04. Day One | Becoming a Wife

13 4 0
                                    

Matahari pagi mengalir melalui jendela, ia memancarkan cahaya hangat ke seluruh ruangan. Naura perlahan membuka mata, penglihatannya masih sedikit kabur. Dan saat matanya sudah fokus, Naura tiba-tiba terkejut ketika melihat Jaigar terbaring tepat di sampingnya. Mata Jaigar sudah terbuka dan menatapnya.

"Good morning," ucap Jaigar pelan dengan sedikit senyum yang bermain di bibirnya.

Naura tersentak namun cepat kembali pada kenyataan. Kenangan hari kemarin membanjiri memori Naura. Tentang hari pernikahan, malam pernikahan, dan sekarang terbangun dengan Jaigar di sebelahnya.

Itu adalah pengingat yang keras tentang kenyataan baru bahwa dirinya sekarang adalah seorang wanita yang sudah menikah, dan situasi ini akan menjadi sarapannya setiap pagi.

***

Setelah mandi dan bersiap, Naura akhirnya keluar kamar. Dia berjalan ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Yuna yang sekarang menjadi mertuanya merupakan salah satu mertua yang mengharapkan istri untuk mengurus pekerjaan rumah tangga termasuk memasak.

Jadi begitulah, Naura harus memasak makanan untuk Jaigar, suami barunya. Dan Naura masih mencoba untuk berdamai dengan kenyataan ini.

Tiba-tiba Yuna mendekati Naura, dia tersenyum malu-malu untuk mengatakan sesuatu.

"Gimana tadi malam, sayang?" tanyanya dengan sedikit penasaran. "Mamah harap kalian menikamatinya."

Jaigar tiba-tiba memasuki dapur, seringai terpampang di wajahnya. Dia mengerti apa maksud "tadi malam" yang dimaksud Mamahnya. Dia tidak bisa menahan diri untuk bermain-main untuk mempertahankan kepura-puraannya meskipun kebenarannya jauh dari itu.

"Oh, tadi Malam, Mah," katanya dengan santai, "Jaigar sama Naura menikmatinya, sangat menikmati."

Wajah Yuna berbinar dengan kegembiraan saat mendengar tanggapan Putranya. Jelas dia lega dan puas mendengar bahwa malam berjalan lancar dan seperti yang diharapkan.

"Nice info, sayangku!" katanya, suaranya dipenuhi dengan kepuasan. "Mamah seneng dengernya, ternyata malam pertama kalian berjalan baik."

Jaigar mengalihkan pandangan ke arah Naura, senyumnya sedikit goyah saat dia memperhatikan sikap Naura yang diam. Naura hanya diam, tangannya sibuk dengan makanan yang sedang ia siapkan. Jaigar tahu betul bahwa mereka berdua hanya sedang berpura-pura demi Mamahnya.

Yuna tiba-tiba melirik Jaigar yang sudah siap untuk pergi. Dia terkecoh ketika memperhatikan Putranya yang sudah siap mengenakan jaket kulit dan menyiapkan helm motornya. Dan tentu saja hal itu membangkitkan rasa penasaran dan khawatir Yuna sebagai seorang ibu, sebab ia tahu betul kenakalan yang sering dilakukan Putranya ini.

"Kamu mau pergi kemana, Sayang?" tanyanya, sedikit waspada.

Jaigar mendongak ketika ia tengah merapihkan jaket kulitnya, seringai percaya diri terlihat di bibirnya. "Jaigar mau keluar ketemu temen, " jawabnya dingin.

Naura mendengarkan dalam diam saat Jaigar meremehkan jawabannya itu, dia menyebutnya hanya akan pergi ke tempat nongkrong dan bertemu teman-teman. Tapi Naura tahu, Naura tahu betul peran sebenarnya sebagai Ketua Geng Motor, dan cukup jelas bahwa Jaigar tidak hanya akan bertemu beberapa teman. Melainkan Jaigar akan pergi ke Basecamp Gang dan bertemu anggota serta beberapa komplotan Geng Motor di sana.

Tatapan Jaigar mendarat pada Naura. Jaigar melihat Naura fokus menyiapkan makanan dan ekspresinya tampak netral. Namun, Jaigar sadar bahwa Naura cukup pintar untuk tahu ke mana dia benar-benar pergi.

Sungguh, Jaigar tidak bisa menahan rasa kesal karena Naura diam-diam menilainya dengan mata.

Naura akhirnya sudah selesai menyiapkan makanan, dia tidak tahu apakah ini enak atau tidak. Karena sejujurnya, Naura tidak pandai memasak.

"Makan dulu, Jaigar," kata Yuna. "Kita liat, nih, sejauh mana istri kamu jago masak."

Saat mendengar itu Naura tidak bisa menahan rasa cemas. Dia gugup dengan penilaian memasaknya, terutama dari mertuanya yang tampak cukup ketat dan tradisional ini.

Naura diam-diam meletakkan makanan di atas meja, menyaksikan ekspresi Jaigar dan Yuna saat mereka mulai mencicipi makanan.

Yuna mengambil seteguk kecil makanan dan ekspresinya langsung masam. Naura bisa mengatakan bahwa Mertuanya ini tidak terkesan dengan masakannya.

Yuna mendengus kecil dan menggelengkan kepalanya. "Ini bukan cara seorang istri memasak," gumamnya, suaranya dipenuhi dengan ketidaksetujuan.

Sementara itu Jaigar, bagaimanapun dia memutuskan untuk berpura-pura menyukai makanan itu. Dia menggigit dan mengangguk halus, seolah-olah memberi isyarat bahwa itu dapat diterima.

Jaigar enggan berbicara dan memberikan penilaiannya tentang masakan Naura. Jaigar tahu bahwa itu tidak sesuai standar. Tetapi dia juga tidak ingin menyakiti perasaan Naura dengan mengkritiknya secara langsung.

Naura memperhatikan Jaigar yang terus memakan masakannya. Tapi Naura bisa melihat sedikit seringai yang Jaigar coba sembunyikan di setiap gigitan.

Karena tidak tahan lagi dengan kepura-puraan Jaigar, Naura akhirnya angkat bicara. "Jaigar, lo ... eh, maksudnya kamu, kamu gak usah maksa diri kamu buat makan ini," ucapnya pelan. "Aku tahu itu gak enak."

Yuna tampak bingung saat mendengar apa yang Naura ucapkan. Dia tidak mengerti mengapa Putranya berpura-pura menikmati masakan di bawah standar seperti ini.

"Ngapain, sih, kamu makan ini kalo itu gak enak?" tanyanya, memberikan tatapan skeptis kepada putranya.

Jaigar menelan gigitan besar makanan itu lalu dia menjawab sesantai mungkin. "Ini gak begitu buruk, kok," dia berbohong, memaksakan senyum. "Masakan yang dibuat Naura punya ... rasa yang unik."

Yuna mendecakkan lidahnya saat dia mendengar tanggapan Putranya. Dia menggelengkan kepalanya dengan tidak setuju dan mengalihkan perhatiannya pada Naura.

"Serius, deh, Nau," katanya, suaranya dipenuhi dengan penghinaan. "Kamu, tuh, harus bener-bener belajar tutorial masak yang bener. Kamu tau, Naura? Ini bukan cara seorang istri memberi makan suaminya."

Jaigar melirik Naura, kilatan simpati melintas di wajahnya. Dia bisa melihat betapa tidak nyamannya Naura, terutama ketika di bawah penghakiman keras Mamahnya.

Jaigar ingin mengatakan sesuatu untuk membela Naura, tetapi dia tidak ingin menambahkan lebih banyak bahan bakar ke api dan membuat Mamahnya semakin kesal. Jadi dia tetap diam, tatapannya tertuju pada Naura yang menunduk.

Namun, ketika melihat ibunya yang semakin menghakimi Naura, akhirnya Jaigar memutuskan untuk campur tangan. Dia menoleh ke arah Naura sembari berucap, "ayok, siap-siap. Kita keluar sekarang."

Jaigar tahu bahwa mengeluarkan Naura dari rumah akan membantu Naura menjauh dari kehadiran Mamahnya yang menghakimi. Jaigar melirik Mamahnya, diam-diam berharap Yuna akan memahami niatnya.

Sementara itu Yuna mengeluarkan napas kesal. Yuna memprotes. "Istri itu harusnya tinggal di rumah dan mengelola rumah tangga. Kenapa kamu malah bawa dia keluar?"

Jaigar berbicara dengan tenang kepada Mamahnya, dia mencoba meredakan kekhawatirannya.

"Cuma sebentar kok, Mah," jawab Jaigar dengan suara mantap. "Kita bakal cepet pulang. Jaigar cuma pengen ajak Naura jalan-jalan biar dia kenal sama lingkungan sekitar."

Setelah beberapa saat merenungkan dengan tenang, akhirnya Yuna mengalah. Dia menghela nafas pasrah dan mengangguk.

"Okelah, gakpapa," katanya dengan berat hati. "Tapi jangan lama-lama!"

Jaigar mengangguk dan menjawab, "siap, Mah! Kita bakal cepet pulang, kok."

Jaigar kemudian menoleh ke arah Naura dan memberi isyarat agar Naura mengikutinya.

Difficult Love | Perjodohan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang