Misteri Benang Merah

156 32 0
                                    

Setelah Hanni berteriak dengan menutup mulutnya menggunakan bantal, selang beberapa menit kemudian datanglah Minji dengan membawakan sebuah baskom berukuran sedang dan sebuah es batu di tangannya.

"Maaf ya kalau terkesan ambil-ambil barang kamu seenaknya di dapur tadi" ujarnya sambil mendudukkan diri di lantai, tepat di hadapan Hanni sambil menyiapkan alat kompresnya.

"Eh, gak papa banget kak. Malah aku yang berterima kasih sama kakak karena udah nolong aku sebegininya"

Minji tersenyum. "Sama-sama"

Saat meminta izin Hanni untuk melepaskan kaos kakinya, betapa terkejutnya ia kalau pergelangan kaki Hanni yang terkilir agak bengkak dan sedikit membiru.

"Astaga, kaki kamu agak bengkak ternyata. Pasti udah cedera sebelumnya" ujarnya.

"Hehe... iya. Kok kakak tahu?"

"Ya tahu lah, kalau cuma karena jinjit mah gak bakal sebegininya. Emang kenapa sampai cedera kalau boleh tahu?" tanya Minji sambil menempelkan es batu di pergelangan kaki Hanni pelan-pelan.

"Pas jam olahraga aku lupa pemanasan, di hari dimana aku kasih air minum ke kakak. Tapi waktu itu masih baik-baik aja. Besok sorenya aku jogging kayak biasa, tiba-tiba kesandung dan jatuh. Awalnya pegel biasa aja, makanya aku kira gak papa. Gak tahunya pas mau ambil novel tadi malah terkilir karena jinjit"

Sepanjang Hanni bercerita, Minji memerhatikannya dengan fokus. Lama-lama Hanni seperti anak kecil dimatanya. Belum lagi ketika menggendongnya tadi ternyata badan Hanni tidak berat untuk ukuran orang seusianya.

"Oh gitu, ya. Kebetulan banget besok hari libur. Kamu harus cukup istirahat. Terus jangan lupa buat rutin kompresin kakinya pakai air dingin atau es batu"

"Iyaa, makasih banyak kak Minji. Oh iya.. kalau boleh tahu, kakak tadi pas ke toko buku lagi cari buku apa?"

"Oh, itu.." ucap Minji terputus lumayan lama, nampak sedang berpikir.

"Aku kebetulan cari buku novel. Terus pas lagi lihat-lihat dan ada di dekat orang yang ternyata kamu, kakak jadi sigap tadi pas tahu kamu mau jatuh. Padahal rencananya sempat mau tolongin kamu ambil buku di rak paling atas itu supaya kamu gak perlu jinjit" jelasnya.

"Itu buku kak Ziggy, kan? Kamu suka dengan tulisannya juga kah?" sambung Minji.

"Iyaa, suka banget. Kebetulan itu buku yang aku mau. Mana sisa satu-satunya lagi. Sayang banget gak sempet ambil buat beli"

"Aku ada loh buku yang kamu mau, aku pinjamin ke kamu deh. Kebetulan aku udah baca juga"

" HAH? BENERAN KAK?" tanya Hanni dengan nada yang sedikit berteriak. Sedetik kemudian ia menutup mulutnya karena hal barusan.

"Hehe, maaf ya Kak kalau Hanni tadi mendadak exited" ujarnya sambil nyengir canggung.

Minji akhirnya tidak dapat menahan tawanya karena gemas melihat tingkah Hanni. Suara Minji yang husky mengalun merdu di telinga Hanni.

"Iyaa, nanti aku kasih ke kamu. Kamu kelas apa btw?"

"Kelas 10 A, Kak"

"Okay, noted. Nanti aku samperin kelas kamu di hari Senin"

Hanni merasa tidak enak hati. "Eh, jangan Kak. Lebih baik aku aja yang datang, kan aku yang butuh. Kakak biar diem aja di kelas"

"Yaudah dehh kalau gitu. Tapi emang kamu tahu kelasku dimana?"

"Hehe, nggak sih, Kak" jawab Hanni sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal itu.

Minji terkekeh "Makanya, biar kakak aja yang datang"

"Emang kakak gak mau kasih tahu kelas kakak yang mana?"

Minji menggeleng. "Nanti kakak kasih tahu ke kamu, tapi kapan-kapan"

Minji kemudian bertanya apakah Hanni lapar atau tidak. Saat Hanni hendak mengatakan tidak, perutnya tiba-tiba keroncongan. Lagi-lagi Minji tertawa dibuatnya.

"Hahaha, aduh, kamu tuh lucu banget, ya" ujar Minji sambil menyeka matanya yang berair karena tertawa.

"Di dapur ada apa, Han? Kamu ada masak gak tadi? Kalau nggak biar pesan go food aja"

"Um... rasanya masih ada deh masakan mama di dapur"

"Oh, gitu. Kamu mau makan masakan mamamu atau kita pesan makan aja?" tanya Minji, memberi opsi pada Hanni.

"Makan masakan mama aja. Eh, tapi ini kakak nanya bukan karena mau ngurus makan aku, kan?"

"Aku nanya karena mau nyiapin kamu masakan. Aku khawatir kalau kamu belum makan sebelum kutinggal. Karena kamu benar-benar sendiri, kamarmu juga di lantai dua. Jadi tunggu sebentar ya, aku siapin makan kamu dulu"

Saat Minji sendirian di dapur, ia memerhatikan jari kelingking kanannya yang terdapat benar merah yang tidak pernah bisa disentuh namun terlihat jelas dimata.

Ia ingat betul, sedari kecil ibunya selalu mengatakan bahwa ia merupakan garis keturunan manusia yang bisa melihat benang merah takdirnya.

Kemampuan ini baru muncul saat Minji berumur sepuluh tahun. Sejak saat itu, ia melihat berbagai benang merah orang-orang yang ada di sekitarnya.

Kalau benang merah itu panjang sekali, berarti takdirnya dan orang itu berjarak sangat jauh. Tapi kalau talinya pendek, pasti orang yang jadi takdirnya ada disekitarnya. Ada benang yang tersambung, ada pula yang terputus. Kalau terputus berarti orang tersebut lebih duluan menemui ajal ketimbang bertemu takdirnya.

Minji sendiri selalu memerhatikan benangnya. Dalam hati ia penasaran, siapakah orang yang menjadi takdirnya?

Maka saat hari pertama di tahun kedua ia sekolah dan menjadi seorang ketua osis, betapa terkejutnya ia saat melihat benang merahnya menjadi pendek. Baru kali ini ia merasa demikian.

Talinya mengambang, mengarahkannya kepada suatu area; toilet guru.

Saat ia telusuri, nampaklah seorang wanita mungil yang sedang sibuk menyikat dan membersihi lantai seorang diri. Saat ia mencoba untuk mengobrol, ia bisa melihat bahwa benang merahnyanya dan benang merah Hanni bersambung. Hal tersebut tentu membuatnya terkejut.

Begitu pula saat di toko buku tadi. Minji yang sedang berjalan-jalan tiba-tiba berhenti karena melihat benangya yang mengarah pada seseorang yang ada di dalam toko tersebut.

Benar saja, Hanni-lah orang yang ia cari kemana benangnya terhubung walau waktu itu ia tidak yakin kalau itu adalah Hanni.

Saat melihat Hanni hendak mencapai buku yang terletak di rak paling atas dan hampir jatuh, ia yang kebetulan sedang di belakang Hanni jadi sigap untuk menahan badannya.

Perihal benang takdir ini belum ia beritahu pada ibunya sama sekali. Mungkin sepulang dari sini ia ingin bertanya pada ibunya lebih jauh terkait masalah ini.

Segera ia menyapkan makanan untuk Hanni dan kembali ke lantai dua dimana Hanni berada.

"Makan dulu, ya, Han" ucapnya sambil menyodorkan sepiring nasi beserta lauk pada Hanni.

"Eh, kakak gak makan juga, kah? Masa' aku makan sendiri. Kakak juga udah bantuin aku. Please ikut makan bareng aku, ya? Hitung-hitung balas budi sementara ini"

Minji tertawa. "Enggak papa, Han. Aku belum lapar. Omong-omong kenapa kamu bilang balas budinya sementara?" tanyanya heran.

Hanni jadi gelagapan. Mengingat bahwa yang dilakukan Minji padanya sudah banyak sekali, ia mendadak ingin memberikan apapun yang bisa ia berikan sebagai wujud terima kasih.

"Eh, itu.. karena aku gak bisa kasih apapun saat ini sebagai wujud terima kasih aku ke kakak selain menawarkan makanan yang ada di rumah"

Kali ini Minji tersenyum, "Gak perlu repot-repot, Han. Aku bantu kamu secara ikhlas, gak mengharap imbalan apapun. Yang penting kamu gak papa" jawabnya.

Yang penting kamu gak papa...

Baiklah, kali ini Hanni ingin pingsan karena tiba-tiba irama jantungnya bergerak sangat cepat akibat perkataan Minji barusan.

A Cutest Pair | BbangsazTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang