seluruh tubuhnya menegang. Ada kemarahan yang belum padam, meskipun cintanya untuk Payu telah meredakan sebagian dari kebenciannya.
Tyme mendekat dengan hati-hati, mencoba menemukan cara untuk mendekati Great tanpa memicu kemarahan yang lebih besar.
“Great...” Tyme memulai dengan suara pelan, matanya penuh dengan rasa bersalah. “Aku tahu kau marah padaku. Aku tidak bermaksud membuatmu lebih sakit lagi. Aku hanya ingin... mendekat. Aku ingin berada di sini bersamamu dan Payu.”
Namun, Great menoleh dengan cepat, tatapannya dingin dan tajam. “Jangan mendekat,” katanya singkat. Ada jarak yang jelas di antara mereka, jarak yang dibuat oleh kesalahan dan pengkhianatan.
“Great, aku—” Tyme mencoba lagi, tapi suara Great memotongnya.
“Kau pikir aku akan memaafkanmu begitu saja?” Suara Great gemetar, dan meskipun ia tidak menangis, ada kesedihan yang berat dalam setiap katanya. “Kau meninggalkan aku. Kau mengambil anakku dan kabur tanpa sepatah kata. Aku hidup dalam ketidakpastian, Tyme! Aku tidak tahu apakah anakku masih hidup atau mati! Dan sekarang, kau datang dan berharap semuanya akan baik-baik saja?”
Tyme terdiam, hatinya tercabik oleh kata-kata Great. Ia ingin mendekat, ingin mengatakan betapa ia menyesal, tapi ia tahu sekarang bukan waktunya.
“Aku tahu...” Tyme berkata lirih. “Aku tahu aku salah. Tapi aku berjanji, aku akan memperbaiki semuanya. Aku akan memperjuangkan kalian... kau dan Payu. Aku akan lakukan apa pun agar bisa memperbaikinya.”
Great tidak menjawab. Ia hanya mengalihkan pandangannya ke Payu, yang kini tertawa di pangkuannya, seakan tawa anak itu adalah satu-satunya hal yang bisa menyelamatkan hatinya dari kekosongan yang terasa semakin dalam.
Dan untuk pertama kalinya, Tyme tahu bahwa perjalanannya untuk mendapatkan kembali hati Great tidak akan mudah. Tapi untuk cinta yang ia miliki, ia siap berjuang.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Gotcha
FanfictionGreat, putra seorang mafia, terpaksa menjalankan bisnis ilegal keluarganya demi bantuan ayahnya untuk mencari seseorang yang hilang dan sangat berharga baginya. Meskipun hatinya baik, ia terjebak dalam dunia kelam ayahnya. Ketika seorang polisi meny...