ㅡ O3. Comfort in Chaos.

146 62 17
                                    

"Abang."

Semua menengok ke Jayen-- kecuali Hiran serta Jaival dan Chandra. Mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang. Jadi yang dikos cuma ada Maven, Rasen, Jayen, serta Nartha dan Hiran yang belum lama pulang.

Namun, yang di ruang tengah cuma ada mereka berempat, Hiran ada dikamarnya. Capek katanya, pengen tidur langsung.

"Bang Hiran kenapa?"

Tadi Jayen pas keluar dari kamarnya, nggak sengaja ketemu Hiran yang baru aja pulang. Jayen nyapa, tapi nggak dijawab sama abangnya itu. Wajah Hiran juga tidak bersahabat-- murung dan sedikit kesal.

"Biasalah si Chandra," balas Nartha yang langsung dapat perhatian. Marven dan Rasen juga tidak tau sebab Hiran seperti itu.

"Lah, Chandra kenapa? Nggak mau pulang bareng Hiran?"

"Tadi siang tuh Chandra ngajakin Hiran ke tempat billiard-nya Om Agung, tapi karena mereka berdua pulangnya beda jam. Yaudah, nggak jadi," jelas Nartha secara singkat. Ia tak menyinggung Hiran dan Chandra yang makan mie 2 bungkus extra pedas masing-masing serta dirinya 1 bungkus. Bisa-bisa dia jadi korban kekerasan dari Rasen dan Chandra tak jadi membelikannya airpords pink keluaran terbaru.

Maven, Rasen dan Jayen kompak mengangguk paham.

"Terus siapa yang makan mie? Gue liat ada 5 bungkus ditempat sampah."

Itu Rasen yang bertanya, ia menengok ke Nartha. Namun, anak itu hilang dari pandangannya dalam hitungan satu detik.

"WOY ANJING!!" umpat Rasen, matanya beralih ke pintu kamar Nartha yang baru saja tertutup.

"Jahat bener lo, Sen. Masa iya kita baru pulang langsung di anjingin gitu."

Pandangan mereka beralih pada Jaival dan Chandra yang baru saja masuk ke dalam.

"Bukan ke kalian!" ucap Rasen dengan sarkas. Sedetik kemudian ia mengusap dadanya dan menarik nafasnya.

"Bang Hiran mana?" tanya Chandra dengan tangan melepas helm-nya.

"Noh dikamar, ngambek anaknya," jawab Maven dengan menunjuk kamar Hiran dengan dagunya.

Chandra menyengir kemudian berjalan cepat ke kamar Hiran dengan tangan membawa plastik kresek. "Abang Hiran yang ganteng nan baik hati! Gue bawain chocobi nih!"

Namun, belum sampai ke kamar Hiran. Lengan Chandra dicekal.

"Airpords pink gue mana, cil? Gue nggak kasih tau Rasen lho."

"Oh iya! Besok ya, bang. Gue ke bang Hiran dulu, kan dia lebih berjasa. Hehehe."

"Oh, jadi kalian yang makan mie?"

bimantara.

Hiran memakan cemilan coklat kesukaannya, sesekali mengusap pantatnya yang nyeri akibat pukulan maut dari Rasen.

Dia sekarang ada di ruang tengah bersama Jaival yang terkena insomnia dan Jayen yang sedang menyelesaikan materinya untuk tugas presentasi besok. Ia mendapat materi tentang excel.

Sisanya sudah pada mengunjungi alam mimpi.

"Lanjutin besok aja sih, Yen. Ntar Rasen tau lo begadang, gue yang kena lagi. Udah mau jam 1 juga, kita berdua mah udah biasa begadang," ucap Hiran sambil membaca materi Jayen yang ada di laptop.

"Tanggung, bang. Besok pagi juga gue pasti nggak sempet," tolak Jayen. Jari-jarinya bergerak cepat memencet keyboard tersebut, kedua matanya juga sangatlah fokus.

"Yen, apa yang dipresentasiin? Informatika banyakan angka-angka kayak matematika 'kan," celetuk Jaival dengan tangan yang diam-diam menyomot cemilan Hiran.

"Iya anjir, lo ngepresentasiin apaan? Satu tambah satu terus di average gitu?" imbuh Hiran.

Jayendra menghela nafasnya, tidak berniat untuk menjawab pertanyaan abangnya itu.

"Tidur sana, bang."

"Dibilang gue sama Hiran udah biasa begadang. Mending lo yang tidur," suruh Jaival sambil menatap Jayen dengan serius.

"Belum selesai, bang. Nggak ngantuk juga."

Mendengar tolakan itu lagi, Hiran beralih menatap Jayen secara dekat, "Tuh mata udah merah, nguap terus pula. Dan lo bilang nggak ngantuk? Ck, dasar anak muda."

"Disini ada cermin banyak, bang. Kalau butuh yang besar, ada di kamar bang Rasen," jawab Jayen dengan malas.

Hiran menyengir, kemudian merangkul bahu lelaki yang selisih 2 tahun dengannya itu, "Besok gue nggak ganggu lo deh. Terus gue bakal beliin gulali 4 bungkus, jadi---"

"Oke." Jayendra menyimpan dokumennya lalu menutup laptopnya serta membereskan alat tulisnya.

"Tidur duluan ya, bang. Malem menjelang pagi!"

Jayendra beranjak dengan membawa laptopnya dan alat tulisnya, kemudian melangkah menuju kamarnya meninggalkan kedua abangnya yang bergeming.

Memang kalau membujuk Jayendra untuk tidur itu harus janjiin dia beli gulali atau nggak makanan ringan dan berat. Tapi yang utama itu, jangan ganggu atau jahilin Jayendra seharian. Kalau bisa, selamanya deh.

"Eh, Ran. Bokap nyokap Chandra sama Jayen masih kayak gitu kah?"

"Nah, ini gue mau ceritain. Kemarin tuh..."

bimantara.
chapter O3; to be continued.

[i] bimantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang