Jaigar berjalan ke dapur, berharap pagi ini Naura ada di sana tengah memasak dengan Mamahnya. Saat dia masuk, dia melihat sekeliling, menyadari bahwa Naura tidak terlihat.
"Mah," panggil Jaigar. "Naura dimana?"
Yuna mendongak dari masakannya. Dia segera menjawab sambil tersenyum. "Oh, Naura keluar lagi belanja di pasar," katanya. "Dia pergi udah lumayan lama, sih, tapi belum pulang. Kayanya bentar lagi juga pulang, deh."
Mendengar itu rasa khawatir menarik hati Jaigar. Terlepas dari fakta bahwa Naura tengah berbelanja, sesuatu tidak nyaman terbesit dalam hatinya.
Jaigar mengepalkan rahangnya sedikit, mencoba menghilangkan perasaan tidak nyamannya. Namun, Jaigar tidak bisa menahan, dia merasa takut terjadi sesuatu pada Naura, dan akhirnya Jaigar berniat untuk bergegas menjemputnya.
"Jaigar, kamu mau kemana buru-buru gitu, sayang?" Seru Yuna tampak khawatir.
Sembari berjalan, Jaigar menjawab dengan tergesa-gesa, tatapannya tertuju pada pintu yang mengarah ke luar. "Jemput Naura," katanya singkat.
Meskipun Jaigar tidak memberi tahu yang terjadi, namun Yuna bisa merasakan. Jaigar baru saja mengkhawatirkan sesuatu. Namun, Yuna tidak mengerti apa yang membuat Jaigar khawatir. Yuna hanya menatap dengan khawatir kepergian putranya.
***
Seperti yang telah Naura janjikan kepada Jedan kemarin, sekarang Naura tiba di tempat yang ditentukan.
Naura melihat ke sekeliling, dia menyadari bahwa dirinya dan Jedan telah setuju untuk bertemu di sebuah gedung tua yang terpencil. Naura berdiri di sana, ekspresinya bercampur antara takut dan gugup.
"Kenapa harus di sini?" tanya Naura memecah hening.
Jedan menatap mata Naura, ekspresinya serius saat dia menjawab pertanyaan Naura. "Ini satu-satunya tempat di mana kita bisa bicara tanpa ada yang menguping kita," jelasnya.
Tatapan Jedan tiba-tiba beralih ke tas belanjaan yang Naura bawa. Ada senyum licik menarik sudut bibirnya. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menggoda. "Belanja bahan makanan, ya?" katanya, sedikit ejekan dalam nadanya. "Lo itu belum cocok jadi ibu rumah tangga, Nau."
Mendengar komentar itu Naura sungguh tidak nyaman. Naura sedikit menggeserkan belanjaannya ke belakang. "Langsung ke intinya, aja."
Jedan terkekeh, dia lalu mengambil langkah lebih dekat ke arah Naura, ekspresinya semakin serius. "Oke, ayok kita langsung ke intinya."
Jedan mengulurkan tangan untuk menyisir rambut mulus milik Naura dengan lembut. "Gue rindu sama lo, Nau," akunya, kata-katanya dipenuhi dengan ketulusan.
Melihat itu tatapan Naura terkunci pada mata Jedan. Ada sedikit rasa bersalah dan ketidakpastian, tetapi juga sekedip kasih sayang dan kebingungan tersebesit dalam diri Naura.
"Tapi sekarang ..." Jedan melepas belaian tangannya. "Lo udah bukan milik gue lagi!" Jedan tiba-tiba menjadi tegas, dia mencengkeram rahang Naura dengan kuat.
Cengkeraman itu membuat Naura tidak nyaman dan kesakitan. Naura mencoba melepaskan tangan Jedan namun Jedan semakin mengeratkannya.
"Udah sejauh mana lo sama si Jaigar?" tanyanya, cengkeramannya di pipi Naura tidak mengendur. "Apa kalian udah ... udah sampai sana?"
Naura dengan cepat menggelengkan kepalanya untuk menyangkal pertanyaan itu.
Terlepas dari penyangkalan Naura, Jedan tidak percaya dan ragu untuk mempercayainya. Cengkeramannya di pipi Naura tetap kuat, matanya mencari tanda-tanda kebohongan di wajah Naura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Difficult Love | Perjodohan
Ficción GeneralPernah mendengar atau melihat pernikahan yang dipaksakan hanya untuk kepentingan bisnis, kekuasaan, politik, dan lainnya? Naura Asteria dan Jaigar Dharmendra mengalaminya. Bagaikan bidak di papan catur, mereka hanya dijadikan sebagai aset, sebagai...