Ketika pintu dibuka, Naura bisa menangkap reaksi terkejut dan bingung mertuanya. Tatapan Yuna melesat ke sekeliling ruangan, dia mencari putranya.
"Di mana Jaigar?"
"Ja-Jaigar, dia lagi mandi," jawab Naura sedikit gugup.
Alis Yuna sedikit berkerut pada respon Menantunya. "Semua baik-baik aja, kan?" tanyanya, kekhawatiran masih terlihat jelas dalam nadanya.
Naura mengangguk. "Semuanya baik-baik aja."
Namun, Yuna masih dapat melihat ekspresi bingung dan gugup dari Naura. Yuna hanya bisa menghela nafas dan melangkah sedikit lebih dekat ke arah Naura.
"Yaudah, Nau," katanya, suaranya lebih lembut sekarang. "Tapi kamu harus yakinin Mamah kalo semuanya baik-baik aja. Jaigar gak minum terlalu banyak, kan?"
Sontak Naura melotot pada pertanyaan Yuna, bagaimana Yuna bisa tahu jiga Jaigar tengah mabuk?
"Jangan kaget," katanya. "Jaigar itu anak Mamah, Mamah kenal banget sama dia. Mamah lebih tau jauh dari kamu, Nau."
Naura hanya terdiam. Dia menunduk dan tidak bisa berkata-kata.
"Kamu jangan takut Mamah marah," Yuna meyakinkan manantunya dengan lembut. "Mamah tau Jaigar itu punya kecenderungan buat ... manjain dirinya sendiri. Salah satunya dengan minuman kaya gitu. Dan Mamah gak ngerti sama kecenderungannya itu."
Naura bisa merasakan kepasrahan dalam diri Yuna. Yuna tidak seperti yang biasa dilihatnya, sekarang dia tampak seperti sosok ibu yang kehilangan arah.
"Emang bener, Nau, mamah udah nyerah buat coba ngubah perilaku Jaigar," akunya, suaranya diwarnai dengan sedikit kelelahan. "Tapi itu percuma, semua kekhawatiran mamah percuma, gak ada yang bisa bikin Jaigar berubah."
Yuna melanjutkan berbicara, suaranya dipenuhi dengan sedikit keibuan. "Kadang, Nau. Anak-anak itu perlu membuat pilihan mereka sendiri dan belajar dari kesalahan mereka. Sebagai orang tua, Mamah cuma bisa memberikan bimbingan dan nasihat, tapi ending-nya, terserah Jaigar, biar dia yang nentuin keputusan buat dirinya sendiri."
Lalu Yuna menoleh pada wajah Naura."Tolong, kamu cintai Jaigar ya," pintanya, suaranya dipenuhi dengan keprihatinan seorang ibu.
"Bohong mamah kalo bilang mamah gak sedih denger kamu gak cinta sama Jaigar. Mamah sedih, sakit hati Mamah, Nau." Yuna terdiam sebelum melanjutkan.
"Sebelum dia menerima perjodohan ini, Jaigar pernah bilang kalo kamu adalah pilihan yang tepat. Mangkannya mamah sama Papah Jonathan yakin dengan perjodohan ini. Perjodohan ini bukan semata-mata karena bisnis, tapi ada cinta anak kami di dalamnya."
Naura terdiam, dia bungkam dan kehabisan kata-kata. Sebetulnya, apa yang dilihat Jaigar pada dirinya? Sehingga Jaigar dengan yakin untuk menyatakan dia adalah wanita yang tepat.
Yuna bisa merasakan kekacauan yang mendasari ekspresi Naura. Dia segera memegang dan mengusap bahu menantunya. Yuna tersenyum. "Jangan jadikan beban. Mamah yakin pelan-pelan kamu akan mencintai Jaigar.
Tiba-tiba Jaigar muncul dari kamar mandi, dia tampak terasa segar. Rambutnya masih lembab dan sepertinya dia sedikit lebih sadar dari sebelumnya.
Jaigar memperhatikan mereka berdua yang berdiri di sana, dia sedikit terkejut. "Ini ada apa?" tanyanya.
Yuna segera mengalihkan perhatian ke arah putranya. "Mamah cuma dateng buat meriksa doang. Mamah tadi gak sengaja denger suara-suara, jadi mamah cuma matiin kamu gak ngelakuin hal yang sembrono."
Jaigar tertawa kecil mendengar kata-kata Mamahnya, dia terhibur dengan kekhawatiran Yuna.
"Jaigar baik-baik aja, Mah." katanya. "cuma mandi itu aja."
***
Saat Yuna mengucapkan selamat tinggal dan meninggalkan ruangan, pintu tertutup di belakangnya, meninggalkan Naura dan Jaigar sendirian. Ruangan itu menjadi sunyi sejenak, satu-satunya suara adalah dengungan samar dari AC. Naura melirik Jaigar yang tengah menatapnya.
"Apa lo liat-liat?"
"Lagi menganggumi Naura doang, itu aja. Kenapa gak boleh? Oh, tentu boleh dong. Lo kan istri gue?" Jaigar menaik-turunkan alisnya, menggoda.
Naura segera memukul Jaigar dengan bantal. "Dasar mesum, lo!?"
Jaigar mundur saat Naura menyerangnya dengan bantal, berpura-pura terluka tetapi tidak bisa menyembunyikan gelinya. Dia mengangkat tangannya sembari terkekeh sebagai pura-pura menyerah.
"Lo gak bisa nyalain gue. Salah sendiri cantik."
Naura segera beranjak ke tempat tidur, berbaring dan menutup tubuhnya dengan selimut. "Jangan deket-deket! Tidur kaya biasa, harus nyisain jarak di tengah-tengah!"
Jaigar menghela nafas pelan, sedikit kekecewaan dalam ekspresinya pada desakan Naura. Dia mengusap rambutnya yang basah dan sedikit kusut. "Emang gak bisa, ya, Nau, dikit. Cuma dikit doang, kok."
"G-A-K. GAK!!"
Jaigar mengerang main-main dan berpura-pura kecewa pada tanggapan itu. Dia menghela nafas panjang. "Ayo, dikit doang, Nau!" pintanya, matanya menatap mata Naura. "Gue kedinginan dan kesepian tanpa lo."
Naura memutar bola matanya, lalu menyembunyikan wajahnya dibalik selimut dan segera membelakangi Jaigar.
Jaigar berpura-pura sedih, nadanya lucu namun dicampur dengan sedikit bakat dramatis. Dia menjatuhkan tubuh ke tempat tidurnya.
"Ini bener-bener siksaan," katanya, suara sedikit berlebihan. "Dibuang begitu kejam. Dan hanya dinding bantal di antara kita. Penderitaan."
Mendengar itu Naura mengukir senyum dibalik selimut. Kenapa sangat lucu, dia bahkan tidak merasa jijik atau semacamnya.
***
Naura Asteria
Jaigar Dharmendra
KAMU SEDANG MEMBACA
Difficult Love | Perjodohan
General FictionPernah mendengar atau melihat pernikahan yang dipaksakan hanya untuk kepentingan bisnis, kekuasaan, politik, dan lainnya? Naura Asteria dan Jaigar Dharmendra mengalaminya. Bagaikan bidak di papan catur, mereka hanya dijadikan sebagai aset, sebagai...