Lagi dan Lagi, Itu Kamu

62 11 0
                                    

Hanni tidak suka membaca buku, kecuali jika itu adalah buku fiksi. Belajar dari buku menurutnya sangat amat membosankan. Ia lebih suka belajar melalui media yang bisa ia tonton atau dengar ketimbang membaca saja.

Hanni berbalik 180° dari orangtuanya. Di rumahnya terdapat banyak sekali buku sejarah dan non fiksi, juga pembahasan politik sampai ada sebuah ruangan khusus yang sibangun sebagai perpustakaan pribadi di rumah. Walau begitu Hanni enggan menginjakkan kaki di ruangan itu karena ia tidak suka genre buku yang terletak disana.

Karena suka buku fiksi, Hanni gemar mengoleksi novel yang ia kumpul diam-diam. Orangtuanya tidak boleh tahu kalau ia lebih gemar membaca novel ketimbang buku yang isinya berbobot, nanti pasti kena omel.

Namun hari ini koleksi novel yang ingin ia baca telah habis. Hanni malas mengulang kembali bacaan yang sebelum-sebelumnya. Maka ia memutuskan untuk pergi ke toko buku yang berjarak sepuluh menit dari rumahnya menggunakan ojek online.

Sesampainya disana, hati Hanni merasa penuh. Langkahnya diiringi tarian kecil karena ia senang bisa berkunjung ke toko ini lagi. Saat memasuki ruangan, bau khas buku tercium, begitu memanjakan indera penciumannya. Hanni suka aroma buku.

Dilihatnya buku-buku yang ada di setiap rak sambil tersenyum lebar. Ia tengah mencari-cari novel yang selanjutnya akan ia baca. Akhirnya ada sebuah novel yang menarik perhatiannya dan hanya tersisa satu di rak paling atas. Maka ia berjinjit karena letaknya yang agak tinggi dari jangkauannya.

Tepat saat ia hendak mencapai buku itu, kakinya tiba-tiba terkilir sehingga ia pikir ia akan jatuh di lantai. Hanni pun segera menutup matanya, bersiap jika badannya akan menyentuh lantai. Namun perkiraannya meleset karena ternyata ada sepasang tangan yang tiba-tiba merengkuhnya dari belakang.

"Kamu gak papa?"

Suara orang itu... sepertinya tak asing ditelinganya.

Maka Hanni segera menoleh kebelakang untuk mengecek siapa sosok yang tengah menolongnya.

"Kak Minji?!" ujarnya sambil terkejut.

"Loh, kamu lagi?" sahut Minji yang juga tidak menyangka bahwa orang yang ia tolong adalah Hanni.

Keduanya lalu berjarak sedikit dimulai dari Minji yang segera melepaskan tangannya dari badan Hanni karena takut kalau Hanni merasa tak nyaman dengan sentuhan mendadaknya.

Namun karena kaki Hanni yang semula terkilir masih terasa sakit jadi mengganggu keseimbangannya saat berdiri. Seketika itu juga Hanni akhirnya jatuh ke lantai.

"Aduh!" pekiknya.

"Hanni!" teriak Minji panik.

Ia pun segera membantu Hanni untuk bisa duduk. Dalam hati ia merutukki perbuatannya karena ulahnya lah Hanni akhirnya beneran jatuh di lantai keramik toko ini.

"Aduh, maafin aku ya" ucapnya dengan raut muka bersalah.

Penjaga toko yang mendengar suara ribut-ribut pun mendekati keduanya. "Ada apa ini berisik sekali?"

"Anu, pak, teman saya jatuh tadi karena kakinya tiba-tiba terkilir"

"Walah dalah, terus gimana sekarang, masih sakit?" tanyanya pada Hanni.

Hanni mengangguk pelan. Lalu ia perlahan mengurut pergelangan kakinya yang sakit.

"Kaki yang terkilir gak boleh dipijet" ujar Minji memberi tahu.

Hanni secara otomatis menaikkan kedua alisnya, terkejut karena ia baru tahu fakta itu. Mungkin habis ini ia akan mencoba membaca bacaan non fiksi supaya tahu hal-hal yang bisa membantu kelangsungan hidupnya.

"Terus diapain?" tanya Hanni.

"Ini harus dikompres pakai air dingin. Rumah kamu dimana btw?"

"Rumahku sekitar sepuluh menit dari sini" jawab Hanni.

"Kamu tadi naik apa kesini?"

"Aku ikut ojol, Kak. Kenapa?"

"Aku antar pulang, ya? Sekalian bantu ngompresin kakimu"

Hanni mendadak tidak enak hati. Ia tidak ingin merepotkan Minji.

"Eh, gak usah Kak. Aku udah gak papa kayaknya. Nih lihat"

Hanni mencoba untuk berdiri dengan berpegangan pada rak buku. Namun setelah mencoba melepaskan pegangannya, ia seketika merasa sakit lagi dan hampir terhuyung.

"Nah, kan, apa kubilang. Pulang bareng aku, ya?"

Minji lalu memapah Hanni, tentunya meminta izin dari Hanni sebelumnya. Kebetulan Minji membawa mobilnya kesini.

"Kakak udah punya SIM?" tanya Hanni saat ia dan Minji berjalan ke arah kendaraan Minji yang terparkir.

"Hehe, udah. Aku udah boleh kok bawa kendaraan sendiri"

Hanni jadi malu sendiri karena sempat menanyakan hal itu pada Minji, takut dinilai tidak sopan. Tapi ia menanyakan hal itu karena khawatir kalau mobil yang ia tumpangi disetir dengan pengendara di bawah umum. Ia tidak ingin ditilang lalu membayar sejumlah uang ke polisi untuk menebus hal itu. Ia tidak akan mau.

Selama di perjalanan, Minji mencoba memecah keheningan dengan mengajak Hanni bicara. Awalnya Hanni membalas obrolan Minji karena rasa segan, namun lama-lama ia merasa nyaman dengan lawan bicaranya itu karena cara Minji berinteraksi padanya sungguh lembut sampai-sampai ia merasa tersentuh dengan sikap Minji.

Pantas saja banyak yang naksir nih orang, wong anaknya baik bener begini, batinnya.

"Abis ini belok kanan, Kak" ucap Hanni yang memneritahu Minji arah rumahnya.

Setibanya di pekarangan rumah, Minji keluar sebentar dari mobil guna membuka pagar rumah. Lalu ia pun memasukkan mobilnya agar terparkir di halaman rumah Hanni.

Segera ia turun lebih dulu untuk membuka pintu Hanni. Ia pun memapah Hanni sampai ke pintu depan rumah.

"Loh, gak ada orang kah di rumahmu?" tanya Minji heran karena suasananya yang sepi ditambah Hanni yang membuka kunci rumahnya.

"Enggak, ortuku sibuk kerja di jam ini" jawabnya.

Minji mengangguk paham.

"Kamu mau duduk di kursi tamu atau mau kuantar ke kamar?" tanyanya lagi.

"Kamar aja, boleh?"

"Boleh dong"

Kamar Hanni terletak di lantai dua. Ketika mereka tiba di depan anak tangga, keduanya bingung. Bagaimana cara menaikinya?

"Aku coba naik sendiri ya, Kak" ujar Hanni.

"Eh, enggak, enggak. Aku takut kalau kamu malah jatuh disini. Kamu aku gendong aja, ya? Mohon izin sebelumnya"

Hanni pun digendong ala bridal style oleh Minji. Hanni yang terkejut karena semuanya terasa tiba-tiba pun memekik sambil mengalungkan tangannya pada leher Minji.

Hanni merasa bahwa ini adalah posisi yang intim karena dengan jarak sedekat ini, ia bisa mencium aroma parfum di badan Minji yang baunya agak maskulin.

Tiba-tiba dalam kepalanya terputar adegan romansa dari seluruh novel yang pernah ia baca. Pikiran sialan, batinnya. Karena hal itu membuat jantungnya jadi berdegup kencang. Minji tidak boleh melihat wajahnya yang bisa saja sekarang sudah memerah, pikirnya.

"Kamarku yang itu, Kak. Tolong turunkan aku disini" pinta Hanni saat keduanya telah sampai di lantai dua.

Minji menuruti permintaan Hanni. Di sisa perjalanan mereka ia kembali memapah Hanni.

Setelah membantu Hanni duduk di tepi kasur, Minji berkata,

"Di kulkas kamu ada es batu?"

"Ada, kak. Di freezer banyak"

"Yaudah, tunggu bentar ya. Aku mau ambil es batu dulu buat kompresin kakimu"

Saat langkah Minji mulai menjauh, Hanni segera mengambil bantal dan membenamkan wajahnya disana.

"AAAAAAA, TUHAANNN, AKU SALTING"

A Cutest Pair | BbangsazTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang