Rejan membalas respons tajam Chelo.
"Dan lo pikir Jaigar gak mikirin dampaknya pada geng ini? Dia udah ngelakuin apa yang seharusnya dia lakuin, Chel. Untuk melindungi seseorang," katanya. "Dari pada mempertanyakan keputusan dia, lebih baik lo percaya sama penilaiannya."
Chelo, akhirnya menyadari bahwa dia kalah jumlah, dia mundur. Ekspresinya bergeser ke salah satu penerimaan yang enggan ketika dia mengalah dalam argumennya dengan Rejan.
Ketegangan di udara sedikit berkurang saat Rejan turun tangan dan berhasil menenangkan keadaan, setidaknya untuk saat ini.
Rejan, yang bersekutu erat dengan Jaigar sebagai tangan kanannya, memimpin dalam mencoba menenangkan anggota gengnya. Dia tahu bahwa menjaga kohesivitas dan persatuan dalam kelompok sangat penting, terutama di saat-saat seperti ini.
"Semuanya denger," Rejan berbicara kepada kelompok itu dengan tegas, suaranya berwibawa. "Kita harus mendukung keputusan Jaigar, gak peduli seberapa gak masuk akalnya itu. Dia pasti punya alasan atas apa yang udah dia lakuin."
Jaigar mengamati Rejan saat dia menengahi situasi, sedikit kekaguman dan rasa hormat dalam tatapannya. Terlepas dari kekacauan dan ketegangan, saat-saat seperti inilah yang mengingatkannya mengapa dia mempercayai Rejan sebagai tangan kanannya.
***
Sunyi dan rasa khawatir yang saat ini menemani Naura di dalam kamarnya. Dan dering handphone memecah sunyi di ruang itu. Naura melihat ID si penelepon, ternyata itu adalah Jedan. Ketika Naura menjawab, Naura dapat merasakan bahwa suasana hati Jedan tengah gelisah dan kesal.
"Ngapain lo sama Jaigar?" suaranya membawa kecemburuan dan kejengkelan.
"Tenang dulu, sayang. Maafin aku."
"Tenang? Gue gak bisa tenang, Nau. Gue liat lo boncengan sama Jaigar berduaan. Mana bisa gue gak peduli."
Naura terdiam, dia membiarkan Jedan melepaskan emosinya. Sebab, dia sangat mengenal Jedan jika sedang marah akan seperti apa.
"Gue gak percaya lo akan milih jalan bareng dia di banding gue," katanya, lalu suaranya tiba-tiba menjadi lebih sedih. "Selama ini, gue khawatirin lo, Nau. Gue sakit hati liat lo berduaan bareng Jaigar. Tapi lo kaya yang gak peduli."
"Jedan ... Kamu tau kan aku udah jadi istri Jaigar? Hal kaya git--."
"Gue tau!" potong Jedan. "Dan gue belum terima itu."
Naura terdiam beberapa saat, dia bingung harus menjawab apa, dan satu-satunya kata yang dapat terucap adalah kata, "Maaf."
Terdengar helaan nafas pasrah dari seberang.
"Gue tau lo nyesel. Tapi itu gak bisa ngerubah fakta kalo lo masih bareng sama Jaigar. Sedangkan gue ... gue di sini. Dan gue gak bisa terima ini. Lo paham gak, sih?""Aku pahan, aku ngerti, Jedan. Tapi kita terjebak dalam situasi sulit. Kita! bukan cuma kamu doang."
"Semuanya kenapa jadi kacau gini, sih, anjing! Pokonya besok kita harus bicara, Nau. Kita ketemu besok."
Mendengar ajakan itu seketika Naura terdiam, gelombang keraguan menyelimuti dirinya.
Mengingat betapa ketatnya keluarga Jaigar dan potensi bahayanya, bertemu Jeno tampaknya akan berisiko. Namun, keinginan Jedan untuk berbicara dengannya membuat hati Naura seperti ada yang menarik.
Maka dari itu, tanpa berfikir panjang Naura mengangguk. "Oke, sampai jumpa besok."
***
Jaigar tersandung melewati pintu, gerakannya sedikit tidak terkoordinasi karena efek alkohol. Matanya sedikit berkaca-kaca, tetapi dia berhasil tersenyum miring ketika dia melihat Naura membuka pintu dan berdiri di hadapannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Difficult Love | Perjodohan
Ficção GeralPernah mendengar atau melihat pernikahan yang dipaksakan hanya untuk kepentingan bisnis, kekuasaan, politik, dan lainnya? Naura Asteria dan Jaigar Dharmendra mengalaminya. Bagaikan bidak di papan catur, mereka hanya dijadikan sebagai aset, sebagai...